Selasa, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 26 Juli 2016 21:05 wib
5.982 views
Fetullag Gulen Mohon Washington Tidak Ekstradisi Dirinya ke Turki
AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Orang yang dituduh mendalangi dan memimpin upaya kudeta berdarah baru-baru ini di Turki, menulis sebuah edisi opini untuk The New York Times, Senin (25/7/2016) meminta AS untuk tidak mengekstradisi dia ke Turki untuk menghadapi tuduhan.
Fetullah Gulen, pemimpin Organisasi Teroris Fetullah, berpendapat ia adalah mitra penting bagi Washington dan tidak boleh dikirim kembali ke negara asalnya, di mana dia diburu atas tuduhan yang berkaitan dengan kudeta gagal 15 Juli yang mengakibatkan kematian 246 orang dan lebih dari 2.000 cedera.
"Pada saat demokrasi Barat mencari suara Muslim moderat, saya dan teman-teman saya dalam gerakan Hizmet telah mengambil sikap yang jelas" melawan ekstremisme, ia menulis, dalam apa yang tampaknya menjadi permohonan kepada Washington untuk menghindari penuntutan.
"Godaan untuk memberikan Erdogan apapun yang dia inginkan bisa dimengerti. Tapi Amerika Serikat harus menolaknya," katanya mengacu pada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Dalam sebuah segmen yang mendustakan penyangkalannya terlibat dalam upaya kudeta, ia menulis: "Jika seseorang yang tampaknya menjadi simpatisan Hizmet telah terlibat dalam upaya kudeta, ia mengkhianati cita-cita saya."
Versi Gulen bertentangan dengan laporan beberapa saksi profil tinggi dan kesaksian dari para pejabat militer dan komplotan kudeta yang mengarah kepada pengkhotbah tersebut dan para pengikutnya sebagai biang keladinya.
Di antara mereka adalah Kepala Staf Militer Turki, Hulusi Akar, yang disandera pada malam upaya penggulingan, yang mengatakan dalam kesaksian pertamanya bahwa di antara komplotan kudeta yang menangkapnya, Brigadir Jenderal Hakan Evrim, komandan Pangkalan Utama Jet Akinci ke-4, mengatakan Akar bahwa "jika Anda menginginkan, kami bisa mengatur bagi Anda untuk bertemu pemimpin kami Fetullah Gulen."
Tidak hanya itu Gulen juga menganggap dirinya sebagai penentang dari kudeta, meskipun di masa lalu ia tercatat kerap memuji para pengkudeta dan menggambarkan pejabat militer yang merebut kekuasaan melalui kudeta sebagai lebih demokratis daripada pemimpin politik sipil. (st/ptv)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!