Sabtu, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 20 Juni 2020 10:37 wib
3.072 views
Dilema Cluster Baru di Pasar Tradisional
Oleh:
Dahlia Kumalasari || Pendidik
BAGI emak-emak, pasar tradisional merupakan salah satu tempat favorit yang sering dikunjungi demi untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Beragamnya jenis sayur mayur, buah-buahan, dan jajanan pasar yang nikmat dilidah tentu memikat hati para emak. Apalagi dengan harga yang ramah dikantong. Dengan begitu berbelanja di pasar tradisional bisa menjadi salah satu solusi untuk membuat keuangan keluarga tetap stabil.
Namun, kondisi pandemi wabah seperti saat ini tentu membuat ketar ketir saat berbelanja di pasar tradisional. Bagaimana tidak ketar ketir, banyak diberitakan di media munculnya cluster penyebaran Covid-19 di pasar-pasar tradisional.
Sebagaimana diberitakan voaindonesia.com, "Pasar tradisional menjadi cluster baru perebakan virus corona di Indonesia. Kasus-kasus baru yang ditemukan di pasar-pasar tradisional setiap hari bertambah, bahkan pada penderita yang tidak menunjukkan gejala apapun. Rabu 10 Juni 2020, pemerintah kota Denpasar, Bali menemukan 18 pedagang pasar Kumbasari terjangkit Covid 19. Pasar Kumbasari yang terletak di jantung kota Denpasar, lokasinya juga berdekatan dengan pasar-pasar tradisonal lainnya, seperti Pasar Meregan, Pasar Agung, Pasar Cokro, Pasar Badung". (Kamis, 11/6/2020).
Di kota yang berbeda, "Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya menutup sementara Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan selama tiga hari terhitung mulai Kamis 18 Juni sampai 20 Juni 2020 dalam rangka sterilisasi dan melengkapi protokol kesehatan mencegah penularan Covid-19. Sebelumnya telah dilaksanakan swab test terhadap 75 pedagang dan pembeli di Pasar Kebayoran Lama beberapa pekan lalu. Dari hasil pemeriksaan tersebut, data per Rabu (17/6) diperoleh hasil sebanyak 14 orang dinyatakan positif. Kebanyakan pedagang yang positif berusia di atas 45 tahun. (CNN Indonesia.com, Kamis, 18/6/2020).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), 573 orang positif dan 32 orang meninggal dunia yang tersebar di 110 pasar seluruh Indonesia. Untuk itu, Ketua DPP IKAPPI Bidang Keanggotaan Dimas Hermadiyansyah berharap semua pihak baik itu relawan, BUMN, Pemda/BUMD, Organisasi Masyarakat, Kepemudaan dan perusahaan swasta untuk bersama-sama menyelamatkan pasar dari penyebaran Covid-19. (detikfinance, Selasa 16/6/2020).
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra berpendapat, "Pendekatan penanganan pasar beda dengan pendekatan penanganan sekolah, perkantoran, dan juga kawasan industri. Pasar itu ada karakter yang berbeda. Pertama itu ada penjual dan pembeli. Jadi ada orang, ada barang, dan ada uang," ujar Hermawan kepada Okezone, Minggu (14/6/2020).
Seiring dengan mulai diberlakukannya 'New Normal Life' di beberapa kota, maka ditemukan cluster-cluster baru penyebaran virus Corona. Pun dengan pasar tradisional yang menjadi salah satu pusat berkumpul dan bertemunya banyak orang. Walaupun kampanye untuk patuh dengan protokol kesehatan terus digalakkan, namun terbukti mayoritas masyarakat belum paham dan optimal dalam beraktivitas dengan berpedoman pada protokol kesehatan.
Disisi lain, saat ini berkembang banyak opini di masyarakat terkait pandemi Covid-19. Beragamnya opini, hingga memunculkan banyak sikap terkait pandemi wabah Covid-19. Diantaranya, mengabaikan protokol kesehatan saat beraktivitas di luar rumah sampai menolak dan mengusir tenaga kesehatan yang akan melakukan rapid test maupun swab test.
Munculnya cluster di pasar tradisional tentu sesuatu yang sangat disayangkan. Kitapun tidak bisa serta merta "menyalahkan" para pedagang dan konsumen, karena merekapun pasti mengalami dilema karena harus memilih antara memenuhi kebutuhan ekonomi dan kesehatan.
Disinilah urgennya sebuah kepemimpinan yang bisa menghantarkan masyarakat pada terwujudnya jaminan kesehatan, ekonomi dan kebutuhan mendasar lainnya. Sebuah kepemimpinan yang berfungsi sebagai raa'in (pengurus umat) dan junnah (pelindung umat).
Disaat masyarakat diserang badai Covid-19, maka negaralah yang seharusnya berada di garda terdepan untuk mengurus dan melindungi masyarakat. Bukan justru melemparkan tanggung jawab pada para tenaga kesehatan yang berjuang mati-matian dan ditaruh di garda terdepan seperti dalam sistem kapitalis sekuler saat ini.
Sungguh keteladanan yang brilian telah dilakukan oleh khalifah Umar bin Khaththab ra. Diceritakan oleh Malik bin Aus (berasal dari Bani Nashr) ia berkata, "Saat terjadi tahun kelabu (masa krisis), Umar mendatangi kaumku. Mereka berjumlah seratus kepala keluarga dan mereka menempati padang pasir. Umar biasa memberi makan orang yang mendatangi dirinya. Yang tidak datang dikirimi tepung, kurma, dan lauk pauk ke rumahnya. Ia mengirim bahan makanan kepada kaumku berbulan bulan".
Sebuah kepemimpinan yang cemerlang tentu jeli melihat permasalahan mendasar yang menimpa umat. Saat ini seluruh dunia dihantam dengan badai Corona. Jika masalah kesehatan ini tidak segera dituntaskan, tentu akan berimbas pada sektor-sektor yang lainnya. Keoptimalan dan totalitas penanganan wabah Corona, tentu akan efektif untuk memotong rantai penyebaran virus. Negara sebagai garda terdepan dan pelayan umat, harus optimal dalam melakukan tracking, testing dan treatment (3T) di tengah-tengah masyarakat.
Jika ditanya, darimanakah dana sekian banyak untuk pelaksanaan 3T tersebut?. Maka inilah saatnya ketawakalan kita sebagai umat Muslim diuji. Maukah kita kembali tunduk pada syariahNya secara kaffah ataukah tidak? Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna dan menyeluruh telah memberikan panduan syariah sebagai solusi untuk tiap permasalahan kehidupan. Baik itu yang berkaitan dengan kesehatan, ekonomi, pendidikan, sampai ranah privasi semisal ibadah sholat, puasa, cara berpakaian, akhlaq yang baik dan sebagainya.
Hendaknya kita renungkan bersama firman Allah Ta'ala dalam surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya :“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Semua pilihan ada pada kita, maukah kita kembali pada panduan Allah Ta'ala ataukah kita memilih serangkaian solusi yang tidak melibatkan Allah Ta'ala, dan terbukti makin membuat rumit dan menambah jumlah masalah di masa pandemi wabah Covid-19 ini. Wa ma taufiqi illa bilLah.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!