Rabu, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 2 Juni 2021 08:02 wib
11.743 views
Romantisme dan Republik Julid
Oleh:
Keni Rahayu || Influencer Dakwah Millenial
ADA yang suka nonton drama romantis? Cung! Biasanya tipe-tipe mellow dan gampang baper. Seru memang. Apalagi kalau dramanya drama Korea. Ish, gemas. Romantismenya bikin halu tingkat tinggi.
Abis nonnton drakor (drama Korea) biasanya jadi bayangin jalan kaki di bawah turun hujan sambil ada yang pegangin payung. Atau jalan berdua naik mobil, terus sabuk pengaman dipakein. Hmm terus bayangin oppa-oppa ganteng yang lakuin itu semua sebab mereka disebut suami. Tuh kan kan halunya tingkat tinggi, naudzubillahi min dzalik.
Eh, tapi tau gak sih. Ada loh hal romantis yang gak mungkin ada di drama Korea. Masasih? Apa tuh? Di drakor gak ada kan cerita si cowok ngajak ceweknya sholat jamaah? Atau gambaran suami yang lagi benerin rambut tipis-tipis di dahi istri. Gak mungkin ada cerita suami ngasih hadiah istri kaos kaki, sebab ingin melindungi aurat sang istri. Eaa, the real romantic gak sih.
Sadar atau tidak, romantis enggak romantis itu tergantung cara pandang kita, lho. Sebab hal ini dipengaruhi sama pandangan hidup yang ada di diri kita. Kapitalisme dengan akidahnya berupa sekularisme, mendefinisikan romantis itu ketika cinta bertemu cinta bisa saling mencintai karena cinta. Sedangkan Islam, mendefinisikan cinta dengan pertemuan dua insan yang saling mencintai karena Allah.
Beda "karena" aja uda beda nilainya. Eh tapi bener loh. Coba ada gak kisah yang lebih romantis dari seorang suami pergi keluar rumah, mencari nafkah demi penghidupan keluarga. Ia lakukan karena Allah. Nasi, tahu, tempe yang masuk ke perut anak dan istri jadi tenaga mereka beraktivitas sehari-hari. Dalam aktivitas itu adalah amalan ibadah kepada Allah. MasyaAllah, so sweet banget kan?
Ada lagi kisah romantis ketika seorang ayah sedang melatih putri kecilnya, masih balita, memakai kerudung saat keluar rumah. Dipuji-puji cantik dan saliha. Mujinya pakai nama Allah, ya. Si anak hepi, termotivasi, jadi akar kesadaran sehingga membangun bakal pemahaman terkait syariat, betapa Allah memuliakan perempuan.
Pernikahan menjadi sebuah hal fitrah, tersebab rasa cinta yang Allah hadiahi kepada manusia sebagai fitrah (pula). Pernikahan atas dasar cinta kepada Allah, dibangun dengan aktivitas-aktivitis ibadah dan aktivitas sehari-hari yang diniatkan ibadah. Maka, ketika Allah yang dituju, Allah hadiahi keduanya ketenangan (sakinah).
Namun, begitu juga sebaliknya. Perpisahan juga sebuah fitrah. Ketika pernikahan tak lagi bisa mendekatkan keduanya kepada Allah, maka bisa jadi berpisah adalah solusi teromantis bagi keduanya.
Karena romantis itu bukan sekedar gerakan-gerakan tertentu yang bikin hatimu deg-degan. Tapi romantis itu ketika Allah terasa lebih dekat, sebab amalan pasanganmu tak menyekat. Catet.
Jadi, jangan jadi republik julid ketika dengar perpisahan orang terkenal. Kau sanjung-sanjung romantismenya. Tapi saat mereka berpisah kau paksa-paksa rujuk keduanya. Mohon maap, itu kan pernikahan mereka, bukan kita. Sebab tak tau kisahnya, maka cukup bagi kita mendokan kebaikan mereka berdua.
Siapa tahu, dengan perpisahan keduanya mendapati kebaikan. Siapa tahu, perpisahan itu menjadi sebuah pelajaran. Bukan hanya bagi mereka, tapi juga bagi kita. Sebagaimana kita mendapati hikmah dari perpisahan Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti Jahsy.
Zain bin Haritsah adalah anak angkat Rasul. Pernikahan Zaid dan istrinya kurang harmonis. Singkat cerita, mereka bercerai. Setelah habis masa iddah Zainab, Allah swt. memerintahkan rasul untuk menikahi Zainab, ya, mantan istri anak angkatnya itu.
Apa hikmah yang hendak Allah sampaikan pada kita? Allah ingin memberikan pelajaran (khususnya pada orang Arab masa itu) bahwa anak angkat adalah anak angkat, tidak sama dengan anak tiri. Pernyataan itu dipertegas dengan pernikahan rasul dan Zainab binti Jahsy, yang sebelumnya berstatus mantu dengan mertua tiri. Orang Arab pada masa itu menganggap anak tiri sama dengan anak kandung, bagi mereka haram ayah mertua (tiri) menikahi bekas mantunya. Kemudian syariat Allah turun hendak menghapus itu semua.
Oleh sebab itu, terhadap cinta-cintaan persiapkan diri sejak dini. Gali ilmu lebih dalam lagi. Jangan baperan, jangan ekspektasi. Sekali lagi kukatakan, persiapkan sejak dini. Dengan berbagai berita perpisahan, sudahi. Jangan dimasukkan ke dalam hati. Wallahu a'lam bishowab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!