Ahad, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Januari 2018 01:00 wib
6.891 views
Mengimpor Racun Kapitalisme untuk Negeri
Oleh : Wardah Abeedah
Negara Paman Sam kembali sekarat. Di awal tahun ini, terhitung kali kelima pemerintah mengambil kebijakan Goverment Shutdown. Shutdown? Iya. Mati, alias OFF. Baru satu tahun memimpin, Mr. Trump telah membuat kebijakan untuk menutup dan menghentikan sementara pelayanan publik oleh pemerintah.
Ratusan ribu pekerja federal AS tidak akan bisa bekerja. Para pekerja federal pada lembaga-lembaga yang dianggap 'tidak esensial' akan dirumahkan sementara, tanpa mendapat bayaran, hingga penutupan diakhiri.
Sedangkan para pekerja federal pada lembaga-lembaga esensial terkait keamanan nasional juga militer AS, akan tetap bekerja namun tanpa bayaran. Gedung Putih, Kongres AS, Departemen Luar Negeri dan Pentagon akan tetap beroperasi, namun beberapa staf mungkin harus cuti tanpa bayaran.
Apa pasal?
Penyebabnya pembahasan rencana anggaran federal Amerika Serikat (AS) berujung buntu dengan tidak tercapainya kesepakatan antara Partai Republik (pro pemerintah) dan Partai Demokrat di Senat.
Goverment Shutdown adalah produk demokrasi Negeri Paman Sam yang muncul pertama kali tahun 1990 yang menambah deretan fakta aib dan cacat besar sistem ekonomi kapitalisme.
Tak hanya di negeri pengekspor demokrasi, di Indonesia sendiri yang sudah puluhan tahun mengimpor sistem kapitalis juga sering tak tepat dalam menetapkan anggaran. Menjadikan hak rakyat kecil terabaikan.
Selain sistem pemerintahan dan ekonomi, Indonesia juga mengimpor banyak sistem, kebijakan, dan pemikiran ideologi kapitalis yang diratifikasi dari PBB. Ya, PBB, yang didalamnya AS dan bolokurowonya berperan besar mengendalikan anggota-anggotanya dan memiliki hak veto.
Masih ingat Pekan kondom Nasional tahun 2013 lalu? Acara bagi-bagi kondom pada pelaku seks beresiko yang menyerap APBN 23 milyar? Nah, kebijakan Menteri Kesehatan yang menuai kontra saat itu hanyalah meratifikasi kesepakatan PBB soal HIV-AIDS, juga meniru event tahunan pemerintah AS, "National Condom Week".
BPJS, SDG's sebagai lanjutan dari MDG's, dan banyak UU plus kebijakan lainnya yang dibuat presiden-persiden kita hari ini atau pun yang sebelum-sebelumnya sebenarnya bukan muncul murni dari kecerdasan mereka. Tapi karena negeri ini dengan dipaksa mengimpor ideologi kapitalisme beserta perangkatnya.
Di AS sendiri, sistem kapitalisme ini sudah membuat negaranya berkali-kali mengalami krisis. Bahkan banyak pakar ekonomi menyebut setiap 5 tahun sekali negeri yang masih disebut adi daya ini mengalami krisis. Per 2017, Amerika telah mencetak rekor mempunyai utang nasional tertinggi melampaui produk domestik bruto (PDB). Jumlah utang Amerika mencapai 19.947 miliar dollar Amerika per Januari 2018.
Ideologi kapitalisme yang tegak di bumi Hollywood ini juga sudah 'tuwuk' mendzalimi rakyatnya, bahkan rakyat dari negeri-negeri pengimpornya. Jumlah gelandangan di AS hingga akhir tahun 2016, seperti dikutip dari Departemen Perumahan dan Pembangungan Perkotaan, mencapai 550.000 jiwa. Setara dengan populasi 47 kota di Turki. Meski Negara pengekspor ideology ini berupaya bertahan hidup dengan menghisap minyak, emas dan banyak kekayaan di negeri-negeri muslim, toh tak membuat jiwa sekarat Pakde Sam selamat.
Sejatinya Ideologi Kapitalisme beserta seperangkat sistemnya adalah racun-racun yang telah membunuh negara asalnya sendiri dengan perlahan. Lalu dipaksalah kaum muslimin termasuk Indonesia untuk menenggaknya. Akankah kita menjadi bodoh dengan sami'na wa atho'na lalu mati bersama?
Berpuluh tahun sudah racun yang hampir membunuh peramunya mengaliri darah ibu pertiwi. Berpuluh tahun sudah negeri ini dirundung berbagai krisis akibat mengadopsi sistem kapitalisme.
Racun itu dipoles dengan topeng 'Pancasila', 'Bhineka Tunggal Ika' ataupun 'Kebangsaan'. Tapi tahukah kita bahwa tiga mantra itu hanyalah tipuan demi menutupi wajah asli kapitalisme yang sedang menjajah negeri ini? Kapitalisme yang diterapkan dengan paksa kepada khoiru ummah demi kepentingan para Kapitalis dunia?
Sejatinya untuk mengatur negara ini, kita sudah punya Alqur'an dan As-sunnah yang dari keduanya para ulama menggali sistem ekonomi termasuk di dalamnya penetapan anggaran, sistem sosial, sistem pendidikan, bahkan sistem pemerintahan. Syariah yakni aturan yang bersumber dari Alquran dan As-Sunnah adalah solusi dari semua persoalan yang tak henti menerpa negeri kita tercinta. Sistem Islam adalah obat yang akan menyembuhkan bahkan menyehatkan negeri ini. Menjadikan nusantara selamat dunia-akhirat.
Lalu mengapa negeri ini menolaknya dan malah terjangkit virus Islamphobia produk Barat yang dicekokkan di benak kita?
Mengapa negeri ini memilih racun dan membuang obat kemudian merasa bangga dengannya?
Bukankah Allah telah menegaskan dalam surat Al-Isra' ayat 82,
نُنَزِّلُمِنَٱلۡقُرۡءَانِمَاهُوَشِفَآءٌ۬وَرَحۡمَةٌ۬لِّلۡمُؤۡمِنِينَۙوَلَايَزِيدُٱلظَّـٰلِمِينَإِلَّاخَسَارً۬ا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
Dan Rasul kita telah mewantikan,
“Sesungguhnya Allah Subhaanahu wata’ala mengangkat derajat beberapa kaum dengan Al-Qur’an ini dan merendahkann yang lain dengannya pula.” (HR. Muslim)
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnah" (HR. Malik)
Jika kita jujur, tulus lagi cerdas dalam mencintai negeri ini, maka memperjuangkan tegaknya syariat dan hukum Allah akan menjadi harga mati. Wallahu a'lam bis shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!