Senin, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Mei 2019 21:24 wib
4.179 views
Tuduhan Pencucian Uang ke UBN Tindakan Berlebihan dan Mengada-ada
Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
(Ketua MIUMI Aceh, pengurus Dewan Dakwah Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da'i Asia Tenggara).
Pemanggilan Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) oleh Bereskrim Polri untuk diperiksa sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada hari Rabu 8 Mei 2019 merupakan tindakan berlebihan dan mengada-ada. Pemeriksaan tersebut berdasarkan surat panggilan Bareskrim Polri tertanggal 3 Mei 2019. Perlakuan pemerintah rezim Jokowi terhadap UBN ini merupakan tindakan persekusi dan kriminalisasi ulama serta kezaliman yang sedang dipertontonkan kepada rakyat di tengah kegaduhan pilpres 2019. Upaya persekusi dan kriminalisasi ulama oleh rezim tidak hanya menimpa UBN, namun sebelumnya juga menimpa beberapa ulama lainnya seperti Habib Riziq Syihab (HRS), sekjen FUI ustaz Muhammad al-Khaththath, Ustaz Abdul Shomad (UAS), Adnin Armas dan lainnya.
Tuduhan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap UBN sangat bernuansa politis. Terkesan mengada-ada dan mencari-cari kesalahan UBN. Tujuannya untuk menekan dan membungkam UBN dan orang-orang yang bersikap kritis terhadap rezim selama ini.
Sikap kritis UBN sangat meresahkan dan menakutkan rezim sehingga dianggap berbahaya bagi rezim ini. Mengingat UBN selama ini dengan suara lantang berani membela Islam dan kebenaran serta keadilan lewat ceramah-ceramahnya dan Aksi Bela Islam 411 dan 212. Dalam Aksi bela Islam 212 UBN dan HRS mampu menyatukan umat dan menghadirkan jutaan umat Islam dari berbagai daerah ke Jakarta. Puncaknya, dukungan UBN terhadap Prabowo-Sandi secara terang-terangan menjelang pilpres 17 April 2019 telah membuat panik rezim. Tentu saja dukungan ini menjadi "magnit" sangat kuat bagi umat sehingga menambah besar dukungan umat kepada Prabowo-Sandi. Selain itu, dukungan dan keikutsertaan UBN dalam Ijtima' Ulama III pasca pilpres semakin menambah kepanikan dan ketakutan rezim. Oleh karena itu, rezim berusaha mencari celah hukum untuk mengkriminalkan UBN dengan tuduhan pencucian uang. Jadi kasus hukum yang menjerat UBN ini sangat bernuansa politis.
Tuduhan kriminal pencucian uang terhadap UBN ini sebenarnya kasus lama tahun 2017 yang sudah selesai, terkait dengan dana yang dipakai oleh panitia dalam Aksi Bela Islam 411 dan 212 di mana UBN sebagai ketua GNPF MUI selaku penyelenggara aksi tersebut menggunakan rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) dalam menerima infak dari umat Islam. Aksi 411 dan 212 tahun 2016 ini merupakan Aksi Bela Islam terhadap penistaan agama Islam (penistaan Alqur'an surat Al-Maidah ayat 51) yg dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok pada tahun 2016.
Padahal dana itu berasal dari infak sukarela dari umat Islam untuk keperluan aksi tersebut. Ini infak yg ikhlas dari umat Islam untuk acara Aksi Bela Islam tersebut. Ini bukan uang pemerintah dan bukan uang rakyat yang harus dipertanggung jawabkan kepada negara. Selain itu, penggunaanpun jelas yaitu untuk keperluan Aksi Bela Islam seperti yang dimaksudkan oleh panitia dan para donatur itu sendiri. Bukan untuk memperkaya pribadi, kelompok atau pengurus yayasan. Jadi di mana salah UBN?
Menurut pakar ahli pidana, tindak pidana pencucian uang itu harus ada suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Lalu kejahatan itu menghasilkan uang. Ini baru namanya kriminal pencucian uang atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Aksi Bela Islam bertujuan untuk membela agama Islam dari penistaan agama yg dilakukan Ahok dan menuntut keadilan agar Ahok si penista agama Islam dihukum dengan hukuman yang tegas. Jadi aksi ini menuntut pemerintah untuk menegakkan hukum dan keadilan. Apakah UBN telah melakukan kejahatan dengan melakukan Aksi Bela Islam? Apakah mendapat dana infak dari umat Islam itu bisa dikatakan kriminal pencucian uang?
Yang anehnya lagi, pemerintah ikut intervensi dalam pengolalaan dana infak yang dikelola oleh suatu yayasan atau LSM? Padahal pengelolaan keuangan suatu yayasan atau LSM itu independen dan tidak boleh ada campur pemerintah. Tidak perlu pertanggung jawaban kepada pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah sepatutnya tidak boleh campur tangan dalam persoalan dana yayasan atau LSM ini. Apalagi sampai membuat tuduhan pencucian uang. Tentu ini sangat politis.
Posisi UBN sebagai ulama dan tokoh umat Islam yang mempunyai pengikut dan massa yg banyak di seluruh Indonesia itu tentu sangat mengkhawatirkan rezim. Terlebih lagi UBN mempunyai jaringan dengan seluruh ormas-ormas Islam di seluruh Indonesia dan mempunyai massa yang banyak. Sikap UBN mendukung pasangan capres dan cawapres no 02 Prabowo-Sandi dengan terang-terangan membuat rezim menjadi semakin panik dan khawatir dengan banyaknya orang yang akan mengikuti langkah UBN tersebut. Jokowi merasa khawatir kalah dalam pilpres 2019 yang dilaksananakan tgl 17 April baru-baru ini.
Puncak kepanikan dan kemarahan rezim adalah adanya Ijtima' Ulama III yang diadakan pasca pilpres pada Rabu (1/5/2019) di Bogor yang mengkritisi kecurangan pilpres yang dilakukan oleh rezim Jokowi dan meminta KPU dan Bawaslu untuk mendiskualifikasikan capres dan cawapres no 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Dalam Ijtima' Ulama ini, UBN ikut hadir dan menandatangani hasil keputusan ijtima'.
Terkait dengan Ijtima' Ulama ini, rezim jangan salah alamat. Sebab Ijtima' Ulama dihadiri lebih seribu ulama lebih. Kalau mau kaitkan dengan Ijtima' Ulama dan dukungan UBN ke aksi Ijtima' Ulama tersebut, maka layaknya polisi segera tangkap seribu ulama yang ikut ijtima' ulama tersebut saja sekalian.
Jadi polisi jangan mengada-ada tuduhan TPPU kepada UBN. Ijtima' Ulama itu legal dan terhormat. Polisi tidak boleh beralasan kehadiran UBN di Ijtima' Ulama III menjadi sebab melakukan kriminalisasi terhadap dirinya atau mencoba mengungkit-ungkit kasus lama yang sudah selesai. Ini bisa menimbulkan rasa ketidakadilan hukum. Jelas ini suatu kezhaliman.
Sikap polisi yang menetapkan UBN sebagai tersangka menjadikan suasana gaduh dan ricuh di seluruh Indonesia. Tindakan ini menimbulkan kecaman, penentangan dan perlawanan dari rakyat Indonesia, khususnya umat Islam. Maka tidak salah kalau rakyat menduga kasus ini ada kaitannya dengan sikap UBN yang ikut mendukung Prabowo-Sandi dan hadir di Ijtima' Ulama. Jadi kasus ini sangat politis.
Secara pribadi, saya mengenal sosok UBN. Beliau adalah seorang ulama yang istiqamah dalam membela Islam, kebenaran, dan keadilan. Beliau seorang da’i yang berani menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, meskipun terhadap penguasa. Beliau seorang yang amanah, jujur, dan berakhlak mulia. Beliau seorang mujahid yang berjuang untuk kepentingan Islam, umat dan bangsa. Beliau juga seorang Pancasialis dan setia terhadap negara NKRI.Tidak mungkin beliau melakukan kriminal seperti yang dituduhkan. Umat Islam juga tahu sosok figur UBN dan UBN tidak bersalah.
Bagaimanapun, kasus ini telah dirasakan masyarakat dan bisa menimbulkan rasa ketidakadilan hukum. Ujungnya nanti dirasakan sebagai kezaliman hukum dan ketidakadilan. Maka akan timbul timbul aksi dari rakyat untuk menuntut keadilan. Di samping itu, pilpres 2019 menyisakan banyak kecurangan yang merugikan pasangan cawapres dan cawapres no 02 Prabowo-Sandi sehingga menimbulkan kegaduhan dan keributan rakyat yang berpotensi terjadinya konflik. Tentu saja kita tidak berharap demikian. Maka hasil pilpres 2019 ini harus dilakukan dengan kejujuran dan keadilan. Agar semua pihak dapat menerima keputusan KPU pada tanggal 22 Mei nanti mengenai hasil pilpres 2019 dan berlapang dada terhadap keputusan tersebut, baik yang menang maupun yang kalah.
Sebagai penutup, saya bersama rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, meminta kepada Polri untuk membebaskan segera UBN dari tuduhan ini, karena beliau tidak bersalah dan tidak pula melangggar hukum. Saya khawatir, tindakan persekusi dan kriminalisasi ulama oleh rezim ini semakin menimbulkan kegaduhan bangsa dan perlawanan rakyat terhadap rezim ditengah kegaduhan pilpres 2019 yang penuh kecurangan ini. Saya harap rezim ini menyadari kesalahannya dan segera membebaskan UBN dari tuduhan yang menjeratnya. Semoga Allah Swt menjaga UBN. Amin...
Banda Aceh, Jum'at 5 Ramadhan 1440 H / 10 Mei 2019
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!