Oleh: Muji S.pd (Pendidik. Anggota Pengajian Aonitat Magetan)
Ketidakpahaman kaum muslimin terhadap jatidirinya sebagai seorang muslim, membuat sebagian besar kaum muslim dalam menjalani kehidupan mereka dengan gambaran kehidupan yang tidak jelas dan tidak terarah.
Contohnya saja ketika perayaan Natal, banyak kaum muslimin yang mengucapkan selamat hari natal kepada kaum nasrani. Bahkan ada juga umat islam yang ikut merayakan hari natal. Di samping itu ada umat islam yang malah membantu untuk menyiapkan dan memperlancar jalannya natal.
Contoh lain yang sering kita lihat yaitu ketika perayaan tahun baru masehi, banyak umat islam yang mempersiapkan berbagai cara bahkan rela untuk mengorbankan harta, jati diri, maupun agama untuk menyambut dan merayakan pergantian tahun baru masehi yang notabene bukan berasal dari islam.
Bukankah Rasulullah saw telah bersabda "sungguh kalian akan mengikuti jalan - jalan orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang - orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit swkalipun) pasti kalianpun akan mengikutinya " kami (para sahabat) berkata, "wahai Rasulullah,apakah yang diikuti itu adalah yahudi dan nasrani ? Beliau menjawab, "Lantas siapa lagi? " (HR. muslim no.2679).
Selain itu dari Ibnu Umar, Nabi d halal allahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka " (HR. Ahmad 2:50 dan Abu Daud no. 4031)
Amal/perbuatan seseorang sejatinya menunjukkan pemahaman seseorang terhadap suatu perkara. Ketika seseorang memiliki pemahaman yang berbeda terhadap suatu perkara yang sama, maka berbeda pula seseorang dalam menyikapinya dan dan mengambil tindakan, inilah yang menunjukkan aqidah seseorang.
Aqidah, dalam bahasa arab berasal dari lafadz 'aqada ya'qidu 'aqidatan. yang berarti ma'qudah (sesuatu yang diikat), sesuatu yang diyakini oleh kalbu (wijdan) dan terima oleh akal pikiran.
Sedangkan aqidah dalam konteks islam didefinisikan sebagai pemikiran yang menyeluruh mengenai manusia, kehidupan, serta hubungan diantara semaunya dengan apa yang ada sebelum kehidupan (Pencipta) dan setelah kehidupkan (hari kiamat ), serta mengenai hubungan semuanya dengan apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan (syariat dan hisab), yang diyakini oleh kalbu (wijdan) dan diterima oleh akal, sehingga menjadi pembenaran (keyakinan) yang bulat, sesuai dengan realitas (yang diimani) dan bersumber dari dalil (penj. diskursus islam politik dan spiritual hal 114).
1) Seseorang yang beraqidah sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan, pada hakekatnya mereka mengakuai akan adanya agama. Ia meyakini bahwa dunia, alam semesta, dan kehidupan ini ada yang menciptakan. pencipta itu ada. Allah itu ada. Ia pun yakin adanya akirat.
Namun ia berkeyakinan bahwa sang pencipta hanya bertugas menciptakan saja. Tidak berhak mengatur. urusan dunia menurut mereka harus diatur sendiri oleh manusia. Allah dalam keyakinannya, tidak menurunkan aturan apapun untuk mengatur seluruh bidang kehidupan manusia. Allah hanya menurunkan aturan dan tatacara ibadah ritual yang mengatur manusia denganNya.
Mereka berkeyakinan bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan negara. agama hanya mengurusi masalah ritual dan etika semata. Sehingga mereka bebas berbuat sekehendaknya.
2. Seseorang yang beraqidah sosialis berarti mereka tidak meyakini adanya Sang Pencipta (al khaliq), tidak meyakini adanya akhirat, tidak meyakini adanya pembalasan. Ia meyakini bahwa hidup hanya sekali, di dunia ini. Ia pun merah bebas hidup di dunia dalam menentukan apa saja yang akan ia lakukan. Yang penting ia suka dan mau. pemikiran yang ada di akal dan hatinya inilah yang memimpinnya untuk bersikap dan berbuat. mereka berkeyakinan bahwa yang ada hanyalah yang bersifat materi saja.
3. Sedangkan seseorang yang beraqidah islam berkeyakinan bahwa yang ada di alam ini di ciptakan oleh Allah swt. (Q.S. Thaha 20:14 dan Al Baqarah 2 :22). Allah menurunkan aturan, perintah dan larangan yang termaktub di dalam wahyu yang diturunkanNya sebagai aturan kehidupan.
Allah sajalah yang berhak menentukan hukum dan aturan bagi manusia (Q.s. Al Baqarah 2:2, al Qadr 97:1 an Nah 16:103 yang dibawa oleh Rasulullah (Q.s. Al Fath 48:28, 29; Ash Shaf 61:9). Semua yang ada di dalam Al Quran harus diikuti (Q.s. Al Hasyr 59:7). Pada hari kiamat manusia akan dibangkitkan dan dihisab seluruh perbuatannya yang dilakukan di dunia ini (Q.s. Al Mukmin 23:16 ; ar Ra'du 13:40).
Manusia di masukkan oleh Allah SWT ke surga dan ada juga yang ke neraka (Q.s. Al Baqarah 2:25 ; ad Dukhan 44: 51-55 ; al Waqiah 55: 41-43). tugas manusia hanyalah untuk beribadah dalam arti luas (Q.s. adz Dzariyat 51:56). Yang oleh Muhammad Quthub dalam bukunya mafahim yanbaghi an tushohah dimaknai sebagai taat kepada Allah, tunduk dan patuh kepadaNya serta terikat dengan aturan- aturan islam dalam segala aspek kehidupan. Maka orang yang berpegang kepada aqidah islam akan senantiasa terikat dengan aturan - aturan islam.
Dengan demikian jelaslah bahwa seseorang yang sejatinya muslim tetapi tidak mau terikat dengan aturan Allah, bebas berbuat semaunya sendiri, meskipun dia muslim jelaslah aqidah mereka bukan islam.
Seorang muslim hendaknya memiliki kepribadian (syakhsiyah) islam. Kepribadian islam terbentuk dari pola pikir (aqliyah) islam dan pola sikap (nafsiyah) Islam.
Pola pikir islami adalah pola pikir yang senantiasa disandarkan pada syariat islam. sedangkan pola sikap Islami adalah sikap seseorang yang ketika hendak melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya senantiasa disandarkan pada islam (syariat ialam). Dan inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim. [syahid/voa-islam.com]