Rabu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 31 Juli 2019 19:34 wib
9.554 views
Menyoal Organisasi Baru Koopssus TNI
Oleh:
Harits Abu Ulya
Pengamat Terorisme dan Intelijen
KOOPSSUS TNI telah di resmikan, di awali dengan Perpres Juli 2019. Dan eksistensinya di fokuskan kepada penanggulangan terorisme, disamping juga jenis ancaman lain terhadap kedaulatan negara. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut pandangan singkat saya:
Pertama, proyek kontra terorisme di Indonesia institusi pelaksananya sudah dilembagakan seperti halnya BNPT. Dan di luar BNPT juga ada Densus88 Polri secara khusus juga masuk di area proyek yang sama. Dan keduanya porsi kerjanya surveillance dan intelijen juga lebih besar disamping penindakan atau law enforcement.
Di sisi lain ada TNI, sejak awal jika mengacu kepada UU TNI yang terkait juga punya peran di ranah kontra terorisme bahkan sejatinya cakupannya lebih luas yakni dalam dan luar negeri, di wilayah darat, air bahkan udara. Masing-masing matra juga punya pasukan khusus anti teror.
Kedua, keberadaan organisasi baru di lingkungan TNI harus betul-betul tepat guna. Jika tidak maka akan terkesan ini hanya soal "exit door" dari salah satu problem internal TNI yaitu penumpukan para perwira yang non job. Atau mengkonsulidasikan pasukan khusus dari tiga matra TNI dalam satu unit agar lebih mudah memberdayakan pada kebutuhan khusus.
Dan jangan lupa, dengan adanya organisasi baru akan menambah nomenklatur anggaran baru, dan semua itu adalah uang rakyat dan negara menjadi sumber utamanya. Tentu ini beban baru bagi APBN.
Ketiga, selama ini proyek kontra terorisme seolah-olah menjadi domain Polisi (Densus88) plus BNPT. Maka sangat potensial tumpang tindih kepentingan jika tidak ada koordinasi yang solid. Teroris jenis apa yang harus ditangani Polri dan Teroris jenis apa yang harus di tangani unsur TNI dengan organisasi barunya plus kewenangan khususnya. Ini harus clear!.Harus ada mekanisme teknis yang jelas agar implentasinya dilapangan tidak kontraproduktif. Apakah Koopsus TNI hanya nunggu "order" dari pihak Polri baru bergerak ataukah hanya nunggu sampai Presiden meminta. Aturan main harus jelas, misalkan parameternya seperti apa yang mengharuskan Koopsus harus terjun tangani terorisme.
Masalahnya, tugas tersebut bersentuhan dengan U ndang-Undang No mor 2 Tahun 2002 Pasal 13 yang menyebutkan bahwa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman , dan pelayanan kepada masyarakat dengan rincian disebut pada pasal selanjutnya, adalah tugas pokok Polri.
Keempat, betul bahwa Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme juga memuat kewenangan TNI terkait kontra terorisme, tapi perlu di ingat dalam UU tersebut juga mengamanahkan lembaga kontrol yang independen produk parlemen. Dan sampai saat ini amanah tersebut juga tidak terealisir. Akan menjadi tantangan baru, dengan ada unit baru juga punya kewenangan kontra terorisme dari unsur TNI ini juga perlu kontrol agar tidak abuse of power.
Kalau tidak ada kontrol maka langkah kontra terorisme sangat potensial melakukan pelanggaran HAM serius. Sebagai contoh, Publik sampai detik ini juga belum pernah di sodorkan transparasi anggaran, dan aspek akuntanbilitas dari institusi yang sudah ada dengan proyek kontra terorismenya (misal: BNPT dan Densus88).*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!