Sabtu, 2 Sya'ban 1446 H / 30 Januari 2021 14:30 wib
3.987 views
5 Lagi Aplikasi Shalat Muslim Ditemukan Menjual Data ke X-Mode yang Terkait dengan Militer AS
AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Setidaknya lima aplikasi lagi yang terkait dengan waktu shalat umat Muslim telah ditautkan ke perantara data X-mode, yang terungkap telah menjual data lokasi ke kontraktor militer AS, menurut laporan baru.
Pengawasan tentang bagaimana data digunakan oleh aplikasi shalat Muslim diintensifkan pada bulan November ketika sebuah laporan menemukan bahwa aplikasi Muslim Pro yang populer telah menjual data yang nantinya akan sampai ke badan intelijen AS.
Laporan terbaru tentang aplikasi serupa lainnya menyusul publikasi memo oleh kantor Senator Ron Wuden, yang mengatakan bahwa staf Badan Intelijen Pertahanan (DIA) diberi izin untuk menanyakan data lokasi telepon AS lima kali dalam dua tahun terakhir.
Motherboard, outlet media yang meliput teknologi yang berbasis di AS, pertama kali merilis laporan di aplikasi Muslim Pro pada bulan November.
Sekarang, analisis teknologi baru oleh Sean O'Brien dari ExpressVPN Digital Security Lab dan Esther Onfroy dari Defensive Lab Agency mengungkapkan bahwa lima aplikasi lain yang sejenis mungkin memiliki X-Mode di dalamnya.
Analisis lebih lanjut oleh Motherboard mengkonfirmasi bahwa versi aplikasi yang tersedia pada tahun 2020 memang mengirimkan data lokasi ke X-Mode.
Aplikasi yang diungkapkan telah menjual data ke X-Mode meliputi: Prayer Times: Qibla Compass, Quran Mp3 & Aza, Qibla Finder: Prayer Times, Quran MP3 & Aza dan Qibla Compass - Prayer Times, Quran MP3 & Azan.
Aplikasi paling populer, Qibla Kiblat, telah diunduh lebih dari lima juta kali di Google Play Store.
Pengembang Qibla Compass yang berbasis di India menolak permintaan komentar dari Motherboard pada bulan November, ketika hubungan antara aplikasi dan X-Mode pertama kali terungkap.
Pengembang di belakang aplikasi lain juga menolak permintaan komentar, menurut Vice.
Pengungkapan baru telah memicu kemarahan lebih lanjut dari kelompok Muslim, yang menerima laporan awal tentang aplikasi Muslim Pro pada bulan November dengan cemas.
"Menggunakan aplikasi untuk memeriksa waktu sholat seharusnya tidak membuat seorang Muslim menjadi korban pengawasan pemerintah," Nihad Awad, direktur eksekutif nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam, mengatakan kepada Motherboard dalam sebuah pernyataan.
Sehari setelah laporan Muslim Pro keluar tahun lalu, pengembang Muslim Pro mengatakan bahwa mereka mengakhiri semua pembagian data dengan perusahaan lain.
Perusahaan yang didirikan oleh seorang warga negara Perancis yang berbasis di Singapura itu juga menyatakan telah melakukan investigasi internal.
American Civil Liberties Union dan LSM lainnya sejak itu menuntut pemerintah AS menyerahkan catatan yang dapat mengungkapkan bagaimana mereka memperoleh data lokasi. ACLU mengatakan informasi tersebut dapat membantu mencegah pengumpulan data yang menargetkan kelompok minoritas di masa depan. (TNA)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
