Sabtu, 18 Jumadil Awwal 1446 H / 28 September 2019 22:47 wib
9.927 views
Efek Akad Kerja Tak Jelas: Bukan Urusan Saya
Oleh: Muzsuke Abdillah
Di era kapitalis saat ini, sangat disayangkan sekali bahwa masyarakat kita, khususnya kaum muslimin sendiri, menjadi antipati terhadap aqad kerja. Padahal, aqad kerja adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh para pekerja.
Bisa jadi, ini juga menimpa kita dan orang-orang di sekitar kita. Akibat sistem rusak yang diterapkan, akhirnya para pekerja, para pemilik usaha dan penguasa banyak yang zhalim dan tidak memenuhi aqad kerja yang telah disepakati. Atau, para pemimpin dan wakil rakyat yang justru menyalahgunakan amanat dari rakyat.
Contoh tentang jam kerja, bukankah di awal para pekerja dan pemilik usaha itu telah menyepakati bersama? Misal, jam kerja mulai dari pukul 8 pagi sampai dengan pukul 4 sore, maka hal ini haruslah dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Jika si pekerja memiliki suatu hal yang membuatnya tidak bisa datang tepat waktu, maka ia wajib meminta izin pada si pemilik usaha. Atau jika si pekerja memiliki aktivitas yang membuatnya harus meninggalkan tempat kerja untuk beberapa saat, maka iapun wajib meminta izin pada si pemilik usaha.
Jangan karena si bos tidak di tempat, jadi kita bisa seenaknya meninggalkan jam kerja. Jika kita seenaknya meninggalkan jam kerja, berarti kita telah berbuat zhalim dan tidak memenuhi aqad kerja. Jangan salah, tak memenuhi aqad yang telah disepakati bersama bisa mendatangkan dosa, lhoo.
Dalam hal ini, penguasa menjadi pihak pekerja. Mereka digaji oleh rakyat untuk mengurusi hajat hidup rakyat dalam negara. Maka, sudah sepatutnya mereka memenuhi aqad-aqad kerja yang telah ditetapkan, jangan malah lalai hanya karena diberi jabatan sebagai "pemimpin".
Adapun bagi si pemilik usaha, jika karyawan kita jam pulangnya melebih aqad, misal harusnya pulang jam 4 sore tapi pekerjaan baru selesai jam 4.30 sore, maka pemilik usaha wajib membayar kelebihan jam kerja karyawannya, kecuali jika si karyawan ikhlas.
Jika tidak membayar kelebihan jam kerja dan karyawan kita tidak ikhlas, maka si pemilik usaha berdosa karena telah tidak memenuhi aqad yang telah disepakati bersama.
Contoh lain, misalkan kita mempekerjakan seseorang dengan aqad "menjaga toko", maka seharusnya si karyawan ini hanya melakukan aktivitas menjaga toko dan tidak dibebankan untuk melakukan hal lainnya. Jangan suruh ia mencuci, memasak, atau menjaga anak. Sebab di awal, aqad yang telah disepakati bersama hanyalah menjaga toko.
Jika si karyawan ini kita bebankan pekerjaan lain di luar aqad, maka haruslah kita ganti upahnya di luar aqad. Sebab jika karyawan tak ridho dengan amanah kerja yang di luar aqad itu, maka si pemilik usaha telah berbuat zhalim karena menyalahi aqad kerja.
Kenyataannya saat ini, banyak dari kalangan kaum muslimin sendiri yang tidak memahami aqad kerja, sehingga mereka berlaku seenaknya, baik dari pihak si karyawan maupun dari pihak si pemilik usaha.
Coba saja lihat di sekeliling kita, atau barangkali di tempat kita bekerja juga ternyata banyak aqad yang tidak terpenuhi. Padahal seorang muslim wajib memenuhi aqad yang telah disepakati bersama.
Hal ini terjadi sebab kaum musliminnya banyak yang telah jauh dari Islam. Standar yang digunakan dalam hidup mereka hanyalah manfaat dan bukan halal haram, sehingga mereka seenaknya dalam melakukan aktivitas apapun dalam hidupnya.
Oleh karena itu, perlu edukasi pada masyarakat agar mereka tak lagi berbuat zhalim dalam rangka aqad kerja. Dan agar masyarakat tak semakin rusak, mereka haruslah menjadikan hukum syara' sebagai standar hidupnya.
Mengingat menyalahi aqad kerja ini telah menyentuh hampir di seluruh lapisan masyarakat, maka sebaiknya negara turun tangan dalam mengedukasi masyarakat. Bila perlu, negara harus memberi sanksi pada para pemilik usaha yang telah banyak menzhalimi para pekerja, terutama para industri besar yang sering kita dengar beritanya banyak menzhalimi para pekerjanya.
Atau pada para pejabat negara yang suka mangkir dari jam kerja sesuka hati mereka, mereka perlu diberi sanksi dan edukasi agar tak menyalahi aqad kerja, agar mereka tak zhalim dan tak mendapatkan dosa.
Jangan sampai ada kejadian seorang pemimpin yang jika ditanya tentang masalah dalam negerinya, lalu ia menjawab "bukan urusan saya". Lantas, bagaimana ia bisa memenuhi amanat rakyat dan memenuhi aqad kerja jika ia saja tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Seandainya hukum syara' dijadikan standar kehidupan bagi masyarakat, dan diterapkan dalam sistem tata negara, pastilah kezhaliman semacam menyalahi aqad kerja dapat ditekan seminimal mungkin sebab taqwa akan menjadi penjaga bagi individu masyarakat untuk tak berbuat zhalim. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!