Senin, 15 Jumadil Akhir 1446 H / 19 Februari 2018 22:46 wib
7.014 views
Menjadi Pribadi Muslim yang Kuat dan Berpengaruh
Oleh: Rahmawati Ayu K., S.Pd*
Saat ini umat Islam terpuruk dalam berbagai bidang. Umat Islam diremehkan oleh musuh-musuhnya. Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang ummat Islam akan berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan sebagai laksana makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsanya. Lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah Saw “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi Saw bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari hadits ini:
Pertama, Nabi Saw memprediksi bahwa akan tiba suatu masa dimana orang-orang beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi rebutan ummat lainnya. Mereka akan mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperbutkan oleh sekumpulan pemangsa. Artinya, pada masa itu kaum muslimin menjadi bulan-bulanan kaum lainnya. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu. Mereka telah diliputi kehinaan.
Contohnya adalah pembunuhan terhadap umat Islam Rohingya, Suriah, Palestina, dsb. Kaum muslimin yang lain merasa tidak mampu menolong permasalahan mendasar mereka, hanya sekedar memberi bantuan bahan makanan dan obat-obatan saja. Penguasa di negeri-negeri muslim pun tidak ada yang bergerak menyelamatkan mereka dengan kekuatan senjata.
Kedua, pada masa itu muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka padahal tidak bermutu. Sahabat menyangka bahwa keadaan hina yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit, lalu Nabi Saw menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah muslimin pada waktu itu banyak, namun berkualitas rendah.
Hal ini juga dapat berarti bahwa pada masa itu ummat Islam sedemikian peduli dengan kuantitas namun lalai memperhatikan aspek kualitas. Yang penting punya banyak pendukung alias konstituen sambil kurang peduli apakah mereka berkualitas atau tidak. Sehingga kaum muslimin menggunakan tolok ukur mirip kaum kuffar dimana yang banyak pasti mengalahkan yang sedikit. Mereka menjadi gemar menggunakan prinsip the majority rules (mayoritas-lah yang berkuasa) yakni prinsip yang menjiwai falsafah demokrasi modern. Padahal Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa berapa banyak terjadi pasukan berjumlah sedikit dapat mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah:
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah ayat 249)
Pada masa dimana muslimin terhina, maka kuantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi kelemahan kualitas. Sedemikian rupa sehingga Nabi Saw mengumpamakan mereka seperti buih mengapung. Coba perhatikan tabiat buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling terlihat, paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung. Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu menghempaskannya ke udara.
Ketiga, Nabi Saw mengisyaratkan bahwa jika ummat Islam dalam keadaan terhina, maka salah satu indikator utamanya ialah rasa gentar menghilang di dalam dada musuh menghadapi ummat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi Saw lebih menyukai ummat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti musuh.
Dewasa ini malah kita melihat bahwa para pemimpin berbagai negeri berpenduduk mayoritas muslim justru memiliki rasa segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum kuffar dunia barat. Alih-alih mengkritisi mereka, bersikap sama tinggi sama rendah saja sudah tidak sanggup. Sehingga yang kita lihat di panggung dunia para pemimpin negeri kaum muslimin menjadi –maaf- pelayan jika tidak bisa dikatakan anjing piaraan pemimpin kaum kuffar. Mereka menjulurkan lidah dengan setia mengikuti kemauan sang majikan kemanapun mereka pergi.
Mengapa musuh tidak gentar terhadap umat Islam, padahal umat inilah yang dahulu pernah memimpin dunia selama tiga belas abad? Tidak lain karena umat Islamtelah ditanamkan dalam hatinya penyakit Al-Wahn, yakni Cinta dunia dan takut mati. Umat berlomba-lomba mengejar kesenangan duniawi dan larut dalam arus materialisme. Agama dan kehormatan di hadapan musuh terkalahkan oleh kecintaan terhadap harta, tahta, dan wanita. Inilah yang membuat umat Islam tidak mau meninggalkan dunia dan melupakan jihad fi sabilillah dalam menolong agamaNya.
Padahal Allah menggambarkan kaum muslimin sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya di tengah manusia lainnya jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Allah.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحَْنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)
Membentuk kepribadian kuat dan berpengaruh
Agar kembali bangkit menguasai dunia, umat Islam harus berbenah diri. Tiap-tiap pribadi pada umat ini harus menjadi pribadi yang kuat dan berpengaruh, agar kembali disegani musuh-musuhnya. Untuk itu dapat ditempuh beberapa cara berikut:
- Kembali kepada Allah SWT dan RasulNya
Umat Sesungguhnya umat Islam adalah umat yang terbaik, jika mereka selalu menjaga ketaatan kepada Allah. Ketaatan yang menyeluruh dan benar dalam menerapkan ibadah kepada Allah dapat membangkitkan personal-personal Islam dari segala bentuk kelemahan. Ibadah adalah bagian dari ketakwaan. Seorang mukmin harus kuat, kuat jiwa, badan ekonomi, konsep, langkah, yang semuanya bersumber dari Allah. Seorang mukmin seharusnya tidak merasa takut menghadapi kekuatan musuh-musuhnya. Semuanya bisa dilawan, bisa dihadang, bisa dihadapi selama seorang mukmin menggantungkan kekuatannya kepada Allah SWT. Sebagaimana firmanNya:
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tak tidak disangka-sangka” (Q.S Ath-Thalaq 2-3).
Rahasia kemenangan yang diraih umat Islam zaman dahulu adalah karena mereka menjaga ketaatan kepada Allah. Seperti dikisahkan, Panglima Islam termasyhur, Shalahuddin Al Ayyubi terkenal sangat menjaga ibadahnya. Tiap malam beliau berkeliling ke tenda-tenda pasukannya untuk memeriksa, siapakah yang tidak melakukan shalat malam. Suatu hari beliau menjumpai salah satu pasukannya yang tidur dan tidak melaksanakan shalat malam. Shalahuddin menegurnya dan mengatakan: “Aku khawatir bahwa kita akan mendapat serangan musuh dari tendamu ini,”.
Sang pembebas Konstantinopel, Muhammad Al Fatih, tidak hanya terkenal kecerdasannya. Tetapi juga kedekatannya dengan Allah. Qiyamul lail, shalat tahajud, inilah senjata utama Muhammad Al Fatih dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini. Inilah Pedang Malam, yang selalu diasahnya dengan tulus ikhlas dan khusuk, ditegakkan setiap malam. Dengan pedang malam ini timbul energi yang luar biasa dari pasukan Muhammad Al Fatih. Sjarah mencatat Muhammad Al Fatih yang baru berusia 21 tahun berhasil menggapai sukses besar, menerobos benteng Konstantinopel, setelah dikepung beberapa bulan maka takluklah Konstantinopel.
Suatu hari timbul soal ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at yang pertama kali di kota itu.
“Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?” tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri. Lalu Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri.
Kemudian beliau bertanya. “ Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akhil baligh hingga hari ini pernah meninggalkan meninggalkan shalat wajin lima waktu, silakan duduk !” Subhanalloh. Maha suci Allah! Tak seorangpun pasukan Islam yang duduk. Semua tegak berdiri. Apa artinya? Itu berarti, tentara islam pimpinan Muhammad Al Fatih sejak masa remaja mereka hingga hari ini, tak seorangpun yang meninggalkan shalat fardhu. Tak sekalipun mereka melalaikan shalat fardhu. Luar biasa !
Lalu Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rawatib? Kalau ada yang pernah meninggalkan shalat sunah sekali saja silakan duduk !”. Sebagian lainya segera duduk. Artinya, pasuka islam sejak remaja mereka ada yang teguh hati, tidak pernah meninggalkan shalat sunah setelah maghrib, dua roka’at sebelu shubuh dan shalat rowatib lainaya. Namun ada yang pernah meninggalkanya. Betapa kualitas karakter dan keimanan mereka sebagai muslim sungguh bernilai tinggi, sungguh jujur, pasukan islam Al Fatih.
Dengan mengedarkan matanya ke seluruh rakyat dan pasukanya Muammad Al Fatih kembali berseru lalu bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk !”
Apa yang terjadi ? Terlukislah pemandangan yang menakjubkan sejarawan barat dan timur. Semua yang hadir dengan cepat duduk! Hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. Siapakah dia? Dialah, Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk benteng super power, Byzantium Konstantinopel. Beliaulah yang pantas menjadi imam shalat jumat hari itu. Karena hanya Al Fatih seorang yang sejak remaja selalu mengisi butir-butir malam sunyinya dengan bersujud kepada Allah SWT, tidak pernah absen semalampun. (www.daarulmuwahhid.org)
Dengan keimanan dan ketakwaan inilah, kaum muslimin generasi terdahulu mampu menguasai dunia dan ditakuti oleh musuh-musuhnya.
- Membangkitkan kekuatan dalam diri (Upgrade)
Manusia memiliki kekuatan dorongan aktif di dalam diri yang selalu berusaha memotivasinya agar melakukan sesuatu yang lebih baik. Kekuatan ini ada pada semua orang, namun kadang tersembunyi. Kekuatan ini bisa jadi akan muncul ketika kita dihadapkan pada masalah yang sulit, sehingga harus berusaha keras untuk bisa mengeluarkan kekuatan ini.
Kita sering melakukan kebiasaan buruk ketika hidup terasa berkecamuk. Meski saat itu kita merasa sangat menderita, usaha sekecil apapun akan disokong oleh kekuatan dahsyat yang akan menaikkan kita pada kenyataan yang tak pernah dirasakan sebelumnya.
Kemajuan terbesar dalam kehidupan tidak didapatkan dari hal-hal yang mudah. Karena kemudahan tidak memerlukan usaha khusus untuk meraih tujuan. Namun saat berada dalam kondisi sulit yang tak terbayangkan, penting untuk disadari bahwa kita terhubung dengan kekuatan Maha Hebat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186).
Maka dalam setiap proses membangkitkan kekuatan diri (upgrade) yang muncul dari situasi yang sulit, Anda akan berhasil jika menggantungkan segala sesuatunya kepada Allah (tawakkal)
“Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. At-Thalaq: 3 )
Siapa yang mencukupkan diri dengan Allah, tidak akan tersesat dan tidak akan celaka selamanya.
- Memikul Tanggung Jawab
Untuk memperkuat dan mengembangkan diri, kita harus memiliki tanggung jawab. Seluruh dunia merupakan aktivitas yang sah untuk kita mencoba Seberapa kuatkah Anda menjadi penakluk? Apa yang sudah Anda lakukan? Apakah Anda takut memikul tanggung jawab, atau pernah mengelak, menjauh, dan menghindarinya? Jika benar, berarti Anda bukanlah manusia yang kuat. Diri Anda tidak akan pernah terlatih. Biarkanlah kekuatan jiwa terwujud dengan belajar memikul tanggung jawab, agar Anda memiliki begitu banyak kekuatan sehingga akan lebih baik ketika menjalankan rencana yang sulit.
Allah SWT berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (QS. Al Baqarah:30)
Tafsir dari ayat ini, Allah memilih manusia yang menjadi ‘Khalifah’ yang akan memikul tanggung jawab mengelola bumi, karena Allah hendak menguji siapakah yang taat dan siapa pula yang durhaka hingga terbukti dan tampaklah keadilan di antara mereka.(www.tafsirq.com)
- Berpikir Positif dan Percaya Diri
Berpikir positif dan kesungguhan akan mengkonsentrasikan pikiran, dan menarik pikiran-pikiran terbaik yang berkaitan dengannya. Melalui rasa percaya diri yang tinggi serta memiliki ketetapan hati dengan niat karena Allah, Anda akan mempengaruhi manusia yang lain dan menginspirasikan sifat yang sama dalam diri mereka. Kekuatan Anda akan menjadi teladan yang akan membangkitkan kekuatan mereka. Kekuatan inilah yang akan mendorong kemajuan.
Rasulullah Saw bersabda: “Allah berfirman: Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku.” [HR.Turmudzi].
Penutup
Umat Islam adalah umat yang terbaik di dunia. Sangat disayangkan jika kekuatan umat saat ini merosot karena pribadi-pribadi umatnya yang lemah dan tidak mampu berpengaruh. Padahal umat ini memiliki kekuatan besar yang tidak dimiliki oleh musuh-musuhnya, yakni Alqur’an dan Hadits.
Untuk kembali menjadi umat yang disegani, umat Islam harus kembali kepada Allah dan RasulNya. Wallahu a’lam bishowwab. [syahid/voa-islam.com]
*) Penulis adalah seorang pendidik, tinggal di Jember Jatim
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!