Selasa, 16 Jumadil Awwal 1446 H / 15 Desember 2015 12:36 wib
7.447 views
Tahun Baru, Ajang Pemborosan Setiap Akhir Tahun
Oleh: Rohmat Saputra
Sahabat VOA-Islam...
Tak terasa sudah hampir dipenghujung akhir tahun masehi 2015. Seperti berasa baru kamarin januari, kini telah berada diujung tahun. Namun ada suatu yang harus diketahui disetiap akhir tahun ini, khususnya kita sebagai muslim dan menjadikan Islam bukan hanya sekedar agama. Adalah perayaan tahun baru, sebuah budaya yang menjadi mainstream ditengah-tengah kaum muslimin.
Kini, budaya itu seolah berubah menjadi hal yang jika tidak dilakukan sebagian kaum muslimin hari ini seperti ada yang kurang lengkap. Padahal tahun baru adalah budaya impor dari barat. Ditambah lagi adanya segudang pemborosan dimalam pergantian tahun tersebut.
Sehari sebelum hari H, terkadang masyarakat muslim “bela-belain” untuk beli yang namanya mercon, kembang api dan terompet. Bahkan besarnya uang yang dikeluarkan bukan menjadi masalah asal perayaan tahun baru tidak terlewatkan. Dan para penjual dadakan pun menjamur dimana-mana. Ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan dari dua belah pihak.
Inilah kehinaan kaum muslimin setiap akhir tahun masehi. Sesungguhnya kaum muslimin dimuliakan dengan Islam. Tapi anehnya, justru pemeluk Islam mencari kemuliaan diluar Islam dengan mengikuti budaya dan tradisi orang-orang barat. Benar apa yang dikatakan Umar bin Khttab.
“Sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya.”
Tapi apa yang terjadi? Setiap tahun berjuta-juta kaum muslimin seolah menjeburkan diri dalam kehinaan. Membeli kembang api dan “bela-belain” bangun tengah malam jam 12, atau dari petang begadang hingga pagi demi menyaksikan pergantian tahun. Maka mereka yang merayakan itu sama saja melakukan pemborosan dari berbagai aspek. Dari segi uang menjadi hal yang pasti. Kemudian dari segi waktupun tidak bisa mengelak. Kaum muslimin hari ini telah terjebak dalam rutinitas pemborosan setiap tahun.
Padahal Allah telah mengingatkan kepada kita untuk tidak bersikap boros. Karena orang yang boros adalah saudaranya syetan.
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
dan jangan sekali-sekali bersikap tabdzir, sesungguhnya orang yang suka bersikap tabdzir adalah teman syetan.” (QS. al-Isra’: 27)
Pasti kita tidak mau kalau Syetan menjadi teman kita. Tapi kenapa kita suka boros walaupun hanya setahun sekali? Alangkah baiknya jika uang itu tidak “dibakar” dengan membeli kembang api, dan tidak “ditiup” dengan membeli terompet. Alihkan uang itu kepada sesuatu yang lebih bemanfaat untuk dunia dan akherat.
Guys, Beberapa abad yang silam Rosulullah mewanti-wanti agar kita tidak ikut budaya orang kafir. Sebuah pernyataan beliau yang terbalut sunnah ini menjadi bukti bahwa hal budaya tidak bisa sekedar basa basi, apalagi tawar-menawar.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)
“Kaku lo, kolot lo.. gak ikut perkambangan zaman!” Oke guys, ini bukan masalah perkembangan zaman. Ini adalah sebuah prinsip Islam yang masuk ranah aqidah. Masa aqidah kita gadai hanya gara-gara “ngerayain” budaya kafir? Padahal dalil diatas sudah sangat jelas bahwa kalau kita meniru dan ikut-ikutan budaya mereka, tanpa sadar kita juga “gak” jauh beda dengan mereka. Walaupun shalat kita rajin, sedekah bajibun rutin tiap hari, tapi setiap akhir tahun merayakan tahun baruan, maka bisa diprediksi kalau ada yang lecet dalam aqidah kita.
Selayaknya nama muslim jangan seolah menjadi stiker yang hanya ditempelkan saja pada diri kita. Tapi jadikan label muslim sebagai jalan kemuliaan dan menentang semua segala budaya diluar Islam. Islam terlalu mulia disetarakan dengan tradisi para penghamba patung dan manusia. Dan tradisi mereka terlalu hina bercampur ditengah kaum muslimin.
Sudah semestinya kita rubah budaya yang kerap dilakukan setiap tahunnya untuk intropeksi diri. Apa yang sudah kita lakukan tahun sebelumnya dalam amal ibadah? Apa ada peningkatan didalamnya? Jika meningkat, kita naikkan lagi kwalitas ibadah. Jika nilai ibadah menurun, maka tidak ada alasan lagi untuk tidak meningkatkannya. Karena kita tidak tahu apakah masih bertemu dengan tahun setelahnya. Bahkan tidak ada seorang pun yang menjamin besok kita masih hidup.
Selain intropeksi, diawal tahun nanti, bisa mengisi waktu kosong dengan mengikuti acara positif. Seperti menghadiri kajian untuk memperkaya khazanah Islam dan membantu dalam mempertebal iman kita.
Jadi, katakan “no tahun baruan”. Kita jaga iman kita, dan muliakan indentitas kita sebagai muslim. Jadikan awal setiap tahun untuk melangkah ketahun setelahnya dengan banyak intropeksi dan meningkatkan amal ibadah. Wallahu a’lam bisyowab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!