Sabtu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 21 April 2018 17:00 wib
6.992 views
Logika Sesat Kesetaraan Gender
Oleh: Chusnatul Jannah (Lingkar Studi perempuan Peradaban – LSPP)
Ada kalimat yang cukup menarik di tengah kerumunan kaum perempuan melakukan aksi peringatan Hari Perempuan Internasional pada kamis 08/03/2018. Kalimat itu berbunyi seperti ini, ‘Saya laki-laki pendukung kesetaraan, melawan kekerasan pada perempuan sama dengan membela kemanusiaan kita’.
Memang benar, kekerasan pada perempuan harus dilawan karena setiap tindak kekerasan tak dibenarkan. Yang menarik adalah isu tentang kesetaraan. Isu ini menjadi langganan kaum perempuan bicara perjuangan hak-hak mereka di berbagai bidang.
Wajar, bila yang berbicara kesetaraan adalah perempuan, namun bagaimana jadinya bila yang berbicara kesetaraan adalah laki-laki dimana kerap kali mereka dituding sebagai pelaku penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan?
Dikutip dari situs lakilakibaru.or.id disebutkan bahwa feminisme bukanlah tentang meninggikan perempuan, tetapi feminisme adalah tentang kesetaraan. Bagaimana laki laki perempuan maupun gender ketiga bisa memiliki ruang akses keadilan yang sama. Bagaimana definisi keadilan dari setiap subjek dapat bertemu dan terealisasi. Keadilan yang dimaknai mereka adalah kesamaan. Dengan kesetaraan itu diharapkan peran keduanya di segala bidang tak dibedakan. Namun apa jadinya bila kesetaraan itu dipukul rata pada semua peran mereka di sektor domestik maupun publik?
Islam tak mengenal istilah kesetaraan. Istilah itu hanya dikenal di dunia Barat yang memperlakukan perempuan mereka secara diskriminatif. Islam menganggap kaum perempuan dan laki-laki sama kedudukannya dilihat dari sifat manusia pada umumnya. Masing –masing dari mereka adalah ciptaan Allah yang dibebani tanggungjawab melaksanakan kewajiban dan menjauhi laranganNya.
Perbedaan mereka sebagai hamba adalah derajat takwanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala: ”Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia beriman, maka mereka masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”(TQS. An Nisa:124).
Islam mememandang laki-laki dan perempuan berbeda dilihat dari sifat khusus yang melekat pada mereka. Perbedaan itu diciptakan bukan berarti Islam tak adil dan diskrimanatif, namun untuk saling melengkapi. Adil tidak berarti sama. Keadilan dalam Islam adalah menempatkan segala hal sesuai porsinya secara proporsional.
Andaikan sifat-sifat khusus itu dibuat sama, lalu apa gunanya manusia diciptakan dari dua gender yang berbeda? Jika tak ada beda diantara keduanya, tak ada guna pula Allah menciptakan dua jenis manusia di dunia.
Oleh karenanya, tujuan mereka diciptakan berbeda adalah agar berjalan di muka bumi ini sesuai fitrahnya. Ketika fitrah itu berjalan, peran mereka seimbang. Menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis hak dan kewajiban sama halnya melanggar fitrah. Karena keduanya memiliki perbedaan mendasar.
Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Begitu pula dilihat dari sifat, karakter, kemampuan akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda. Memukul rata perbedaaan dasar dengan konsep kesetaraan feminisme justru menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan. Apalagi tabiat perempuan itu mengandung, melahirkan, menyusui, lemah lembut, dan mengalami menstruasi, sementara laki-laki tidak.
Sedang tabiat laki-laki adalah memimpin. Diantara ketetapan syariat yang Allah khususkan bagi laki-laki tentang kepemimpinan disebutkan dalam firman Allah, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa`: 34).
Peran ini dibebankan kepada laki-laki sesuai tabiat dan kemampuan mereka. Memaksakan peran yang tidak sesuai dengan tabiat dasar keduanya adalah bentuk ketidakadilan.
Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid berkata, “Bertolak dari perbedaan mendasar ini, sejumlah hukum-hukum syariat ditetapkan oleh Allah yang Mahaadil dengan perbedaan-perbedaan pula. Sebagian hukum, kewajiban, hak dan peran yang disyariatkan oleh Allah dibedakan sesuai dengan kemampuan masing-masing dari keduanya tadi. Tujuannya adalah, agar keduanya saling melengkapi satu sama lain dan dengannya hidup ini dapat berjalan sempurna, harmonis dan seimbang.”
Dari sini jelas, bahwa konsep kesetaraan bertentangan dengan Islam. Tak layak diambil, diterapkan, dan disebarluaskan. Islam hanya mengenal konsep keadilan bukan kesetaraan.
Sejatinya, ide kesetaraan hanya akan mengacak-acak penciptaan yang sudah Allah tetapkan sedemikian rupa untuk umat manusia. Ketika ketetapan ini dicampuri dengan pemikiran dan tangan manusia, maka yang terjadi adalah masalah. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!