Ahad, 10 Jumadil Akhir 1446 H / 5 Februari 2023 20:29 wib
5.346 views
Pervez Musharraf – Orang Yang Bantu AS Menginvasi Afghanistan Meninggal Setelah Sakit Berkepanjangan
UNI EMIRAT ARAB (voa-islam.com) - Pervez Musharraf, mantan diktator militer Pakistan dan orang yang memfasilitasi invasi AS ke Afghanistan, meninggal dunia hari Ahad (5/2/2023) pada usia 79 tahun di Dubai.
Musharraff menderita amiloidosis – suatu kondisi yang menyebabkan penumpukan protein amiloid yang tidak normal di organ utama. Penyakit langka yang menyebabkan kerusakan organ itu membuatnya lama terbaring di tempat tidur dan terikat kursi roda.
Dia telah tinggal di UEA sejak dia didakwa melakukan pengkhianatan di Pakistan pada tahun 2014.
Jenderal sekuler peminum wiski itu memerintah negara itu selama hampir sembilan tahun setelah merebut kekuasaan dalam kudeta militer pada 1999 ketika dia menggulingkan dan menangkap Perdana Menteri Nawaz Sharif dan menjadikan dirinya sebagai Kepala Eksekutif.
Setelah serangan 11 September 2001 atau dikenal Barat 9/11, Pakistan di bawah Musharraf memilih untuk bersekutu dengan AS dan mendukung penggulingan Al-Qaidah dan Taliban Afghanistan (yang terakhir pernah dibantu oleh Pakistan).
Ini termasuk membuka rute darat bagi pasukan NATO untuk memasuki Afghanistan yang terkurung daratan, memungkinkan kehadiran pangkalan udara AS, dan mengirim pasukan Pakistan ke daerah kesukuan di utara untuk melawan Al-Qaidah dan afiliasinya.
Periode ini juga menyaksikan peningkatan penghilangan paksa di Pakistan, terutama di Balochistan dan di Khyber Pakhtunkhwa. Ratusan aktivis politik, mahasiswa dan terduga pejuang bersenjata dilenyapkan secara paksa.
Dalam otobiografinya, Musharraf juga mengaku menangkap tersangka anggota Al-Qaidah dan menyerahkan mereka ke AS, beberapa di antaranya berakhir di Teluk Guantanamo, sembari mendapatkan "pembayaran hadiah sebesar jutaan dolar".
Dukungan itu bertentangan dengan kebijakan dukungan lama Pakistan untuk Taliban, yang saat itu mengendalikan negara tetangga Afghanistan. Hal ini membuat Musharraf menjadi target militan di Pakistan sekaligus menyebabkan dia kehilangan dukungan dari elemen konservatif di Pakistan.
Mosharraf Zaidi, pendiri wadah pemikir kebijakan yang berbasis di Islamabad, Tadablab, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa warisan mantan penguasa militer itu akan menjadi "konsekuensi mengerikan" dari masa kekuasaannya.
“Negara ini terus menderita karena terorisme yang berasal dari cara 'perang melawan teror' yang dilaksanakan di negara ini. Musharraf menjadi kesayangan AS,” katanya.
“Dia sangat dekat dengan George W Bush… tetapi beban keputusannya telah dipikul oleh pemimpin sipil berturut-turut dan militer Pakistan. Ribuan tentara dan polisi Pakistan telah tewas… rakyat Pakistan, khususnya, telah membawa warisan pengambilan keputusan Musharraf yang sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan.”
Berlakukan keadaan darurat
Lahir di Delhi pada tahun 1943, Pervez Musharraf pindah ke Karachi, Pakistan, pada tahun 1947 bersama keluarganya setelah pemisahan.
Dia bergabung dengan tentara pada tahun 1961 sebagai mahasiswa dan terus naik pangkat, yang berpuncak pada pemilihannya sebagai Panglima Angkatan Darat pada tahun 1998.
Pada bulan Maret 2007, Musharraf memecat mantan Hakim Agung Pakistan Iftikhar Muhammad Chaudhry, yang menyebabkan reaksi publik besar-besaran dan melahirkan gerakan para pengacara.
Empat bulan kemudian, pengepungan Masjid Merah selama seminggu berakhir dengan Musharraf memerintahkan operasi militer yang menewaskan sekitar 100 orang. Insiden itu menjadi katalisator kebangkitan Taliban Pakistan.
Pada November 2007, dia memberlakukan keadaan darurat dan menangguhkan konstitusi, memicu kembali protes.
Pembunuhan mantan PM Benazir Bhutto pada bulan Desember menyebabkan protes dan kekerasan yang meluas. Dia dituduh gagal memastikan keamanannya.
Dan pada Februari 2008, partai PML-Q-nya tampil buruk dalam jajak pendapat, memaksanya mengundurkan diri dari jabatannya beberapa bulan kemudian.
Setelah mengundurkan diri, Musharraf tinggal antara London dan Dubai selama beberapa tahun. Pada 2010, dia mengumumkan pembentukan partainya sendiri, Liga Muslim Seluruh Pakistan, dan kembali ke Pakistan pada 2013 untuk memimpin kelompoknya dalam pemilihan umum tahun itu. Namun partainya hanya meraih satu kursi di parlemen.
Beberapa bulan kemudian, PM baru Nawaz Sharif memulai proses pidana terhadap Musharraf, melontarkan tuduhan pengkhianatan terhadapnya karena memberlakukan aturan darurat pada tahun 2007.
Pada 2019, pengadilan khusus menjatuhkan hukuman mati in absentia, hukuman yang kemudian dibatalkan. (5Pillars)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!