Ahad, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Oktober 2019 16:53 wib
4.704 views
Agama yang Memanusiakan Manusia
Oleh:
Ainul Mizan*
TIDAK ada yang memungkiri bahwa manusia itu diciptakan dalam sebaik – baiknya bentuk. Manusia diberi akal yang memiliki potensi berpikir. Yang tentunya dengan berpikir tersebut manusia akan tetap sebagai manusia yang utuh.
Fenomena manusia yang tidak utuh, yakni penampakannya manusia tapi isinya adalah hewan, sesuatu yang nyata terjadi dalam kehidupan manusia. Sosok orang tua yang mengubur hidup – hidup anak perempuannya. Kehidupan sosial yang membagi manusia menjadi 2 golongan yakni golongan bebas dan golongan budak. Sangat tragis mereka yang masuk ke dalam golongan budak.
Golongan budak diperlakukan layaknya barang. Siksaan dan kekejaman menjadi santapan sehari – harinya. Kehidupan pergaulan atas dasar pandangan bahwa wanita itu sebuah komoditas dan pemuas nafsu belaka. Akibatnya pergaulan bebas dan perzinaan merajalela. Kehidupan politik diwarnai pola berpikir hukum rimba. Tidak ada kawan dan lawan yang hakiki. Yang hakiki adalah kepentingannya. Manusia bisa mengorbankan sesamanya untuk ambisi kepentingan dan keuntungannya. Yang kuat menang. Yang lemah harus menerima takdir kekalahannya.Saat demikian manusia berperan sebagai serigala bagi sesamanya. Homo homini lupus.
Demikianlah ketika taraf berpikir manusia itu rendah, maka ia bisa bertindak layaknya hewan bahkan lebih buruk dari hewan. Taraf berpikir yang rendah terjadi tatkala manusia menggunakan pola berpikir yang dimiliki hewan.
Manusia hanya berpikir yang penting bisa terpenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan nalurinya. Tidak ada nilai – nilai sakralitas yang diperhatikannya. Yang menjadi nilai dan tolak ukurnya adalah keinginan dan hawa nafsunya. Kebahagiaan materi adalah tujuan puncak yang harus diwujudkannya.
Agama dan nilai kesakralan ia kucilkan dalam sudut ruangan yang sempit dan kegelapan peran yang terisolir dari hingar binger dunia. Baginya agama hanyalah semacam candu yang digunakannya sebagai pelarian dari rasa kecewanya saat tidak mendapatkan secuil kue dunia. Ia akan khusyu berdoa mengharap keberhasilan dalam setiap ambisi politik dan dunianya.
Di saat keberhasilan di tangan, kitab suci al – Qur’an menjadi tanda janji suci ikatan antara hamba dengan Tuhannya. Selesai berjanji suci, hingar binger dunia melalaikannya. Bahkan manusia dengan sombongnya berjalan di muka bumi menebarkan kerusakan setelah Alloh memperbaikinya dengan tatanan syariatNya. Tak ayal lagi, buah yang harus diteguk manusia adalah krisis multidimensi. Kerusakan yang ditimbulkan oleh kekuasaannya adalah sebesar – besarnya kerusakan. Inilah tatanan kehidupan yang berasas sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekulerisme itulah bentuk nyata pola berpikir hewani dalam diri manusia.
Oleh karena itu, menjadi hal yang urgen dan mendesak untuk mengembalikan kesempurnaan wujud manusia. Manusia yang utuh lahir dan batinnya. Tentunya harus ada revolusi pemikiran di dalam diri manusia. Sebuah revolusi pemikiran yang mengganti pola berpikir hewani menjadi pola berpikir manusiawi. Pola berpikir manusiawi hanya akan bisa diwujudkan ketika ada sebuah kesadaran dalam diri manusia akan keberadaannya sebagai hamba dari Allah Yang Maha Pencipta.
Ia menyadari sepenuhnya, bahwa ketika manusia mengatur kehidupannya dengan menggunakan nilai dan tolak ukur keinginan dan hawa nafsunya, yang terjadi adalah kesengsaraan bagi manusia itu sendiri. Saat itu, akalnya tunduk kepada kecenderungan naluri yang menggebu dan rakus. Terjadilah benturan demi benturan, konflik yang berkepanjangan dalam kehidupan manusia.
Kesadaran demikian akan mengantarkannya untuk mengakui akan kelemahannya sebagai manusia. Aturan agama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui RasulNya sebagai bentuk kasih sayang yang besar dari Allah untuk manusia. Tendensi satu – satunya Allah menurunkan aturan hidup adalah agar kehidupan manusia itu selamat dan sejahtera.
Manusia akan menjadi sosok yang taat dan berakhlaq mulia baik di tempat ibadah maupun di tempat – tempat yang di dalamnya diatur semua urusan manusia. Manusia akan memiliki akhlaq jujur ketika ia melaksanakan kegiatan jual beli sesuai aturan Islam. Manusia akan memiliki sifat amanah ketika ia melaksanakan pengaturan semua urusan rakyatnya berdasarkan aturan Islam. Pantaslah dalam hal ini Rasulullah SAW menyatakan:
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Artinya : Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Akhlaq yang mulia itu akan muncul dalam kehidupan individu dan sosial manusia di saat manusia membuang pola berpikir yang berasas sekulerisme. Dengan demikian, manusia akan mengambil dan melaksanakan semua aturan Islam di dalam seluruh bidang kehidupannya. Hanya dengan seperti itu akan muncul dan tampak secara nyata akhlaq dan budi pekerti yang mulia dalam diri manusia. Inilah kehadiran dan peran agama yang telah memanusiakan manusia. *Penulis guru tinggal di Malang, Jawa Timur
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!