Jum'at, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 5 November 2021 11:49 wib
5.911 views
Mahasiswa, Aset Bangsa atau Aset Korporasi?
Oleh:
Siti Hajar, M.sos
PEKAN Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) Ke-34 secara resmi dibuka di di Universitas Sumatera Utara (USU), Selasa 26 Oktober 2021 di Halaman Biro Rektor USU. Tahun ini USU terpilih menjadi tuan rumah setelah tahun lalu digelar di Universitas Gajah Mada (UGM).
Tahun ini Pimnas kembali digelar secara hybrid. Sebanyak 108 perguruan tinggi berpartisipasi mengirimkan tim mahasiswanya. Berikut deretan fakta menarik yang perlu kamu tahu soal Pimnas ke-34 USU.
Nadiem Anwar Makarim dalam sambutannya secara virtual mengucapkan selamat bertanding kepada 735 tim dari 108 perguruan tinggi yang menjadi finalis dalam PIMNAS Ke-34 di USU.
“Saya tunggu gagasan-gagasan dan inovasinya. Karena menyambut momen Sumpah Pemuda, ini adalah waktu yang tepat bagi para mahasiswa untuk saling berkolaborasi membangun negeri,” ujarnya.
Nadiem juga mengingatkan kepada mahasiswa-mahasiswa di seluruh Indonesia untuk ikut program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Sebab program MBKM akan mendorong kreativitas dan inovasi sehingga membentuk karakter dan potensi diri.
“Jadilah mahasiswa-mahasiswa yang merdeka. Gunakan kesempatan emas (Program MBKM) yang baik ini untuk menggali potensi diri untuk kemudian berkontribusi bagi negeri,” katanya.
Prof Nizam melanjutkan, Indonesia memiliki DNA yang spesifik dalam bidang kreativitas, karenanya di Indonesia banyak keanekaragaman seni dan budaya. Keragaman musik, keragama pakaian adat, keragaman syair menandakan bahwa kreativitas orang Indonesia sangat tinggi.
“Ajang Pimnas ini juga menjadi pembuktian bahwa mahasiswa-mahasiswa kita merupakan bibit-bibit unggul yang akan mampu merealisasikan Indonesia Emas sebagaimana dicita-citakan,” katanya.
Mahasiswa sebagai aset bangsa memiliki potensi yang besar untuk berkembang dan perlu secara dini digali kreativitasnya sebagai calon penerus dan pemimpin bangsa. Untuk itu diperlukan media dan forum kompetisi kreativitas dan komunikasi ilmiah diantara mahasiswa atau kelompok mahasiswa guna menampilkan hasil kreativitasnya.
Kegiatan ini memberi peluang kepada mahasiswa untuk memaparkan karya kreatif dan inovatif berupa presentasi, lomba poster, dan gelar produk yang dapat dipamerkan kepada masyarakat luas. Wadah ini memberi kesempatan lebih luas bagi perguruan tinggi untuk mengikuti kompetisi dan wahana belajar yang baik bagi mahasiswa Indonesia.
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) merupakan kegiatan puncak pertemuan nasional yang merupakan kreativitas dan penalaran ilmiah yang terjadwal secara akademik oleh perguruan tinggi dalam meningkatkan budaya kompetisi dan unjuk prestasi di kalangan mahasiswa yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kesepakatan pimpinan perguruan tinggi yang disetujui oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (D/h Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. (fmipa.ipb.ac.id)
Kapitalis Melahirkan Aset Korporasi!
Namun sayangnya pelaksanaan PIMNAS tersebut yang bertujuan untuk membangun aset negara namun disalah fungsikan menjadi kepentungan aset korporasi.
Dimana jargon besar pendidikan tinggi adalah Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), tak ayal pendidikan dan pembelajaran juga diselenggarakan dalam konteks menggerakkan interaksi kampus dengan dunia kerja demi kepentingan korporasi semata.
Pantaslah jika akhirnya makna pendidikan tinggi diraih mahasiswa harus bisa bekerja keras demi mendapatkan gelar sebagai pencetak industri.
Karena orientasi kapitalistik sejatinya bagaimana agar mahasiswa dididik untuk dijadikan tumbal korporasi semata, juga kian kental mewarnai cita-cita para mahasiswa selepas lulus nantinya.
Namun apa yang diming-imingkan untuk mahasiswa setelah lulus bisa menjamin mereka ketika di lapangan berorientasi kerja? Realitanya, setelah lulus memang para sarjana itu pasti langsung mencari kerja. Seolah kewajiban mencari nafkah itu otomatis berlaku ketika mereka sudah lulus kuliah.
Tak pelak, hal ini tentu menggeser fungsi pendidikan tinggi itu sendiri. Ironis sekali, jika menjadi mahasiswa hanya berpangkal pada cita-cita memperoleh pekerjaan yang dianggap prestasi yang diagungkan. Orang tua mereka pun acapkali tak kalah matrealistis. Ibaratnya, mereka sudah susah payah menyekolahkan anaknya setinggi mungkin, agar pada akhirnya bisa membantu ekonomi keluarga menghasilkan uang yang banyak.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa mahasiswa dicetak sebagai aset korporasi merupakan hasil pemahaman dari sitem kapitalis, serta lahan subur bagi propaganda ide-ide sekuler dan liberal. Tak heran, pendidikan tinggi telah menjadi alat penjajahan untuk mencapai tujuan-tujuan kapitalisme milik Barat.
Jelas sekali, pendidikan tinggi hari ini sedang dimanipulasi oleh agenda Barat. Jauh sekali dari nilai-nilai Islam. Sementara dunia Islam posisi mahasiswa bertujuan sebagai semata-mata aset negara.
Dalam pandangan Islam aset negara dimaksud adalah menjadikan pihak yang menghasilkan sumber daya manusia yang kapabel dalam melayani kebutuhan umat serta menghasilkan inovasi-inovasi mutakhir agar umat dapat memperoleh manfaat luas darinya.
Islam menjadikan tujuan mahasiswa pada hakikatnya hanyalah meraih ridha dari Allah semata yang merupakan sebagai aset tertinggi dalam hidupnya.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!