Selasa, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 18 Juli 2017 06:20 wib
6.053 views
Kebijakan Ganas Menyengsarakan Rakyat
Oleh: Ghaniy Alfandi*
ALASAN penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran maka penguasa melakukan pencabutan subsidi listrik yang dimulai awal 2017 kemudian bertahap terjadi kenaikan harga TDL (Tarif Dasar Listrik) hingga terakhir bulan juli 2017 telah terjadi kenaikan TDL sebesar 143% dari harga awal. Sehingga nilai TDL antara pengguna 900VA, 1300 VA, 2200 VA hingga 6600VA tarifnya sama yaitu Rp 1467,28. Langkah ini dijamin dalam PerMen ESDM No. 28 tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik yag disediakan oleh PT. PLN (Persero).
Kenaikan tarif listrik dilakukan secara sembunyi-sembunyi diantara kesunyian malam sehingga masyarakat tidak semuanya mengerti. Masyarakat mengira hanya satu kali kenaikan saja sehingga tidak menjadi masalah yang besar karena penguasa hanya sekali saja mengumumkan kenaikan TDL. Memang benar satu kali dan satu kali ini terjadi setiap 3 bulanan. Sehingga belum mencapai satu tahun sudah naik sebesar 143%.
Penguasa ingin mencoba melahirkan kebijakan yang tidak kalah ganas dengan TDL, yang terbaru dan penuh polemik pada 10 Juli 2017 telah ditandatangani oleh Presiden diterapkannya Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang) No. 2 tahun 2017. Perppu ini merupakan perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 yang mengatur tentang organisasi kemasyarakatan. Tujuan diterbitkannya Perppu ini diharapkan dapat memberikan jaminan kebebasan berpendapat dan mangarahkan ormas agar dapat berkontribusi untuk negara.
Prematur
Apabila dilihat dari proses kelahirannya ini merupakan Perppu yang prematur serta penuh dengan kepentingan segolongan orang, sehingga tidak didasarkan pada kebutuhan rakyat. Perppu dapat dilahirkan apabila terjadi kondisi yang genting dan memaksa sehingga presiden dapat menetapkan Perppu sebagai pengganti Undang-Undang. Hal ini jelas secara subyektif terdapat pada UUD 1945 pasal 22 ayat 1.
Kondisi negara sekarang sejak terjadinya reformasi tahun 1998 belum terdapat kondisi yang genting dan gawat darurat. Meskipun kelahiran Perppu merupakan salah satu hak subyektif yang dimiliki oleh presiden. Sehingga akibat dari adanya Perppu yang ditetapkan oleh presiden dapat langsung mengikat seluruh warga negara tanpa terkecuali. Tetapi untuk Perppu No. 2 tahun 2017 lahir karena kondisi yang dipaksakan dan didramatisir agar menjadi kondisi yang genting oleh tafsir penguasa.
Selain kelahiran Perppu yang sangat prematur dan tidak sesuai dengan yang tercantum pada UUD 1945 pasal 22 ayat 1, pembuatan Perppu juga tidak sesuai dengan maksud dan tujuan UU no. 10 tahun 2004 tentang peraturan pembuatan perundang undangan. Selain itu ada sekitar 19 pasal dalam UU lama yang kemudian dihilangkan pada Perppu yang baru. Seperti pasal 63, 64, 65, hingga pasal 80. Belum lagi terdapat pasal karet yang multitafsir.
Sehingga lahirnya Perppu ini merupakan salah satu by pass untuk menyimpangi proses dan prosedur hukum untuk membubarkan ormas yang dinilai penguasa memiliki sifat berseberangan dengan agenda penguasa, yang sebelumnya proses dan prosedur telah diatur dalam UU no. 17 tahun 2013 tentang ormas. Kemudian memindahkan kewenangan untuk membubarkan ormas yang semula berada pada kekuasaan pengadilan melalui sidang pengadilan menjadi otoritas penguasa untuk membubarkan ormas melalui kementrian baik dari inisiatif menteri sendiri atau pesanan kepala negara.
Keganasan kebijakan penguasa tidak hanya sekedar membubarkan ormas, tetapi setelah organisasinya dibubarkan maka semua aktivitas dari ormas akan dibekukan bersamaan dengan semua aset aset yang dimilikinya. Tidak cukup sampai situ, individu individu dan simpatisan ormas tersebut akan dikriminalisasikan karena telah bergabung dengan organisasi terlarang sehingga apabila anggota dan simpatisan ormas ada satu juta orang maka satu juta orang akan langsung dipidanakan.
Maka beberapa ormas ormas besar dengan kapasitas pengumpul massa terbanyak akan menjadi sasaran dari senjata Perppu no. 2 tahun 2017 yang mana ormas ini selalu konsisten memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan memberi label secara sepihak dengan anti Pancasila, perubah ideologi, merusak NKRI. Padahal selama ini belum pernah terjadi tukar pemikiran diantara ormas ormas dengan pihak penguasa tetapi penguasa sudah bisa memberi label dengan sangat lantang.
Apabila ormas-ormas yang konsisten untuk amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa dihancurkan maka pertanyaannya adalah organisasi dan partai mana yang berani amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa? Ormas dengan klaim pengikut paling banyak saja sudah terpecah menjadi dua bagian yang lurus dan yang bengkok. Apalagi dengan partai, partai politik terbesar dan terkaya di Indonesia saja sudah kebingunan dengan kadernya punya hobi korupsi.
Jika sudah tidak ada lagi yang berani mengingatkan penguasa maka dengan lancar dan tenangnya akan muncul berbagai kebijakan kebijakan yang liberal, kapitalis, serta ganas yang siap menerkam masyarakat yang lemah tak berdaya minim pengetahuan. Karena selama ini hanya ormas Islam yang paling depan, paling lantang dan paling konsisten mengawasi berbagai kebijakan yang dilahirkan penguasa dengan alasan demi kesejahteraan rakyat. Padahal mayoritas rakyat menolak, terus kesejahteraan rakyat mana yang dimaksud penguasa? * Mahasiswa ITS Surabaya dan Forum Kajian Strategis Mahasiswa
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!