Jum'at, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 26 Juli 2024 14:01 wib
6.572 views
Pajak Naik kok Bangga? Solusi Sistem Islam dalam Keuangan
Penulis: Naila Zayyan
(Forum Muslimah Indonesia ForMind)
Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali bangga dengan capaian penerimaan pajak yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini kembali mencuat setelah beliau memaparkan laporan penerimaan pajak yang naik signifikan pada tahun ini. Namun, apakah ini benar-benar prestasi yang patut dibanggakan? Atau justru menunjukkan adanya masalah mendasar dalam sistem keuangan negara kita?
Pajak, Ciri Khas Perekonomian Kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme yang dianut oleh banyak negara, termasuk Indonesia, pajak memang menjadi sumber utama pendapatan negara. Pemerintah memungut pajak dari rakyatnya untuk membiayai berbagai program pembangunan dan operasional negara. Namun, realitasnya, beban pajak ini seringkali menjadi momok bagi rakyat, terutama mereka yang berada dalam lapisan ekonomi menengah ke bawah.
Pajak yang terus meningkat menandakan bahwa negara semakin banyak memungut dari rakyatnya. Ini bisa diartikan sebagai bentuk ketidakadilan karena negara seharusnya menjadi pengurus dan penjamin kesejahteraan rakyat, bukan malah membebani mereka dengan pajak yang terus naik. Negara dalam sistem kapitalisme lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator dalam urusan ekonomi, bukan sebagai pelindung kesejahteraan rakyat.
Mencari Solusi dalam Islam
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai sumber pendapatan negara. Dalam sistem Islam, pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara. Pajak hanya dipungut dalam keadaan tertentu, yaitu ketika kas negara atau Baitul Mal kosong, dan itu pun hanya dikenakan kepada warga negara Muslim yang kaya saja. Pajak dalam Islam, yang disebut sebagai dharibah, tidak membebani seluruh rakyat seperti dalam sistem kapitalisme.
Dalam Islam, terdapat beberapa sumber pendapatan negara yang jumlahnya cukup besar dan dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Sumber pendapatan ini antara lain zakat, kharaj, jizyah, dan pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki oleh negara. Zakat merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan umat. Kharaj adalah pajak atas tanah yang dikenakan pada non-Muslim yang tinggal di wilayah negara Islam. Jizyah adalah pajak yang dikenakan pada non-Muslim sebagai imbalan atas perlindungan yang diberikan oleh negara Islam. Selain itu, negara juga memiliki hak untuk mengelola kekayaan alam yang ada di wilayahnya untuk kepentingan rakyat.
Negara Islam dengan fungsi rain (pengurus rakyat) akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan mengelola sumber-sumber pemasukan tersebut sesuai dengan tuntunan Islam. Sebagai contoh, dalam pengelolaan zakat, negara Islam akan memastikan bahwa zakat yang terkumpul didistribusikan secara adil dan tepat sasaran kepada mereka yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin, ibnu sabil, dan orang-orang yang terlilit hutang.
Selain itu, negara Islam juga akan mengelola kekayaan alam dengan bijaksana dan sesuai dengan prinsip syariah. Kekayaan alam yang dimiliki oleh negara, seperti tambang, hutan, dan sumber daya energi, akan dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Hasil dari pengelolaan ini akan digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan kesejahteraan rakyat tanpa harus membebani mereka dengan pajak yang tinggi.
Dengan demikian, negara Islam tidak perlu bergantung pada pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Bahkan dalam kondisi krisis sekalipun, negara Islam memiliki mekanisme untuk mengatasi kekosongan kas negara tanpa harus membebani rakyat dengan pajak yang tinggi. Misalnya, negara bisa melakukan ijarah (penyewaan) atau memanfaatkan kekayaan alam yang ada untuk mendapatkan tambahan pemasukan.
Lebih dari itu, dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengurus dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara harus memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak-haknya, seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Negara juga harus berperan aktif dalam menciptakan lapangan kerja dan memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kesejahteraan.
Sistem ekonomi Islam juga menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil dan merata. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesenjangan sosial dan ekonomi yang seringkali terjadi dalam sistem kapitalisme. Dalam Islam, kekayaan tidak boleh hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja, melainkan harus didistribusikan secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat.
Sebagai contoh, zakat yang merupakan salah satu instrumen utama dalam sistem ekonomi Islam berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan. Zakat diambil dari orang-orang yang mampu dan diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, zakat membantu mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial dalam masyarakat.
Selain itu, Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip keadilan dan kepatutan dalam berbisnis. Setiap transaksi harus dilakukan secara adil dan tidak boleh ada unsur penipuan atau riba. Islam melarang praktik-praktik ekonomi yang merugikan, seperti riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, sistem ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Islam dalam Tataran Praktis Bidang Ekonomi
Dalam konteks negara, penerapan sistem ekonomi Islam berarti bahwa negara harus berperan aktif dalam mengatur dan mengawasi aktivitas ekonomi. Negara harus memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak-haknya dan tidak ada yang merasa dirugikan. Negara juga harus berperan sebagai pelindung dan penjamin kesejahteraan rakyat, bukan hanya sebagai fasilitator dan regulator seperti dalam sistem kapitalisme.
Dengan demikian, penerapan sistem Islam kaffah dalam bidang keuangan negara akan membawa perubahan yang signifikan. Negara tidak perlu lagi bergantung pada pajak yang membebani rakyat sebagai sumber utama pendapatan. Sebaliknya, negara akan mengelola berbagai sumber pendapatan yang ada sesuai dengan prinsip-prinsip Islam untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Solusi yang ditawarkan oleh sistem Islam ini bukanlah utopia, melainkan sesuatu yang telah terbukti berhasil dalam sejarah. Pada masa kejayaan Islam, negara-negara Islam mampu mencapai kesejahteraan dan kemakmuran tanpa harus membebani rakyat dengan pajak yang tinggi. Sebagai contoh, pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab, kesejahteraan rakyat mencapai tingkat yang sangat tinggi hingga hampir tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mempertimbangkan kembali penerapan sistem Islam kaffah dalam bidang keuangan negara. Dengan mengadopsi sistem ini, kita bisa mewujudkan negara yang lebih adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat. Pajak tidak lagi menjadi beban yang menekan rakyat, melainkan hanya dipungut dalam kondisi tertentu dan dari mereka yang mampu.
Dengan demikian, kita bisa mengakhiri ketergantungan pada sistem kapitalisme yang seringkali tidak adil dan membebani rakyat. Mari kita beralih ke sistem Islam yang telah terbukti mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh umat. Wallahu a'lam bishshawwab. (rf/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!