Selasa, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Agutus 2016 21:20 wib
8.959 views
Merokok, Sebuah Kejahatan yang Diizinkan
Oleh: Aruum Mujahidah, S.Pd (Guru di Tambakboyo Tuban Jatim)
Kenaikan harga rokok per bungkus Rp 50.000 dimungkinkan akan resmi bulan depan. Diberlakukannya aturan ini atas asumsi bahwa harga rokok yang selama ini di bawah Rp 20.000, orang yang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah tidak keberatan mengeluarkan uang untuk membeli rokok. Untuk itu, menurut Kepala Pusat Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat.
“Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu,” ujar Hasbullah dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, kamis (28/7/2016) malam.
Hal ini diperkuat hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat. Survei dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telefon dan kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016 menyatakan sebanyak 72 persen akan berhenti merokok jika harga rokok di atas Rp 50.000. Belum lagi, jika harga rokok dinaikkan maka akan ada dana tambahan sekitar 70 triliun untuk bidang kesehatan. Perlu diketahui juga bahwa industri rokok mampu memberikan pemasukan anggaran negara terbesar dibandingkan pemasukan anggaran negara dari sektor lain. Menurut pemberitaan yang diliput detikfinance pendapatan pemerintah dari cukai rokok ke negara mencapai Rp 80 triliun dalam setahun, sungguh angka yang tidak sedikit untuk pemasukan bagi negara Indonesia.
Sebuah alasan yang cukup masuk akal memang jika kita kaji dari upaya penurunan perokok di masyarakat yang sampai saat ini tidak hanya di kalangan dewasa tetapi juga anak-anak sekolah yang terus meningkat. Pasalnya, terdapat 3,9 juta anak berusia 10-14 tahun yang menjadi perokok aktif di Indonesia. Terjadi peningkatan tajam pada umur 10-14 tahun sebesar 80 % dalam kurun 9 tahun (2001-2010). Bahkan, lebih dari 30% anak Indonesia telah mengisap rokok sebelum usia 10 tahun. Namun, benarkah kebijakan kenaikan harga rokok ini akan efektif untuk menurunkan bahkan meniadakan kebiasaan merokok di masyarakat kita?
Merokok adalah sebuah kejahatan yang diizinkan. Para perokok itu mengizinkan dirinya sendiri merusak kesehatannya. Mereka memasukkan berbagai racun ke dalam tubuhnya secara sengaja dan nyata
Sebuah Kejahatan yang Dizinkan
Kebiasaan merokok telah begitu mengakar kuat di masyarakat kita. Hal itu terbukti dari data perokok aktif yang senantiasa meningkat setiap tahunnya. Bagi orang yang sudah mencandu akut terhadap rokok akan melakukan segala cara agar tetap bisa merasakan nikmatnya merokok meskipun harga rokok akan lebih mahal dari biasanya. Maka, dari sini dengan dinaikkan harga rokok bisa jadi akan menimbulkan masalah baru. Apalagi hal ini tidak didukung oleh penekanan iklan rokok yang beredar di masayarakat baik lewat media cetak maupun elektronik yang masih sangat masif. Memang, sebagian sudah menghimbau untuk meninggalkan rokok akan tetapi hal itu masih dikalahkan oleh iklan-iklan perusahaan besar yang berusaha untuk menyampaikan rokok kepada konsumen dengan berbagai cara.
Semua orang sepakat bahwa tindakan kejahatan adalah tindakan yang merusak, merugikan diri sendiri dan orang lain, apapun bentuknya. Pun demikian dengan tindakan merokok. Sebagian dari kita mungkin berpikir tidak etis jika merokok dikatakan sebagai sebuah kejahatan. Padahal itulah mental yang harus kita bangun saat ini. Merokok adalah tindakan menghisap suatu benda yang di dalamnya terkandung berbagai macam racun yang dapat merusak tubuh dan kesehatan. Apalagi ini jika bukan tindakan merusak, merugikan diri sendiri dan orang lain. Begitu pula semua ahli kesehatan sepakat bahwa merokok adalah berbahaya bagi kesehatan. Para ulama pun berbeda pendapat dalam menyikapi hal tersebut akan tetapi mereka semua juga sepakat bahwa merokok bukanlah sebuah tindakan yang ma’ruf.
Merokok adalah sebuah kejahatan yang diizinkan. Para perokok itu mengizinkan dirinya sendiri merusak kesehatannya. Mereka memasukkan berbagai racun ke dalam tubuhnya secara sengaja dan nyata. Entah, dengan dalih suka-suka atau menghilangkan stress dan seterusnya yang jelas hal itu merupakan tindakan membahayakan diri sendiri bahkan orang di sekitarnya. Orang-orang yang berada didekat perokok (perokok pasif) akan secara langsung menghirup asap rokok. Hal ini tentu merugikan orang lain.
Selain itu, merokok juga berdampak buruk bagi perekonomian keluarga. Jika seseorang mengeluarkan biaya untuk rokok rata-rata 20 ribu rupiah per hari dan memutuskan berhenti merokok, maka per bulan dapat diperoleh penghematan sebesar 600 ribu rupiah. Penghematan ini akan bertambah signifikan jika digabungkan dengan penghematan biaya berobat berbagai gangguan kesehatan akibat asap rokok.
Inilah kejahatanya, kejahatan yang dilakukan para perokok dan negara yang memfasilitasi dengan dibiarkanya rokok beredar masif di masyarakat. Kejahatan ini harus di hapuskan dari masyarakat. Maka, kebijakan harga rokok dinaikkan tentu harus tuntas. Bukan hanya dinaikkan tapi juga dipangkas dari akarnya. Dengan kata lain menghapus (meniadakan) beredarnya rokok di masyarakat. Tidak mudah memang karena hal itu membutuhkan keberanian yang besar untuk merealisakannya. Namun, ketika semua lapisan masyarakat dan para yang berwenang bergerak, apa yang tidak mungkin. Kita tinggal melangkah.
Semua ini terjadi karena sistem negara kita (baca:kapitalisme) telah melegalkan dan menghalalkan apapun ketika hal itu dianggap baik. Sehingga beredarnya rokok di masyarakat akan sangat mudah yang berakibat jumlah perokok dari tahun ke tahun pun meningkat tidak terkecuali pada anak-anak. Hal inipun melahirkan berbagai penyakit dan ketidaknyaman di masyarakat. Sistem kapitalisme yang melahirkan kebebasan berekspresi dan bertingkah laku sesuai kehendak masing-masing individu mengizinkan berbagai kejahatan terjadi di masayarakat kita. Termasuk tindakan merokok. Sehingga selama sistem kehidupan kita masih berorientasi pada kapitalisme di mana standar kehidupan diukur dari materi dan kesenangan jasmani maka soulusi atas berbagai masalah tidak akan ada tuntasnya.
Babat Rokok dari Akarnya
Sesungguhnya telah tertulis dalam sejarah sebuah peradaban yang begitu menjaga kesejahteraan masyarakatnya. Tidak hanya penjagaan dari sisi moral akan tetapi juga dari keamanan dan kesehatannya. Itulah peradaban islam yang pernah berjaya selama kurang lebih 13 abad lamanya. Masyarakat islam telah membuat dunia begitu kagum saat peradaban Eropa belum apa-apa. Karena dalam islam tidak mengizinkan kejahatan berkembang di masyarakat. Semua teratasi dengan penerapan hukum syara’ yang menjadikan aturan Sang Pencipta sebagai sistem kehidupannya. Termasuk beredarnya makanan ataupun minuman di masyarakat pun begitu dikontrol oleh negara. Jangankan yang haram, yang makruh dan mubah pun tetap dijaga agar pengaruhnya tetap demi menjaga kesehatan masyarakatnya.
Akhirnya, kita mengetahui Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sudah tentu masayarakat yang tinggal di dalamnya mayoritas adalah muslim. Sehingga tolok ukur perbuatan mereka adalah perintah dan larangan Allah SWT. Islam sangat melarang perbuatan yang mendhzolimi diri sendiri. Islam tidak akan mengizinkan barang-barang yang merusak (termasuk rokok) beredar di masyarakat karena islam sangat menjaga keamanan dan kebaikan bagi masyarakat. Maka, sudah saatnya masyarakat Indonesia mengingat kembali jati diri mereka dalam menghadapi berbagai polemik di masyarakat. Selamatkan bangsa ini dengan kembali kepada aturan yang benar, aturan Sang Pencipta Alam. Hal ini akan terwujud ketika negara menjadikan islam sebagai sistem pengaturan terhadap semua urusan rakyatnya, semoga.
BIODATA
Nama : RUMIATUN, S.Pd.
Nik : 3523046806890005
Tempat/Tgl Lahir : Tuban, 28 Juni 1989
Alamat : Ds. Kayen, Dk. Ngula’an RT 011 RW 003, kec.Bancar-Tuban
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru (SMAN 1 Tambakboyo Tuban Jatim)
HP : 085731299850
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!