Jum'at, 16 Jumadil Akhir 1446 H / 29 Desember 2017 20:56 wib
6.685 views
Sewa Rahim: Siapa Sebenarnya yang Sok Menjadi Tuhan?
Oleh: Alga Biru
LGBT Merajalela!
Anda boleh tidak terima, sayangnya kita berhadapan dengan kenyataan. Dan kalau ini perang, tidak boleh ada yang mundur. Maju terus, lebih baik mati. Orang waras sepantasnya emosi ketika Jeremmy Teti membela wacana, “pasangan gay bisa berketurunan”. Pembajakan nasab dan garis keturunan telah terjadi.
Netizen berang, terlebih para ibu, karena jelas-jelas ini meminggirkan makna kekeluargaan, kehamilan, dan perihnya persalinan. Lucu juga ketika aktivis hak asasi memilih bungkam. Tampaknya mereka pun sudah sekonco dengan pihak sana, janganlah lagi berharap banyak. Sekali lagi pembaca, terimalah kenyataan.
Tetaplah, jika ini perang, tidak boleh ada yang lari. Lihatlah dulu pedang yang dihunus kaum homoseksual ini. Mereka menempati posisi strategis sebagai penjaga kelakukan mereka untuk tertepis dari norma. Pelan tapi pasti, pakem diantara kita sudah bergeser dari asalnya. Penularan ini bak wabah tak berorama dan tak terlihat. Mereka melakukan perwajahan dengan sebaik-baiknya. Menarik simpati, empati dan legitimasi. Kaum pelangi ini sudah ambil posisi.
Penularan di kalangan politikus, wartawan, guru, aktivis kemanusiaaan, penyanyi dan profesi lainnya. Perdana Menteri Luxemburg, Xavier Bettel (42), menikahi kekasih sejenisnya Gauthier Destenay, pria berprofesi sebagai arsitek. Itu belum seberapa. Bukalah wawasan kita tentang Daayie Abdullah, yang konon jadi imam pertama Amerika Serikat, yang menjembatani kepentingan isu homoseksualitas untuk diterima di kalangan muslim. Dia membangun masjid ramah LGBT “Annur Al Isslaah”. Celaka kita, bahkan ada orang muslim , yang mengaku jadi imam kaum terlaknat ini !
Dengan isu persewaan rahim, anak kloning, homoseksulitas seolah mampu menjawab tantangan kepunahan. Andaikata ini semudah yang mereka bayangkan, andaikan pasangan gay, lebih memiliki misi pendampingan keluarga dari kloningan anak mereka. Lebih membaktikan diri pada anak angkat mereka, yang konon dirawat seperti anak sendiri. Lagi-lagi andaikan ini terjadi, apa yang kita persiapkan menghadapi upnormalitas akhir zaman ini?
...Omong kosong dengan argumen, “kita tidak perlu menjadi Tuhan atas orang lain”, sementara hak-hak Tuhan saja diabaikan. Bagaimana kita bisa percaya dengan hak prerogatif Tuhan yang mereka bawa-bawa, sementara ciptaan Tuhan pun mereka obrak-abrik...
“Manusia bebas dengan pilihannya, namun tidak bebas dengan konsekuensi”, begitu ucapan orang bijak. Jika cara pandang kaum homoseksual ini dibiarkan, mereka harus bersiap dengan rentetan konsekuensi di depan mata. Manusia tidak lagi mengenal dengan jelas batas laki-laki dan perempuan. Kita tidak tahu apa itu ibu, dan bagaimana figur ayah. Manusia kehilangan garis nasab, tidak merasa perlu institusi keluarga apalagi agama.
Seorang anak memiliki seorang ibu biologis, seorang ibu berwujud laki-laki, yang dirangkap ayah versi laki-lak dari pasangan homoseksual. Seorang anak lainnya, memiliki ibu biseksual, dengan ayah transgender yang tadinya perempuan tulen. Manusia kehilangan makna cinta sejati. Karena mereka terlahir bak seekor kucing persia di peternakan para kolektor hewan peliharaan.
Tidak ada yang tidak mungkin terjadi di alam semesta ini, kecuali manusia menjadi Tuhan. Barangsiapa yang mencoba-coba, dengan cara apapun, dia bersiap menerima ganjarannya.
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik". (TQS. Al-An’am : 57)
Omong kosong dengan argumen, “kita tidak perlu menjadi Tuhan atas orang lain”, sementara hak-hak Tuhan saja diabaikan. Bagaimana kita bisa percaya dengan hak prerogatif Tuhan yang mereka bawa-bawa, sementara ciptaan Tuhan pun mereka obrak-abrik. Mereka melihat reaksi Tuhan biasa-biasa saja, dan menantang azab Tuhan yang konon datang seandainya benar mereka adalah kaum yang dilaknat.
Penangguhan Allah Swt ini adalah ladang amal buat kaum muslimin Indonesia dalam menghalau wabah homoseksual dunia. Menyiapkan keluarga muslim agar memiliki imunitas pada tantangan hidup ke depannya. Komunitas muslim harus mengembalikan kiblat hidup mereka, dalam segala segmen kehidupan. Kita tidak bisa steril dari kerentanan homoseksual ini sepenuhnya. Sebentar lagi, clash civilitation akan mencapai puncaknya.
Siapa pun yang berada di kubu yang terpolarisasi sempurna ini, memiliki dua kemungkinan tajam. Benar-benar berhasil, atau benar-benar hancur. Ketahuilah janji Allah Swt itu bersifat pasti. Hukum Allah Swt bersifat mengunci, sunatullah akan terus terjadi. Keindahan peradaban kaum pelangi itu, bak fatamorgana yang bersiap menelan korban seluas-luasnya. Siap atau tidak siap, kita harus siap! (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!