Ahad, 19 Jumadil Akhir 1446 H / 26 Februari 2017 20:17 wib
8.879 views
Jika Rasulullah SAW Dihadirkan Kembali untuk Menjadi Saksi Zaman Ini (Bagian-1)
Bismillah Hirrahman Nirrahim
"Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang"
"Bacalah"
Wahyu pertama yang beliau terima dan sekaligus menobatkan beliau (Muhammad) sebagai rasul Allah. Beliau yang kaget, cemas dan gelisah hanya bisa berkomentar "Aku tidak bisa membaca". Pada fase ini, dikisahkan bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak tiga kali, namun berhasil digagalkan oleh malaikat.
Sangat konyol jadinya melakukan bunuh diri hanya karna buta huruf. Sangat tidak masuk akal. Yang menjadi sebuah tanda tanya besar adalah kenapa sampai melakukannya sebanyak tiga kali dan semuanya gagal. Ini sudah cukup menjadikannya sebagai bukti jelas bahwa nabi melakukan percobaan bunuh diri bukan karna ia buta huruf. Namun, ada suatu hal yang begitu besar yang ditimpakan kepadanya mengenai apa yang terkandung dalaman wahyu pertama.
Jika dilihat dari pandangan secara global kondisi manusia pada masa itu, terdapat begitu banyak ketimpangan-ketimpangan dan perkara melampaui batas diseluruh aspek kehidupan. "Bacalah" yang ditujukan pada nabi muhammad seolah-olah Allah mengisyaratkan bahwa ia ditugaskan untuk melawan dan mengubah kondisi tersebut, padahal beliau hanya seorang diri.
Pada fase "Ummi" dan keimanan yang masih lemah, tentu saja seorang manusia akan mengalami goncangan jika mendapati dirinya harus melaksanakan hal tersebut. Hanya dengan membayangkannya saja, tentang apa yang akan terjadi pada dirinya, penderitaan dan siksaan seperti apa yang akan ditimpakan kaumnya terhadap dirinya, dan lain sebagainya. sementara itu tugas haruslah terlaksana. Terkesan seperti masuk kedalam kandang sekumpulan serigala lapar dengan keadaan tanpa busana. secara logika, sangat tidak etis rasanya jika dalam keadaan seorang diri harus melawan manusia yang begitu banyaknya.
Disaat kisruh yang melanda dunia saat ini, Ia mungkin akan bercerita tentang kisah heroik Nabi Musa yang diabadikan dibeberapa surat dalam Al-quran, diantaranya Al-baqara, Al-An'aam, Al-A'raaf, yunus, Al-Kahf, taa-haa, Ash-Shu'araa, dan lain-lain. Yang mana pada masa itu Allah mengutusnya untuk menyeru penguasa negri tersebut(firaun besera konstitusinya) untuk menyerahkan diri(taqwa) kepada Allah atas kejahatan(kerusakan) yang telah mereka lakukan. Namun mereka ingkar(kafir) tentang apa yang telah dibawa oleh nabi musa.
Diantaranya terdapat pada surat Al-A'raaf(7):103.
Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.[Al-A'raaf(7):103].
Definisi tentang kekafiran mereka terdapat pada ayat-ayat berikut:
Fir'aun berkata: "Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini);[Al-A'raaf(7):123]
demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya".[Al-A'raaf(7):124]
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Fir'aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka".[Al-A'raaf(7):127]
Definisinya:
1. Kadar keimanan seseorang harus sesuai dengan selera penguasa. Dan jika tidak sesuai dengan selera mereka, maka mereka akan melakukan teror.
2. Menciptakan fitnah (hoax) dan melakukan makar (konspirasi) terhadap orang-orang yang menyerahkan dirinya (bertaqwa) kepada Allah.
Orang-orang yang beriman dan menyerahkan dirinya kepada Allah, memberikan komentar mengenai hal tersebut.
Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)".[Al-A'raaf(7):126]
Yang menjadi dasar kekafiran firaun beserta konstitusinya adalah karena ayat-ayat Allah yang di tujukan kepada mereka tidak lain hanya akan mengganggu stabilitas "nafsu duniawi" mereka. Padahal Allah telah memberikan statement(firman Allah) melalui perantara utusan-Nya bahwa apa-apa yang mereka dapati dan kerjakan adalah suatu kejahatan. Secara garis besar, apa-apa yang mereka dapati dan kerjakan harus mereka tinggalkan kemudian berganti menjadi ketundukan dan penyerahan diri(taqwa) kepada Allah saja.
Perubahan status keduniawian mereka yang awalnya "diikuti" akan berubah menjadi "mengikuti", "berada dan terpandang" berubah menjadi "bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa". Namun kekafiran firaun dan para pengikutnya menjadikan mereka enggan kemudian bertindak sewenang-wenang. terlihat pada statement firaun "dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka". Sampai pada akhirnya firaun dan orang-orang yang mengikutinya ditenggelamkan.
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".[Yunus(10):90].
Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.[Yunus(10):91].
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.[Yunus(10):92].
Yang bathil akan lenyap dan akan digantikan dengan yang hak. Sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam firmannya..
Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.[Al-Israa:81]
Semasa hidup terus saja melakukan kejahatan lalu disisa-sisa kehidupan(hari tua), barulah berserah diri kepada Allah untuk mengadakan perbaikan. hal itu tidak jauh berbeda dengan kisah tersebut diatas. Beruntunglah bagi orang-orang yang menyegerakan dirinya berhijrah dari kebathilan menuju kepada yang hak. sebagaimana keberuntungan yang diberikan kepada pengikut Nabi Musa. Mereka berhijrah untuk menyelamatkan "Tauhid" kepada Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan hal tersebut. Sama halnya seperti yang diriwayatkan dalam kisah sahabat (Shuhaib Ar-Ruumi). [dipetik dari kisahmuslim.com].
Saat dalam perjalanan dari Mekah menuju Madinah, Suhaib dicegat oleh orang-orang Mekah.
“Wahai Suhaib, engkau datang kepada kami dalam keadaan miskin dan hina, kemudian hartamu menjadi banyak setelah tinggal di daerah kami. Setelah itu terjadilah di antara kita apa yang terjadi (perselisihan karena Islam). Engkau boleh pergi, tapi tidak dengan semua hartamu.”
Suhaib pun meninggalkan hartanya tanpa ia pedulikan sedikit pun. Kemudian sampailah Suhaib di Madinah, lau ia berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang langsung mengucapkan,
“Perdagangan yang amat menguntungkan wahai Abu Yahya, perdagangan yang amat menguntungkan wahai Abu Yahya.”
Suhaib berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada seorang pun yang melihat apa yang kualami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jibril yang memberi tahuku.”
Lalu turunlah ayat,
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”[Al-Baqarah(2):207].
Manusia hanya tinggal menentukan pilihan. Menjalankan yang hak ataukah yang sebaliknya. maha benar Allah dengan segala firmannya. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Yuki Eastern
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!