Senin, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 22 Mei 2017 21:40 wib
10.052 views
Bank Keliling dan Lingkaran Pemiskinan Ummat
Sahabat VOA-Islam...
Disaat kebutuhan manusia semakin bertambah. Perilaku manusia yang semakin konsumtif ditambah dengan keadaan perekonomian yang kian carut marut. Ditengah krisis ekonomi, masyarakat mencari alternative untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu nya dengan meminjam uang pada suatu lembaga keuangan bank ataupun non bank.
Akhir-akhir ini, masyarakat menengah kebawah sudah banyak didatangi dengan adanya “Bank Keliling”. Secara praktek bank keliling yaitu bank yang melakukan penghimpunan dana dan penyaluran pinjaman secara aktif dengan langsung mendatangi nasabah, dan kebanyakan dilakukan oleh perseorangan atau individu yang memiliki financial cukup kuat di suatu komunitas masyarakat.
Fenomena Bank Keliling
Krisis ekonomi global yang berdampak pada kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok membuat sebagian masyarakat berada pada posisi terjepit dalam mementuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Kondisi ini rupanya dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab untuk mengeruk keuntungan walaupun di atas penderitaan masyarakat dengan memberikan pinjaman tanpa jaminan dengan bunga selangit. Dari beberapa kasus yang penulis dapatkan, saat ini banyak sekali bank keliling yang menjamur di masyarakat dengan berkedokan koperasi.
Sebagai salah satu kasus, dikutif dari tempo.com Banyak bank keliling berkedok koperasi yang bunganya mencekik warga Depok. Tak tanggung-tanggung, para lintah darat yang menawarkan pinjaman itu mematok bunga sebesar 20 persen setiap bulan. Ia menuturkan bank keliling menjamur di semua kecamatan yang ada di Depok. Modus mereka berkedok sebagai koperasi simpan pinjam. Para rentenir meminjamkan uang dengan iming-iming proses mudah dan mendatangi rumah-rumah warga. "Sudah marak sekali bank keliling di Depok. Dewan sudah mendapatkan puluhan keluhan warga yang menjadi korban," kata Muhamad, di tempo.com tahun lalu.
Bank keliling yang saat ini marak di masyarakat, bukan malah mensejahterakan namun demikian malah menyengsarakan. Banyak suami yang marah pada Istri nya yang terlilit hutang pada bank keliling dengan bunga yang besar. Saat ini memang masyarkat menengah-bawah yang disinyalir telah banyak melakukan peminjaman kepada bank keliling. Tanpa mereka tahu menau terkait beban bungan yang di dapatkan, justru akan mempersulit si peminjam.
Meski tingkat suku bunga yang dikenakan bank keliling kepada para peminjamnya rata-rata cukup tinggi berkisar 5% hingga 15% perbulannya. Bahkan ketika nasabah jatuh tempo, bank keliling tidak segan-segan menagih dengan cara yang kasar. Namun masyarakat tetap tak mau berpaling dari lembaga keuangan tidak resmi tersebut.
Melihat kondisi diatas, dengan marak nya bank keliling di Indonesia. Yang pada dasarnya keuntungan yang mereka dapatkan adalah dari bunga yang mereka patokan dengan besar. Sehingga keadilan dalam bank keliling, tidak ada. (dalam perspektif syariah) kemudian bahwasanya bahwa penambahan atau bunga itu adalah Riba, yang jelas hukumnya diharamkan dalam Al-Qur’an. bunga yang dikenal di Indonesia pada dasarnya merupakan praktek ribawi atau penambahan yaitu adanya penambahan dari nilai awalnya. Khususnya dengan transaksi pinjam-meminjam.
Dalam kasus bank keliling, seperti yang telah dipaparkan diatas. Sudah tampak jelas kemudharatannya. Bukan malah mensejahterakan rakyat, namun malah memasukan kedalam lingkaran pemiskinan ummat. Untuk itu, sebagai pemerhati ekonomi syariah. Mengajak untuk segera meninggalkan praktek-praktek ribawi tersebut. Bahwasannya, harta dapat dicari dengan cara yang halal. Allah telah menjanjikan, bahwasannya setiap rezeki manusia ialah yang mengatur.
Oleh karenanya, mari kita sama-sama taat terhadap larangannya. Karena sebuah kesejahteraan hidup bukan hanya dari banyak nya harta, namun keberkahan didalamnya. Mari melakukan kegiatan ekonomi syariah untuk memperoleh kemudahan kehidupan di dunia dan di akhirat. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Reni Marlina, Mahasiswa Ekonomi Syariah
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!