Selasa, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 18 Februari 2020 18:41 wib
4.790 views
Aborsi: Komplikasi Kronis Kapitalisme-Sekuler
Oleh:
Ifa Mufida, Pemerhati Masalah Sosial
TERUNGKAPNYA praktek aborsi ilegal sejatinya adalah satu dari sekian problematika rusak yang ada di masyarakat. Sebagaimana dilansir Detik News 15 Februari 2020, "Berbekal informasi masyarakat dan promosi via website, polisi mengungkap klinik aborsi ilegal di Senen, Jakarta Pusat (Jakpus). Fantastisnya, jumlah bakal bayi yang sudah diaborsi di klinik ini mencapai 903 janin, padahal klinik ini baru beroperasi selama 21 bulan.
Lebih lagi, keuntungan yang diraup dari bisnis ilegal yang tak berperikemanusiaan ini mencapai Rp 5,5 miliar. Polisi menangkap dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni MM sebagai dokter, RM sebagai bidan, dan SI sebagai tenaga kesehatan. MM, RM dan SI tak bekerja sendirian. Mereka diduga terkoneksi dengan 50 bidan dan dokter nakal serta ratusan calo untuk menggaet pasien (detiknews.com).
Klinik aborsi ilegal tersebut sudah beroperasi sejak 2018 silam. Dari tahun itu sudah ada 1.632 wanita yang mendaftar untuk melakukan aborsi. Mereka yang datang itu kebanyakan karena beralasan hamil di luar nikah, gagal program keluarga berencana (KB) dan tidak boleh hamil di tempat kerja (merdeka.com).
Dari hasil penyelidikan, klinik ini menyediakan jasa aborsi dengan tarif bervariasi mulai dari Rp 1 hingga 15 juta. Contohnya, biaya menggugurkan janin berusia satu bulan Rp 1 juta, janin dua bulan Rp 2 juta dan untuk yang berusia tiga bulan Rp 3 juta. Di atas itu Rp 4 juta sampai 15 juta. Selain peralatan medis, buku catatan pasien dan sejumlah obat-obatan yang disita sebagai barang bukti, polisi turut mengamankan dua janin berusia 6 bulan yang sudah diaborsi. Saat ini penyidik sedang mendalami ke mana ratusan janin itu dibuang oleh ketiga tersangka. Namun berkaca dari kasus-kasus serupa sebelumnya, pelaku aborsi kerap mengubur hasil kejahatannya di dalam septic tank (detikNews.com).
Aborsi, Komplikasi Kronis Kehidupan Kapitalisme-Sekuler
Miris, betapa kehidupan masyarakat saat ini sedang diliputi kerusakan yang nyata. Pada kasus aborsi ini, setidaknya ada dua pihak yang perlu kita cermati.
Pertama, mereka pelaku yang melakukan proses aborsi yakni tenaga medis yang melakukan aborsi sebagai pelaku utama ataupun mereka yang berlaku hanya sebagai calo. Seharusnya mereka terikat dengan keilmuan dan sumpah profesi mereka. Nyatanya demi materi, ilmu dan sumpah yang terucap dibuang di tempat sampah. Padahal di sisi medis, sangat jelas mana aborsi terapeutik dan aborsi di luar itu, mana aborsi atas indikasi medis dan mana aborsi yang tidak diperbolehkan. Demikianlah sistem kapitalis sekuler yang diterapkan di negeri ini sukses melahirkan manusia-manusia rakus dan gila harta tanpa takut dosa. Mereka berani menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan, ya salah satunya dengan bisnis ilegal klinik aborsi ini.
Kedua, mereka adalah pihak yang menginginkan janin mereka diaborsi. Sungguh mereka telah mengingkari janin akibat perbuatan mereka dan atas karunia Allah SWT. Sedang maraknya kasus aborsi karena kehamilan di luar nikah adalah wujud rusaknya kehidupan masyarakat saat ini yang melegalkan seks bebas. Aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) adalah buah dari kehidupan yang liberal. Laki-laki dan perempuan boleh melalukan free sex tanpa ikatan perkawinan. Ketika terjadi kehamilan, aborsi seolah menjadi pilihan utama untuk menghindari tanggung jawab.
Terlebih menurut hukum Indonesia, hubungan seks di luar pernikahan bukan termasuk perkara pidana. KUHP menyebut perzinaan, jika salah satu atau kedua pelaku sudah menikah. Jika keduanya belum menikah dan melakukan hubungan seks maka bukanlah pelanggaran hukum. Semua didasarkan atas asas kebebasan berperilaku, atas hak asasi manusia (HAM). Ironi, inilah sistem kapitalis-demokrasi telah melahirkan kehidupan yang rusak.
Sedang pandangan hukum Indonesia untuk kasus aborsi, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan bahwa aborsi adalah pembunuhan berencana. "Tapi membunuh secara berencana bayi 1 menit setelah dilahirkan, dan bayi 1 menit sebelum dilahirkan, ternyata punya konsekuensi berbeda. Pembunuhan berencana diancam sanksi maksimal hukuman mati, sedangkan aborsi cuma dihukum maksimal 10 tahun," (Warta Kota, 17/2/2020).
Islam Menyelesaikan Maraknya Kasus Aborsi
Maraknya kasus aborsi, bukan sekedar masalah dilakukan oleh klinik legal atau ilegal. Karena kalau hal ini yang dipermasalahkan maka bisa jadi "aborsi legal" akan dipaksakan sebagai solusi terhadap perilaku aborsi. Dengan dalih, menjaga kesehatan reproduksi akibat buruk aborsi ilegal maka haruslah dibuat regulasi legalitas aborsi. Hal ini sudah lama digodog di Indonesia, menyusul negara barat yang sudah banyak melegalkan perbuatan ini.
Lebih dari itu, permasalahan aborsi yang merajalela harus ada solusi yang tuntas dari akarnya. Terlebih bagi Indonesia sebagai negeri mayoritas muslim harus mengobati kerusakan kehidupan ini yang sudah komplikatif dengan mengembalikan tata kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Sekaligus membuang jauh tata kehidupan kapitalisme-sekuler yang nyata menimbulkan kerusakan demi kerusakan.
Islam bukan sekedar agama ritual tetapi juga ideologi yang memilki seperangkat aturan lengkap yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam juga senantiasa bisa menyelesaikan berbagai problematika kehidupan, termasuk dalam mengatasi kasus maraknya aborsi. Solusi tuntas tersebut meliputi beberapa hal berikut.
Pertama, setiap individu akan ditanamkan akidah Islam. Proses penanaman aqidah di lingkungan rumah dan didukung dengan sistem pendidikan Islam. Dengan demikian, akan tertanam kuat keimanan di dalam diri mereka. Mereka akan senantiasa takut kepada Allah bahkan tidak akan berani melakukan maksiat.
Kedua, Islam akan menerapkan sistem pergaulan Islam baik di sekolah maupun masyarakat. Masyarakat harus memahami bahwa kehidupan asal laki-laki dan wanita adalah terpisah kecuali ada dalil yang membolehkannya. Ada larangan bertabarruj (berhias berlebihan), harus menundukkan pandangan juga menutup aurat. Dari sini akan tercipta pergaulan yang “sehat” sehingga tidak terjerumus pada khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilat (campur-baur antara laki-laki dan perempuan) terlebih terperosok dalam perbuatan zina. Demikianlah, Islam mengatur interaksi di antara anggota di dalam masyarakat. Masyarakat juga saling peduli sehingga terwujud adanya kontrol sosial.
Ketiga, negara akan menerapkan lengkap pengobatan preventif dan kuratif. Preventif antara lain berupa larangan secara tegas terhadap pornografi pornoaksi, memantau media, dan menerapkan sistem pergaulan Islam di seluruh wilayahnya. Negara juga akan menjamin kesejahteraan rakyat melalui baitul mal sehingga tidak ada yang melakukan kemaksiatan dikarenakan kemiskinan.
Sedang upaya kuratif, negara akan memberlakukan sanksi hukum tegas terhadap pelaku maksiat atau kejahatan. Negara tidak akan melegalkan aborsi akibat KTD dan pemerkosaan karena ini justru akan melegalkan sex bebas. Terlebih Allah SWT secara jelas mengharamkan perbuatan membunuh meskipun masih dalam kandungan, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan sesuatu (sebab) yang benar” (TQS. Al An’am : 151). Maka sanksi bagi pelaku aborsi bagi janin setelah ditiupkan ruh sama seperti hukum membunuh. Negara akan memberikan sanksi yang sesuai dengan hukum orang yang membunuh. Terlebih membunuh termasuk dosa besar setelah syirik dalam Islam. Maka negara senantiasa berupaya mencegah perbuat keji ini agar tidak dilakukan oleh anggota masyarakat.
Demikianlah bentuk terapi total sistem Islam untuk menyelesaikan kasus aborsi sebagai komplikasi kemaksiatan yang ada. Dengan penerapan Islam secara menyeluruh maka Islam akan benar-benar bisa menjaga jiwa manusia. Penerapan Islam ini pun hanya akan sempurna jika diterapkan oleh negara. Wallahu A'lam bi shawab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!