Rabu, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 21 Juni 2017 22:42 wib
15.077 views
Bumi Timur Tengah, Kembali Membara (Bagian-1)
Oleh: Rahmat Abu Zaki (Dir. Lingkar Opini Rakyat-LOR)
Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, Senin ini. Mereka menuduh Qatar mendukung terorisme. Ketiga negara Arab Teluk dan Mesir sudah lama gusar atas dukungan Qatar kepada para islamis, khususnya Ikhwanul Muslimin yang dianggap keempat negara sebagai musuh politik yang berbahaya.
Langkah mereka telah membuka bagian terburuk dari perpecahan beberapa tahun belakangan ini di antara negara-negara paling kuat di dunia Arab yang banyak di antaranya merupakan anggota OPEC. Yaman dan pemerintah Libya akan mengikuti jejak keempat negara Arab dalam memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Saudi, UEA dan Bahrain memberi batas waktu dua minggu kepada warga negara Qatar untuk meninggalkan ketiga negara Arab itu. Bukan hanya itu, Qatar juga dikeluarkan dari koalisi pimpinan Saudi dalam perang di Yaman.1
Saudi menuding Qatar membekingi kelompok-kelompok militan yang sebagian lainnya didukung Iran. Qatar juga dituduh menyiarkan ideologi mereka ke dunia Arab lewat stasiun televisi al-Jazeera.
"Qatar merangkul kelompok-kelompok teroris dan sektarian yang punya tujuan mengganggu stabilitas kawasan, termasuk Ikhwanul Muslimin, ISIS dan Al-Qaidah, serta mempromosikan pesan dan skema-skema kelompok-kelompok ini lewat media mereka secara terus menerus," kata kantor berita Saudi SPA.
Saudi menuduh Qatar menyokong para militan dukungan Iran di Provinsi Qatif dan Bahrain yang kebanyakan penduduknya Syi'ah. Qatar tentu saja membantah tuduhan telah mencampur urusan rumah tangga negara lain.
"Kampanye hasutan ini didasarkan kepada kebohongan yang sudah mencapai tingkat fabrikasi sempurna," kata kementerian luar negeri Qatar dalam sebuah pernyataan tertulis seperti dikutip Reuters.
Langkah Arab Saudi dan enam negara lain dalam mengisolasi Qatar mulai berdampak bagi kawasan. Banyak negara mendorong agar secepatnya krisis Qatar itu bisa diselesaikan. Sebab, krisis Qatar yang berlarut-larut akan membawa dampak buruk, terutama bagi stabilitas politik keamanan Timur Tengah. Kebijakan Arab Saudi dalam memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar ini cukup mengejutkan. Karena sebelumnya dua negara bertetangga ini sangat dekat dan saling mendukung dalam berbagai kegiatan politik di Timur Tengah.
Apalagi langkah Arab Saudi ini kemudian diikuti oleh Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Yaman, Pemerintah Libya di bagian timur, dan Maladewa. Kondisi Qatar saat ini masih belum terlalu terpengaruh. Meskipun memang stok kebutuhan pangan mulai menipis karena pasokan dari UEA dan Arab Saudi tak bisa masuk. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Qatar akan mengalami krisis ekonomi. Karena blokade ini berpotensi menimbulkan kekacauan bisnis perdagangan, jasa, investasi, dan keuangan.2
Pemerintah Indonesia dengan politik bebas aktifnya tak boleh memihak ke salah satu pihak. Indonesia malah bisa memainkan perannya untuk ikut ambil bagian bagi penyelesaian konflik tersebut. Karena Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan kedua kubu yang sedang bertikai. Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, suara Indonesia seharusnya cukup didengar.Selain itu, pemerintah harus menyiapkan berbagai langkah antisipasi dalam merespons berbagai dampak yang mungkin muncul akibat memanasnya situasi di Timur Tengah tersebut.
Ada sekitar 29.000 WNI bekerja di Qatar yang memerlukan perlindungan dan pendampingan jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Indonesia juga harus terus berhubungan baik dengan kedua pihak untuk menjaga kepentingan nasional negara kita. Kita tentu tidak ingin krisis ini juga memengaruhi iklim perdagangan, pariwisata, dan investasi di Indonesia.
Akar Masalah Timur Tengah
Masalah Timur Tengah merupakan masalah yang terkait dengan Islam dan bahayanya bagi Barat. Terkait dengan letaknya yang strategis dan dominasinya terhadap transportasi Eropa,Afrika, dan Asia. Terkait dengan negara Yahudi yang menjadi garis pertahanan terdepan dari pertahanan Barat. Dan terkait pula dengan penjajahan serta hasil-hasil penjajahan, terutama minyak.Jadi, masalah Timur Tengah adalah masalah yang terkait dengan Islam, letak strategis, negara Yahudi, penjajahan, dan minyak.
Tidak diragukan lagi masalah ini adalah sangat penting, tidak hanya untuk penduduk kawasan Timur Tengah dan kaum Muslim saja, melainkan juga untuk seluruh dunia. Adapun Islam, ia telah dan senantiasa menjadi bahaya besar atas AS dan Barat. Kawasan Timur Tengah dapat dianggap tempat titik tolak yang alamiah untuk dakwah Islam ke seluruh dunia. Karena itu, tidak aneh AS menjadikan Islam sebagai musuh utama satu-satunya bagi AS setelah runtuhnya sosialisme.
AS menggunakan slogan-slogan terorisme, ekstremitas agama, dan fundamentalisme agama sebagai kedok untuk menyerang Islam dan kaum Muslim di kawasan ini. AS berusaha dengan segala kekuatan yang dimilikinya untuk menjauhkan gerakan-gerakan Islam politis dari kekuasaan. Hal itu dilakukan melalui cara kekerasan, kebrutalan, penyiksaan, dan pembendungan yang dijalankan oleh rezim-rezim pemerintahan yang menjadi pengikut AS di kawasan ini. AS pada masa pemerintahan George W. Bush, telah mendeklarasikan Perang Salib Baru untuk menentang kaum Muslim secara terang-terangan.
John Aschroft, Jaksa Agung AS, mengatakan dengan terus terang, “Sesungguhnya terorisme terdapat dalam Islam itu sendiri, bukan hanya pada orang-orang yang memeluk Islam.” Ia mengatakan pula bahwa Allah telah mendorong terorisme dalam al-Quran. Ini klaim dia.
Adapun letak strategis Timur Tengah dan dominasinya terhadap transportasi, urgensinya dapat dilihat dari eksistensi Timur Tengah di kawasan titik temu tiga benua lama, yaitu Afrika, Eropa, dan Asia, serta penguasaannya terhadap selat Gibraltar, Bosforus, Aden, Hurmuz, Terusan Suez, Laut Tengah (Mediterania), Laut Hitam, Laut Merah, dan Teluk Persia. Ditambah lagi Timur Tengah merupakan titik temu jalur bahan mentah dan komoditas di antara tiga benua tersebut.
Kepentingan strategis Timur Tengah dahulu telah menimbulkan satu kesulitan antara blok Barat dan Soviet sebelum era detente. Hal itu dikarenakan Timur Tengah membentuk sabuk barat dalam wilayah blok yang terletak di kawasan yang mengancam Uni Soviet. Sabuk ini merupakan garis pertahanan Barat dalam menghadapi Uni Soviet dari Timur Tengah dan Afrika. Karena itu, di Timur Tengah, Barat membangun pangkalan-pangkalan militer yang di antaranya adalah pangkalan nuklir. Beberapa kali Barat berupaya mengikat dalam pakta-pakta militer. Barat di Timur Tengah membangun banyak bandara dan jalan-jalan besar yang dinamakan otostradat.
Dengan demikian Timur Tengah memiliki urgensi yang strategis. Adapun setelah adanya kesepakatan dua negara adidaya tahun 1961, urgensi militer Timur Tengah tidak ada lagi. Karenanya Barat mengabaikan urusan pakta militer dan menghilangkan pangkalan-pangkalan nuklirnya. Dua negara adidaya itu juga melangkah untuk menghapuskan pengkalan-pangkalan Inggris. Keduanya berhasil menghapuskan pangkalan Aden, Libia, dan Swis Timur.
Keduanya berupaya pula untuk menghapuskan pangkalan-pangkalannya di Siprus. Dengan demikian, Timur Tengah tidak lagi memiliki urgensi strategis pada saat itu. Akan tetapi setelah selesainya Perang Dingin dan hancurnya Uni Soviet, Timur Tengah kembali mempunyai urgensi strategis, terutama bagi AS dalam rangka menghadapi Rusia dan Eropa. Karenanya, AS kembali membangun pangkalan-pangkalan militernya di Teluk, menduduki Afghanistan dan Irak, dan mengumumkan bahwa Pakistan dan Kuwait –di samping Bahrain–sebagai sekutu-sekutu strategis AS. Kemudian, belakangan ini AS menganggap Timur Tengah sebagai garis depan bagi pertahanan AS.
AS menyiapkan sebuah rancangan untuk Timur Tengah yang dinamakan Rancangan Timur Tengah Raya yang kemudian direvisi menjadi Rancangan Timur Tengah dan Afrika Utara. AS mengajukan rancangan itu pada KTT G-8 pada bulan Juni 2004 di kawasan Sea Island.
Bagaimanapun juga keadaannya, dapat dikatakan bahwa letak strategis Timur Tengah yang memanjang dari Maroko hingga Samudra Atlantik di sebelah barat, hingga Iran dan Irak di Teluk sebelah timur; dari Turki di sebelah utara hingga Padang Sahara Afrika di sebelah selatan –yakni Timur Tengah meliputi seluruh negara Arab ditambah Turki dan Iran— telah menjadikan Timur Tengah sebagai kiblat para penjajah dan sasaran utama orang-orang yang serakah.
Hal itu karena Timur Tengah mempunyai urgensi yang luar biasa dalam hal transportasi dan komunikasi,bukan hanya di masa sekarang, melainkan sejak Perang Salib sampai sekarang. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]
Catatan Kaki :
1) http://www.antaranews.com/berita/633352/alasan-saudi-cs-putus-hubungan-dengan-qatar-dan-apa-bantahan-qatar?utm_source=populer_home&utm_medium=populer&utm_campaign=news
2) https://nasional.sindonews.com/read/1212002/16/krisis-qatar-dan-indonesia-1496938279
3) Konsepsi Politik Hizbut Tahrir (Edisi Mu’tamadah) 1425H - 2005M
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!