Kamis, 1 Sya'ban 1446 H / 14 April 2011 11:12 wib
2.701 views
Dua Cacat Gedung DPR Baru Dibongkar ICW
JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Indonesia Corruption Watch (ICW), pegiat antikorupsi, menduga ada pembengkakan dana (markup) dalam proyek gedung baru DPR. Dugaan markup itu sebesar Rp 602 miliar dari nilai proyek senilai Rp 1,1 triliun itu.
Menurut Koordinator Pengawasan dan Analisa Anggaran Korupsi Politik ICW Firdaus Ilyas, angka itu setelah ICW melakukan penghitungan berdasarkan standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007. ”Mengacu pada peraturan itu, dana yang dihabiskan hanya Rp 535 miliar. Jadi diduga ada pemborosan Rp 602 miliar,” kata Firdaus saat konferensi pers di kantornya, kemarin.
Firdaus menjelaskan, menurut versi ICW, dalam penghitungan itu total kebutuhan ruang pada gedung baru itu mencapai 79.767 meter persegi dan hanya 18 lantai. Harga bangunan per meter persegi sebesar Rp 1,52 juta. Namun, Firdaus melanjutkan, perincian yang dikeluarkan Sekretariat Jenderal DPR, tiap anggota Dewan mendapat jatah ruangan seluas 111 meter persegi. Harga bangunannya sebesar Rp 1,7 juta. Serta, gedung baru itu akan berdiri setinggi 36 lantai.
Dengan penghitungan itu, ICW menilai, proyek itu sarat dengan pemborosan. Karena itu, ICW meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk terlibat mengawasi proses pembangunan gedung baru DPR itu.
ICW juga menilai proyek gedung baru itu diduga melanggar prosedur. Menurut Ade Irawan, anggota ICW lainnya, seharusnya Dewan berkonsultasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan meminta persetujuan Kementerian Keuangan. "Tidak bisa seenaknya membangun gedung baru," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Proyek gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) senilai Rp 1,1 triliun terus berlanjut. Keputusan itu diambil dalam rapat konsultasi antara pemimpin DPR, fraksi, dan Badan Urusan Rumah Tangga DPR pada Kamis lalu. Hasil rapat konsultasi, mayoritas fraksi menyatakan setuju. Hanya dua fraksi yang tidak setuju yakni Partai Amanat Nasional dan Partai Gerindra. Meski disetujui, penolakan dari berbagai elemen masyarakat terus bergulir.
Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) dua hari yang lalu menggugat DPR ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tak hanya FITRA, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga akan mengugat DPR. Menurut Wakil Ketua YLBHI Alvon Kurnia, gugatan akan diajukan jika DPR tidak mengindahkan somasi yang mereka layangkan beberapa hari lalu. ”Kami serentak akan mengajukan gugatan di 15 kantor YLBHI yang tersebar di seluruh Indonesia," kata Alvon saat dihubungi kemarin.
Menanggapi tudingan ICW, Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Saleh hanya mengerutkan dahi. Dicegat wartawan di depan kantornya, Nining hanya melontarkan jawaban singkat. “Masa sih? Enggak mungkin lah,” ujarnya. Meski begitu, Nining mempersilakan mengajukan keberatan. ”Ajukan saja data-data itu kalau memang ada penyimpangan,” ujar dia.
Sebelumnya, ICW melansir, ada dua cacat dalam proses pembangunan gedung baru DPR. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan menyebutkan, dua cacat tersebut adalah cacat prosedur perencanaan dan cacat anggaran.
Ia memaparkan, dalam perencanaan gedung baru pemerintah, seharusnya melakukan konsultasi mengenai desain dan perincian kebutuhan gedung dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat justru melakukan hal sebaliknya. Tahapan lelang dan desain perencanaan sudah terlebih dahulu dibuat untuk pelaksanaan pembangunan gedung. Hal ini, menurut Ade, melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45 Tahun 2007 tentang Pembangunan Gedung Negara.
Dalam aturan itu terdapat asas pembangunan gedung negara yang seharusnya hemat, efektif, efisien, terarah, dalam merencanakan pembangunan gedung.
"Mereka melakukan ini secara diam-diam, tidak ada transparansi dan sosialisasi yang terperinci pada masyarakat. Tahu-tahu sudah ada tahap pelelangan dan sayembara. Tidak mengikuti mekanisme prosedur yang berlaku. Sekarang baru mau konsultasi dengan Kementerian PU. Itu, kan, sudah melanggar peraturan," ungkap Ade Irawan, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan.
Sementara itu, dari sisi perencanaan anggaran, menurut Ade, sudah selayaknya dikonsultasikan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini untuk menyinkronkan antara kebutuhan ruangan dan harga yang sepadan. Selain itu, juga untuk mencegah terjadinya biaya yang berlebihan, layaknya versi DPR yang mencapai Rp 1,138 triliun.
Ade mempertanyakan, apakah DPR sudah melaksanakan proses tersebut, jika melihat besaran anggaran yang fantastis hanya untuk bangunan pemerintah.
Cacat dalam anggaran, papar Ade, semakin terlihat jelas setelah ICW menghitung sendiri kebutuhan ruang dan anggaran berdasarkan peraturan menteri tersebut. Dari perhitungan ICW, diduga terjadi mark-up sebesar Rp 602 miliar. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan harusnya pun tidak sampai bernilai triliunan rupiah, tetapi hanya mencapai lebih kurang Rp 500 miliar.
"Jika rencana anggaran ini tidak diaudit, siapa yang bisa menjamin, ada yang berharap dapat fee dalam bentuk tidak langsung dari para vendor penyedia jasa. Bisa juga ada terjadi potensi korupsi dalam pengadaan anggaran ini," ujarnya.
ICW menyatakan, jangan sampai para wakil rakyat tersebut menyalahi aturan untuk menutupi penyimpangan yang terjadi dalam rencana gedung baru DPR. ICW tetap akan menjalin kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksaan Keuangan untuk menyelidiki anggaran gedung baru.
"Kami tetap akan standing bersama rakyat untuk melakukan penolakan gedung baru. Kami mengatakan terjadi pelanggaran prosedur bukan berarti gedung itu dilegalkan untuk tetap dibangun dengan perbaikan prosedur," tukas Ade. (fn/tm/km) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!