Kamis, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Agutus 2020 18:45 wib
3.045 views
Setop Orientasi Untung dalam Kerjasama Vaksi Covid-19
Oleh:
Fita Rahmania, S. Keb., Bd. || Aktivis Fikrul Islam
GONG kerjasama vaksin Covid-19 antara Indonesia dengan perusahaan vaksin asal China mulai ditabuh. Dilansir dari detik.com, Indonesia sudah menerima 2.400 dosis vaksin Covid-19 dari China yang siap diuji coba ke manusia mulai Agustus 2020. Vaksin tersebut merupakan hasil riset dari Sinovac Biotech Co. yang merupakan perusahaan biofarmasi yang fokus pada penelitian, pengembangan, pembuatan, dan komersialisasi vaksin. Sinovac Biotech Co. berbasis di Beijing, China. Begitu sampai di Indonesia per 19 Juli kemarin, vaksin ini langsung diserahkan ke PT Bio Farma (Persero) untuk melalui tahap uji coba.
Saat ini, uji klinis vaksin buah kerjasama perusahaan Badan Umum Milik Negara (BUMN) tersebut dengan Sinovac tengah berjalan di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad). Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) telah menggelar imunisasi perdana, Selasa, 11 Agustus 2020. Sebanyak 20 orang relawan disuntik calon vaksin buatan Sinovac di Rumah Sakit Pendidikan Unpad di Bandung. Sebelumnya para relawan sudah melakukan serangkaian pemeriksaan demi terpenuhinya ketentuan uji klinis vaksin. Manajer Lapangan Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Eddy Fadlyana mengatakan pihaknya telah memeriksa 20 orang calon relawan yang akan divaksinasi Senin 10 Agustus 2020. Pemeriksaan kesehatan termasuk swab test. Berdasarkan taksiran tim riset antara 2-4 persen hasilnya berpotensi positif. (tempo.co)
Dirilis oleh kompas.com, Presiden Joko Widodo yang juga hadir dalam penyuntikan perdana vaksin covid-19 di Universitas Padjajaran, Bandung berharap uji klinis fase III vaksin Covid-19 asal China bisa selesai dalam waktu enam bulan. Dengan begitu, vaksin tersebut bisa segera diproduksi dan disuntikkan ke masyarakat pada Januari tahun depan. Presiden juga menambahkan meski dikembangkan oleh perusahaan biofarma asal China Sinovac Biotech Co., namun Jokowi memastikan vaksin itu akan diproduksi massal di dalam negeri. Jika terbukti dapat menangkal virus corona tanpa efek samping, produksi massal akan dilakukan PT Bio Farma. Menurut dia, perusahaan plat merah tersebut bisa memproduksi hingga 250 juta vaksin per tahun.
Sekertaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang mengungkapkan, dalam kerja sama dengan Sinovac, ada proses transfer teknologi. Dimana transfer teknologi yang dimaksud yakni dari downstream ke upstream (kompas.com). Dengan kata lain pihaknya masih sangat bergantung pada starter yang dibeli dari China. Sehingga selama negeri ini belum bisa menemukan vaksinnya sendiri, maka selama itu pula korporat asing akan terus memegang kendali. Dan pada akhirnya rakyatlah yang rugi. Suatu hari bisa saja vaksin tak lagi bisa didapatkan secara percuma karena fluktuasi harga yang bebas dimainkan oleh si pemilik bahan baku.
Oleh karenanya, kerjasama antara BUMN dengan perusahaan asing asal China ini perlu mendapat pengawalan ketat, sebab sangat rentan dikomersialisasi. Bukan hal baru bahwa vaksin memang telah jadi barang dagangan di seluruh dunia. Para kapitalis tak melewatkan apapun untuk dijadikan lahan bisnis di segala situasi, pun saat pandemi. Sebelumnya alat-alat medis sebagai persenjataan menangkal pandemi juga banyak diimpor dari negara lain.
Mindset bahwa negeri ini ‘tidak mampu’ harus dibuang jauh. Atau justru mindset ini sengaja dibuat sebagai dalih oleh segelintir pihak untuk menjadikan kepentingan umum demi meraup keuntungan pribadi?
Indonesia dengan sistem ekonomi kapitalisnya tentu tidak lepas andil dalam mensukseskan kepentingan kapitalis global. Salah satunya dengan keikutsertaannya dalam perdagangan vaksin skala internasional. Dan tanpa disadari rakyatlah yang dipaksa membeli. Apalagi vaskin adalah kebutuhan jangka panjang demi pencegahan wabah korona di kemudian hari.
Demikian cara pengusung sistem ekonomi kapitalis dalam mengurus kepentingan publik yang sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. Islam mewajibkan negara tidak menjadikan orientasi keuntungan sebagai pertimbangan dalam pengambilan suatu kebijakan, termasuk dalam hal penyediaan vaksin. Namun, harus berpaku pada kemaslahatan umum yang berfokus dalam pemilihan obat sesuai studi kelayakan dengan keamanan tanpa memerdulikan keuntungan materiil pihak tertentu.
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”
Islam telah membuktikan tajinya di sepanjang sejarah keemasannya. Sekarang saatnya kita mawas diri akankah tetap bertahan dengan kondisi seperti ini, jika racun kapitalis pun masih enggan dilepaskan.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!