Kamis, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Mei 2020 19:59 wib
3.537 views
Diterapkannya New Normal, Akankah Wabah Segera Berakhir?
Oleh:
Dina Aprilya
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
BEBERAPA hari lalu kita dikejutkan dengan istilah baru yang diluncurkan oleh pemerintah, yakni istilah ‘kurva landai’ dan ‘New Normal’.Apa itu New Normal? Apa yang harus dilakukan jika Indonesia menerapkan New Normal?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia akan memasuki tatanan kehidupan baru (newnormal). Masyarakat harus berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19. "Berdampingan itu justru kita tak menyerah, tetapi menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan kedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan ketat," kata Jokowi (Kompas.com, 25/5/2020).
Bahasan New Normal ini digulirkan pasca pemberitaan yang mengabarkan bahwa tingkat penyebaran Covid-19 di Indonesia mengalami kurva landai.Terlepas apakah data kurva landai ini valid atau tidak, sebaiknya kita perlu menelaah lebih dalam lagi apa sebenarnya yang ingin disampaikan pemerintah tentang kehidupan new normal ini. Konsep “new normal” atau “new normal life” atau “hidup berdamai dengan Covid-19” dan kaitannya dengan sejumlah karakter buruk peradaban kapitalisme yang sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia.
Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi (Tribunnews.com, 26/05/2020).
“PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja. Namun dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan.Untuk itu pasca pemberlakuan PSBB dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, perlu dilakukan upaya mitigasi dan kesiapan tempat kerja seoptimal mungkin sehingga dapat beradaptasi melalui perubahan pola hidup pada situasi Covid-19 atau new normal,” ujarMenteri Kesehatan Terawan Agus Putranto(Tribunnews.com, 26/05/2020).
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy, Endang Tirtana mengatakan, pandemi telah memukul perekonomian secara mendalam. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 terjun bebas dari kisaran 5 persen hanya tinggal 2,97 persen. Skenario terburuknya, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020 akan mencapai posisi minus.Dia mengungkapkan, sejak merebak di Wuhan pada bulan Januari, penurunan ekonomi sudah terjadi secara global. Sektor penerbangan dan pariwisata sudah mengalami pukulan telak. Ditambah dengan seruan bekerja dan beraktivitas dari rumah akibat PSBB, sektor konsumsi rumah tangga sebagai andalan pertumbuhan ikut tertekan (merdeka.com, 13/05/2020).
Dengan kata lain, masyarakat harus segera melakukan penyesuaian-penyesuaian agar tidak hidup dicekam rasa takut sehingga tidak produktif. Ini sekaligus menyiratkan bahwa untuk mengakhiri kebijakan pembatasan, tidak harus menunggu adanya vaksin.
Masyarakat diminta hidup berdampingan dengan virus Covid-19 tersebut. Yang dimaksud hidup berdampingan adalah menyesuaikan diri dengan keberadaan virus Corona.Pihak istana menjelaskan makna ‘hidup damai’ dengan Corona ini sebagai seruan agar masyarakat segera bersiap hidup normal di masa wabah. Seruan berdamai dengan Corona di tengah kondisi pemerintah belum mampu mengendalikan penularan penyakit dan menyiapkan sistem kesehatan yang memadai sama artinya dengan menghadap-hadapkan ratusan juta rakyat pada risiko mematikan penyebaran virus ini.
Saat ini angka korban terinfeksi semakin meninggi dan sebaran meluas, seharusnya Pemerintah mengoptimalisasi kebijakan pengetesan massal, pelacakan kontak dan isolasi terhadap mereka yang terinfeksi harus menjadi perhatian utama. Pemerintah yang memilih kebijakan PSBB –bukan lockdown– seharusnya menyadari bahwa potensi penularan masih dimungkinkan terjadi di mana-mana, karena PSBB tidak mewajibkan semua masyarakat diam di rumah dan menghentikan potensi sebaran virus.
Sementara rakyat yang telah rela berdisiplin di rumah dan konsumsi seadanya serta tenaga medis yang menjadi garda terdepan harus mengubur harapan akan tidak adanya tindakan optimal Negara untuk menghentikan ancaman virus ganasyang terus mengintai. Ini adalah hal yang menyakitkan bagi rakyat karena harus mendapati penguasanya berlepas tanggungjawab menjamin keselamatan jiwa rakyat. Keselamatan dari ancaman ganas virus dikembalikan pada ikhtiar individu rakyat untuk menjaga jarak dan kebersihan diri serta meningkatkan imunitas (herd immunity).
Berkebalikan dengan prinsip-prinsip Islam yang dijalankan oleh sebuah pemerintahan Islam. Islam memerintahkan penguasa menjadi penjamin keselamatan jiwa dan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu rakyat. Islam tidak membolehkan penguasa abai terhadap keselamatan jiwa apa pun alasannya. Pemerintah pun berupaya keras mencari vaksin Covid-19 dengan mengerahkan segenap sumber daya manusia dan lembaga riset yang dimiliki. Sembari menunggu vaksin Covid-19 yang baru ditemukan, pemerintah harus memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 (baik dampak langsung maupun yang tidak langsung), memenuhi kebutuhan pokoknya khususnya selama masa PSBB dan social distancing ini.
Maka kebijakan Negara di masa wabah semestinya berorientasi tertinggi menyelamatkan nyawa dan menghentikan kesengsaraan orang yang sakit maupun semua pihak yang terdampak.Bukan mengejar ‘maslahat’ pertumbuhan ekonomi, apalagi bila alasan itu terbukti ditunggangi nafsu kerakusan segelintir elit kapitalistik.Wallahu’alam bishawab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!