Ahad, 7 Jumadil Awwal 1446 H / 15 Desember 2019 21:45 wib
3.946 views
Masukan Terbuka untuk Pak Menag
Oleh: Athian Ali (Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia/FUUI)
Ketika Menteri Agama menyatakan "Saya bukan Menteri Agama Islam" terus terang saya angkat jempol, karena sejatinya Menteri Agama berkewajiban menangani dan mengayomi semua Agama yang diakui resmi oleh Negara, sehingga setiap warga negara memiliki peluang untuk dapat memahami dan melaksanakan ajaran agamanya.
Namun menyimak berbagai Peraturan Menteri Agama akhir-akhir ini, jempol yang semula saya angkat tinggi mengacung ke atas, kini menukik dengan sendirinya ke bawah.
Bagaimana tidak? Berbagai pernyataan, aturan dan "kebijakan" umumnya dinilai "Kurang bijak" bahkan "tidak tepat" oleh berbagai kalangan.
Para Ulama, pimpinan ormas-ormas Islam, haroqah, partai politik yang berbasis ummat Islam seperti PKS dan PKB dan juga bahkan tokoh-tokoh Islam yang selama ini dikenal berfikiran liberal dan sekuler sekalipun, ikut mengeritik pedas dan menuntut salah satu di antara peraturan yang membingungkan serta meresahkan ummat Islam, yakni PMA no 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim agar segera dicabut.
Wajar kiranya jika ummat kini balik berfikir dan bertanya, jangan-jangan pernyataan Pak Menteri Agama diawal pemerintahannya, bahwa yang bersangkutan bukan "Menteri agama Islam" hadir dalam mafhum "yang lain", karena terbukti kemudian "hanya ummat Islam" yang menjadi sasaran tembak, yang kini merasakan sesak nafas karena selalu disudutkan dengan berbagai tuduhan : "Terorisme, radikalisme, intoleran, dsb"
Juga hanya siswa-siswi Islam saja yang akan dibatasi haknya untuk mempelajari dan memahami sebagian dari ajaran agamanya, khususnya tentang jihad dan khilafah.
Padahal, jikalah benar ada beberapa orang dari ummat Islam yang kurang tepat dalam memahami apa yang dimaksud dengan Khilafah dan Jihad, apakah benar pemahaman yang kurang tepat itu mereka peroleh di bangku sekolah?
Lagi pula, bukankah akan lebih baik bila setiap-siswa siswi diberikan pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud dengan khilafah dan jihad, sehingga kelak para siswa tersebut tidak akan terpengaruh jika di luar sekolah ada yang mengartikan jihad dengan pemahaman yang sempit dan salah.
Akankah nanti siswa-siswi juga bakal dilarang untuk membaca Al Quran dan Al Hadist yang terkait dengan khilafah dan jihad?
Sebelumnya, ummat Islam sudah cukup diresahkan oleh isu radikalisme yang liar tanpa definisi yang jelas, sehingga hadir di tengah-tengah masyarakat bagaikan hantu yang tidak jelas wujud, bentuk dan rupanya, tapi sangat menakutkan.
Kendati akhirnya sedikit tampak jelas rupa dan bentuknya , ketika digambarkan dalam wujud pria bercelana cingkrang dan berjenggot serta wanita yang bercadar.
Radikalisme dalam wujud seperti ini, bukan hanya saja membingungkan ummat dan membuat gusar mereka yang megenakan ciri-ciri tersebut, tapi juga mengundang reaksi para Ulama yang tidak bercelana cingkrang dan berjenggot panjang serta isteri mereka yang tidak bercadar.
Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana mungkin ada sebuah aturan dibuat untuk membatasi hak setiap warga negara untuk melaksanakan ajaran agama yang diyakininya?
Sementara hak tersebut dijamin Undang Undang di Negeri ini ?
Karenanya, sebelum segala sesuatunya terlambat dan berakibat fatal, saya sampaikan saran dan masukan kepada Sdr. Menteri Agama sebagai berikut :
1. Agama bukanlah ilmu pengetahuan hasil nalar manusia yang bersifat nisbi yang mungkin benar dan sangat mungkin salah.
Agama merupakan "Manhaj al hayat" 'pedoman hidup' yang diturunkan Alloh SWT lewat Rasul-Nya sebagai "Hudan" - petunjuk - agar manusia menempuh jalan yang benar sehingga dapat menggapai kebahagiaan hidup dunia akhirat.
Karena bersumber dari Alloh SWT Yang Maha Tahu dan pemilik segala sifat Maha, maka kebenarannya bersifat absolut, mutlak wajib diyakini oleh setiap pemeluknya.
2. Misi utama Rasululloh adalah menyempurnakan akhlak manusia. Karenanya , dengan beragama seseorang akan memiliki akhlak mulia yang bermanfaat untuk dirinya, juga bagi keluarga masyarakat dan Negara. Karenanya, justru tugas Menteri Agama untuk mengantarkan setiap warga negara agar memiliki pengetahuan Agama yang kaafah dan mengamalkannya dalam kehidupan.
3. Agama adalah sesuatu yang sangat sakral bagi pemeluknya. Karenanya, dia harus ditangani oleh orang yang "beragama" dalam pengertian memahami, menghayati menjiwai ruh yang ada dalam ajaran Agama.
Adalah bijak, jika sdr Menteri Agama berhati-hati dalam menetapkan aturan dan kebijakan. Selemah apa pun seekor semut akan berusaha menggigit jika diinjak. Sesabar apa pun orang yang beragama menurut Prof. Din Syamsudin, bisa saja berubah menjadi radikal jika ia selalu merasa ditekan dan direnggut kebebasanya untuk beragama.
4. Seyogianyalah Pemerintah menciptakan suasana yang tenang dan kondusif di negeri ini.
Berdialoglah terlebih dahulu dengan para Ulama, pimpinan ormas-ormas Islam, sebelum menetapkan aturan yang terkait dengan hak warga negara untuk beragama di negeri ini, agar tidak membuat keresahan dan kegaduhan.
5. Para pemimpin yang adil adalah sosok manusia yang sangat dicintai Alloh SWT. Di Akhirat nanti mereka akan dimuliakan Alloh SWT sebagai kelompok pertama dari tujuh golongan manusia yang akan memperoleh perlindungan Alloh SWT.
Sebaliknya jika berbuat dzalim, maka kata Rasululloh SAW, mereka akan menjadi yang pertama pula dari enam kelompok ummat Islam yang masuk neraka jahannam tanpa hisab.
Selamat bertugas, semoga kehadiran saudara sebagai Menteri Agama kedepan bisa lebih bijak dan adil, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh semua orang yang beragama di Republik yang sama-sama kita cintai ini.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!