Sabtu, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Oktober 2015 08:55 wib
7.206 views
Televisi: Dulu Tontonan Kini Tuntunan
Oleh : Fatkur Rohmah, S.Pd
Guru MAN 2 Bojonegoro
Sebagai orang tua saya makin pusing dengan tayangan televisi. Bagaimana tidak, sinetron-sinetron yang tak layak tonton bertebaran di berbagai stasiun televisi. Selain tidak mendidik sinetron-sinetron itu justru berpotensi untuk merusak pemikiran, akidah dan akhlak penontonnya, terutama bagi remaja dan anak-anak yang kondisinya masih sangat labil. Sinetron yang ada terlalu mendramatisir tokoh antagonis.
Peran tokoh jahat benar-benar dibuat akting sangat jahat, menghalalkan segala cara untuk meraih tujuannya, mengumbar kebencian dan permusuhan. Di sisi lain, mereka juga mengumbar mimpi, kemewahan dengan menampilkan rumah-rumah bak istana, mobil mewah, kehidupan glamour, dan hobby shopping. Belum lagi sinetron yang berbau tahayyul dan khurofat yang turut merusak akidah umat Islam. Bertubi-tubi tayangan seperti itu membombardir hampir sepanjang waktu serta disiarkan oleh banyak channel. Ini semua akan berakibat menumbuhsuburkan watak anti sosial kepada publik serta menebarkan virus gaya hidup hedonis bagi pemirsanya.
Sebagai seorang guru saya juga merasa sangat prihatin terhadap para anak didik yang ketika di sekolah mereka digembleng persiapan menghadapi Ujian Nasional mulai dari Try Out, Ujian Sekolah, ujian praktek, pelajaran tambahan, klinik bidang studi, dan jadwal pembelajaran yang padat. Sesampainya dirumah, di depan kotak ajaib justru disuguhkan sinetron yang menggambarkan sosok seusia mereka dengan warna seragam abu-abu, tidak nampak kepenatan sedikit pun karena jadwal belajar.
...Selain tidak mendidik sinetron-sinetron itu justru berpotensi untuk merusak pemikiran, akidah dan akhlak penontonnya, terutama bagi remaja dan anak-anak yang kondisinya masih sangat labil...
Mereka memang berseragam sekolah, di area sekolah juga, tapi tidak nampak secuil pun gambaran suka duka dalam belajar, bersaing dalam meraih nilai maksimal di ujian. Yang ada hanya suka duka dan perjuangan dalam meraih cinta serta seputar pacaran, konflik, salah paham, romantisme, dan hingar bingar kehidupan remaja. Sangat kontras dengan aktivitas nyata mereka saat ini.
Akibatnya muncul kejenuhan, kebosanan, kemalasan melanda anak negeri untuk belajar serius. TV yang mereka tonton, menuntun mereka untuk selalu hidup happy dengan pacaran. Lebih berbahaya lagi jika remaja kita copy paste dari yang mereka tonton dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal pacaran. Akhirnya tumbuh kesan bahwa remaja tanpa pacaran bukanlah remaja yang sebenarnya.
Sebagai seorang Ibu, saya pun hanya bisa menahan kesedihan yang mendalam tatkala memperhatikan tayangan yang dibintangi oleh anak-anak. Tayangan yang notabene spesial disajikan untuk anak-anak usia golden age, justru menyuguhkan hal-hal yang tidak rasional dalam batas kemampuan berpikir anak. Seperti gambaran anak seusianya bisa terbang tanpa pesawat, bisa berubah bentuk jadi dewasa dalam sekejap, mampu mengalahkan puluhan orang dewasa dengan ilmu kanuragan, bisa menempuh perjalanan jauh dengan cukup menghilang “cling” sudah sampai, bisa sakti tanpa belajar dan tanpa sekolah.
Ada juga tayangan anak yang bersahabat dengan jin, bisa meminta bantuan apapun kesulitannya terhadap jin kesayangan, bahkan sang jin bisa mengerjakan soal matematikanya. Tak heran ketika tetangga saya menanyai anaknya yang sakit minta dibelikan apa nak? Dengan lugu si anak menjawab “minta dibelikan jin atau peri”. Ini sangat membahayakan perkembangan pola pikir anak, karena harusnya seorang anak muslim memahami bahwa haram berinteraksi dengan jin apalagi meminta bantuannya. Banyak juga episode yang menampilkan seorang anak usil terhadap guru, berani menentang orang tua, mengancam akan melakukan bunuh diri jika keinginannya tidak dituruti.
...Tayangan yang notabene spesial disajikan untuk anak-anak usia golden age, justru menyuguhkan hal-hal yang tidak rasional dalam batas kemampuan berpikir anak...
Belum lagi tayangan yang menyuguhkan adegan kekerasan baik dibintangi bocah maupun tokoh kartun serta seabreg lagi tingkah polah anak-anak di TV yang sangat tidak mendidik bahkan mementahkan upaya orang tua dalam mendidik moral dan akhlak anaknya. Akibatnya sangatlah wajar ketika kian hari kita menyaksikan anak-anak masa kini sudah jauh dari sifat tawadhu’ kepada orang tuanya, hormat terhadap yang tua kian terkikis, rasa sayang kepada yang lebih muda juga nyaris lenyap, akibat tontonan yang berhasil menjadi tuntunan.
Saya yakin keuntungan finansial yang luar biasa pasti diraih oleh pihak yang terlibat misalnya para pemilik modal, pemilik televisi serta insan perfilman karena banyaknya iklan pendukungnya. Namun mestinya semua pihak itu juga memposisikan diri sebagai orang tua. Berfikir juga apakah tayangan ini baik untuk anak-anak, mendidik ataukah tidak, dan dampak yang ditimbulkan jika ditonton para remaja. Selain itu juga harus mempertimbangkan berpahala atau tidak serta pertimbangan lain yang lebih manusiawi dibanding hanya keuntungan materi semata.
Sebagai orang tua kita memang bisa berusaha secara pribadi dan keluarga melindungi akidah dan akhlak anak dari tayangan negatif televisi. Misalnya saja dengan cara melarang anak-anak menonton film yang tidak bermutu, memilihkan siaran yang baik dari sekian banyak pilihan yang hampir tidak ada baiknya untuk anak, atau bahkan secara ekstrem tidak memiliki TV di rumah. Sebagai gantinya kita sediakan CD player dan membelikan kaset yang mendidik. Pertanyaannya, mampu bertahan berapa lama ini semua? Bisakah kita memastikan anak tidak nonton di tetangga? Apakah anak bisa menerima dengan batasan yang diberikan orang tua seperti itu atau bahkan mereka justru menganggap ini kebijakan yang kaku dari orang tuanya?
Ya, rakyat hanyalah pihak yang lemah, upaya pribadi sulit untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Rakyat membutuhkan tayangan yang berkualitas, bermutu, bermoral, yang bisa turut membantu mengemban amanah Allah dalam mendidik anak sebagai generasi penerus masa depan. Karenanya kami berteriak minta tolong ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih ketat dalam memfilter tayangan televisi, serta pihak-pihak yang berwenang menyiarkan acara TV agar segera bertobat sebelum terlambat. Ini semua demi terlahirnya generasi taat yang mampu menyelamatkan orang tua dan umat. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!