Kamis, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 18 Agutus 2016 00:54 wib
9.273 views
Tawakal dan Pendek Akal Itu Beda Tipis, Bro!
Sebagai ilustrasi, kamu merasa diri sedang dalam bahaya. Ketika akan berangkat sekolah, kamu yakin bahwa ada orang yang menguntit dan akan merampokmu bila ada peluang. Kamu membicarakan hal ini dengan temanmu. Si teman menyarankan agar kamu waspada dan berhati-hati. Saran untuk membekali diri dengan ilmu bela diri, mencari alternatif jalan lain, berjalan tidak sendirian bahkan lapor kepada satpam setempat kamu cueki.
Kamu merasa bahwa dalam hal ini tawakal itu yang terpenting. Semua langkah kehati-hatian dan kewaspadaan dari temanmu, tidak ada yang kamu ikuti. Kamu tetap menuju sekolah melewati jalan berbahaya itu, enggan mengajak teman agar tidak sendirian, enggan pula lapor pada satpam dan tanpa bekal ilmu bela diri sama sekali.
Bagimu tawakal atau berserah diri itu membiarkan semua berjalan apa adanya. Kalau memang takdirnya dirampok ya dirampok saja. Kalau takdirnya selamat ya selamat saja. Atas pertimbangan itulah, selama di perjalanan kamu cukup sombong dan besar mulut bahwa kamu ternyata bisa selamat sampai di tujuan. Si penguntit enggan merampok karena begitu tawakalnya kamu dengan kondisi tersebut. Hingga satu ketika, kamu benar-benar kerampokan hingga hanya kolor celana saja yang bertengger di tubuh.
...Tawakal itu seharusnya selaras dengan ikhtiyar atau usaha jasadi untuk mencapai tujuan...
Sobat voa-islam yang dirahmati Allah, apa yang bisa kalian simpulkan dari ilustrasi di atas? Tawakal ala ‘kamu’ tersebut bukanlah tawakal yang dianjurkan dalam Islam. Tawakal itu seharusnya selaras dengan ikhtiyar atau usaha jasadi untuk mencapai tujuan. Jadi ketika kamu dalam kondisi yang minim pertahanan seperti di atas, pantas bila akhirnya menjadi korban perampokan. Masih untung nyawa tetap bertahan di badan.
Bila kamu sudah memaksimalkan ikhtiyar dengan ikut bela diri, ngajak teman, ambil jalan lain, dan lapor satpam, maka hasil akhirnya barulah bisa disebut tawakal. Seluruh daya telah kamu kerahkan untuk menghindari dirampok tapi tetap dirampok juga barulah disebut takdir. Kamu tidak akan dihisab karena dirampok tapi hisab yang ada yaitu untuk segala ikhtiyar yang telah kamu lakukan demi terhindar dari kezaliman para perampok.
Jadi jangan bangga ketika kamu tidak melakukan ikhtiyar apapun untuk meraih cita-cita atau menghindar dari bencana, hasil akhirnya kamu sebut sebagai tawakal. Kalau ini sih namanya malas dan pendek akal. Bahasa yang agak kasar sih bodoh yang dipelihara. Semoga kamu bukan jenis kaum muda Islam yang seperti ini ya. Karena pemuda Islam itu mendasarkan tawakal dengan ikhtiyar dan doa maksimal. Kedekatan terhadap Allah serta akhlak yang baik itu juga bisa mempengaruhi jalan nasibmu loh.
So, jangan salah lagi dalam memahami tawakal. Kesalahpahaman memahaminya bisa berakibat fatal bagi pencapaian cita-cita, jalan hidup serta nasibmu ke depan. Bahkan bisa jadi itu berimbas pada jalan hidup serta nasib orang-orang di sekelilingmu terutama yang mereka yang sayang padamu. Jadi jangan kecewakan mereka hanya karena kamu salah memaknai tawakal dengan kebodohan akibat pendek akal. Ingat itu! Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!