Kamis, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 23 September 2021 08:37 wib
4.678 views
Dihapusnya BOS, Dilema Pendidikan Indonesia
Penulis: Ummu Khansa
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) menerapkan aturan penghentian penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada sekolah yang jumlah muridnya kurang dari 60 siswa. Kebijakan tersebut diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler.
Kebijakan ini pun menuai pro-kontra. Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk mempertimbangkan aturan tersebut yang membatasi sekolah penerima BOS berdasarkan jumlah siswa di sekolah. (pikiran-rakyat.com, 08/09/2021)
Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang merupakan gabungan dari organisasi pendidikan di lingkungan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan juga organisasi pendirikan, menilai aturan terkait dasar perhitungan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler, yang salah satunya harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir, diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial. Aliansi menyatakan menolak aturan tersebut dan meminta pemerintah mencabut ketentuan tersebut. (republika.co.id, 05/09/2021)
Lumrah jika kebijakan ini memunculkan polemik. Jumlah anak didik yang semakin berkurang di lembaga-lembaga pendidikan tentu bukan tanpa sebab. Perkara yang seharusnya menjadi perhatian adalah sebab minimnya jumlah siswa di sekolah tersebut. Karena di sisi lain masih banyak anak usia sekolah yang tidak mengenyam pendidikan.
Tidak idealnya jumlah peserta didik di sebuah lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah fasilitas sekolah baik berupa bangunan sekolah, beserta fasilitas penunjang seperti perpustakaan, laboratorium dan lainnya masih banyak yang tidak memadai. Hal ini tentu menjadi pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihan lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka.
Selain itu persoalan keterjangkauan jarak, transportasi dan sulitnya medan untuk menuju sekolah juga menjadi masalah yang sering muncul di permukaan. Bahkan bagi sebagian masyarakat tertentu, para orang tua memilih tidak menyekolahkan anak-anaknya dan mempekerjakan mereka karena tuntutan ekonomi.
Menghentikan bantuan bagi sekolah yang jumlah peserta didiknya tidak memenuhi aturan tidak akan menyelesaikan persoalan pendidikan, bahkan memunculkan persoalan baru. Sekolah-sekolah tersebut akan tutup, siswa kehilangan harapan belajar, guru kehilangan pekerjaan, maka carut marut ekonomi akan semakin parah.
Kebijakan ini pun juga mengandung kesan adanya pilah-pilah dalam memberi bantuan. Hal ini menyadarkan kita atas kelemahan kapitalisme yang diterapkan saat ini. Sistem pendidikan saat ini yang berlandaskan sistem sekuler sudah menunjukkan ketidakmampuan menghadapi berbagai problematik pendidikan. Akibat penerapan sistem sekuler demokrasi, rakyat menjadi korban. Sistem buatan manusia, tentulah aturan yang lemah dan malah menambah beban masyarakat.
Ketika sistem kapitalisme sekuler nyata-nyata tidak bisa diharapkan, satu-satunya harapan kita adalah pada sistem yang sempurna, yang diciptakan Yang Mahasempurna, karena sudah dapat dipastikan dan tidak diragukan lagi sistem tersebut adalah sistem yang pasti sempurna, sistematis, integral, dan menjangkau seluruh aspek kehidupan.
Di dalam Islam, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Semua ini harus terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Kesempatan pendidikan secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin. Negara wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Hal ini karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat.
Sumber dana untuk memenuhi seluruh pelayanan oleh negara bukan perkara yang sulit karena dengan menjalankan hukum syariat dalam mengelola anggaran negara, baik sumber pemasukannya maupun pengeluarannya, negara memiliki sejumlah dana mencukupi bagi kehidupan masyarakat dalam negara, termasuk untuk pendidikan. Wallahu'alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!