Kamis, 16 Rajab 1446 H / 28 Juni 2018 20:00 wib
2.516 views
Presiden Yaman Tuntut Syi'ah Houtsi Mundur Sepenuhnya dari Hodeidah
ADEN, YAMAN (voa-islam.com) - Presiden Yaman yang diperangi telah menuntut penarikan mundur sepenuhnya pemberontak dari Hodeidah yang dilanda konflik, kata satu sumber pemerintah, setelah pembicaraan dengan utusan tertinggi PBB pada Rabu (28/6/2018) di Aden.
Utusan PBB Martin Griffiths bertemu dengan Presiden Abdu Rabbo Mansour Hadi, yang pasukannya bertempur melawan pemberontak Syi'ah Houtsi di negara itu untuk menguasai kota pelabuhan Laut Merah, Hodeidah, dalam putaran terakhir pembicaraan yang bertujuan untuk mengatasi kekerasan yang meningkat.
"Presiden Hadi bersikeras perlunya kaum Houtsi untuk mundur sepenuhnya dan tanpa syarat dari Hodeidah, atau menghadapi solusi militer," kata seorang sumber pemerintah Yaman, yang meminta anonimitas.
Pemerintah Yaman juga menuntut "penarikan penuh Houtsi dari provinsi Hodeidah, termasuk pelabuhan" dalam sebuah pernyataan yang disiarkan Rabu oleh kantor berita negara Saba.
Hodeidah, rumah bagi pelabuhan paling berharga di negara itu, berada di pusat serangan militer selama berminggu-minggu oleh pemerintah Yaman dan sekutu regionalnya, yang dipimpin oleh Uni Emirat Arab di lapangan.
Satu sumber diplomatik mengatakan para pemberontak Syi'ah Houtsi telah setuju menyerahkan kendali atas pelabuhan itu ke PBB.
Laporan itu belum dikonfirmasi oleh PBB.
Sikap presiden Yaman atas penarikan penuh pemberontak Syi'ah Houtsi dari Hodeidah sejalan dengan yang dilakukan oleh aliansi Emirat.
Pada hari Senin, Menteri Urusan Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, men-tweet bahwa penarikan mundur Syi'ah Houtsi dari pelabuhan dan kota Hodeidah adalah "penting".
Pemberontak Syi'ah Houtsi yang didukung Iran telah mengendalikan kota barat Hodeidah, dan pelabuhannya, sejak 2014, ketika mereka mengusir pemerintah Hadi keluar dari ibu kota dan menyita sebagian besar wilayah Yaman utara.
Pada 13 Juni, UEA dan sekutu-sekutunya, termasuk Arab Saudi, melancarkan operasi militer besar-besaran - dijuluki "Kemenangan Emas" - untuk mengusir pemberontak keluar dari pelabuhan Hodeidah.
Dua putaran pembicaraan yang ditengahi PBB dengan pihak-pihak yang berseteru telah gagal menemukan solusi politik untuk konflik Hodeidah, yang memicu ketakutan akan bencana kemanusiaan baru di negara paling miskin di dunia Arab.
Dalam konferensi pers hari Rabu di New York, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan situasi di kota pelabuhan memburuk.
"Toko-toko, toko roti dan restoran sebagian besar tetap tutup, karena terbatasnya persediaan di pasar," katanya.
Harga barang kebutuhan pokok seperti tepung terigu dan minyak sayur telah meningkat sekitar 30 persen, katanya, dengan biaya gas memasak melonjak 52 persen dalam seminggu terakhir.
"Listrik tidak tersedia di sebagian besar wilayah kota Hodeidah," katanya, menambahkan bahwa kekurangan air ditambah dengan masalah sanitasi "bisa memicu wabah kolera".
Sekitar 70 persen impor ke Yaman, di mana delapan juta orang menghadapi kelaparan segera, mengalir melalui pelabuhan Hodeidah. (st/TNA)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!