Jum'at, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 7 Desember 2018 10:00 wib
7.749 views
Untaian Mutiara 212, Indahnya Terkenang Abadi
Oleh: Ragil Rahayu
Duo Farrel menyedot perhatian netizen. Mereka adalah Teuku Wisnu (pemeran Farrel dalam sinetron "Cinta Fitri") dan Irwansyah (pemeran Farrel dalam film "My Heart". Keduanya kompak berkumpul, bukan untuk syuting sinetron, tapi ikut reuni 212. Kedua artis ini tampak adem mengenakan topi dan slayer tauhid. Selain Teuku Wisnu dan Irwansyah, hadir juga sederet artis lainnya. Sebut saja Mario Irwinsyah, Dimas Seto, Irfan Hakim, Indra Brugman, Kiwil, Babe Jaja Miharja, Fauzi Baadila, Ahmad Dhani dan juga sang istri Mulan Jameela. Hadirnya para artis hijrah ini membuat peserta reuni 212 makin beraneka warna. Peserta tak hanya berasal dari jamaah dakwah tertentu, tapi dari aneka latar belakang.
Yang paling mendominasi reuni, mungkin adalah para pemuda. Mereka datang dalam gelombang yang besar dan dari tempat yang jauh. Mereka adalah para santri. Yang paling fenomenal adalah santri Ciamis yang berjalan kaki sambil mengenakan caping pak tani warna hitam berhias kalimat tauhid. Meski mayoritas peserta masih muda, namun banyak juga generasi tua yang hadir. Beberapa foto di media sosial menunjukkan kakek/nenek tua di atas kursi roda yang semangat mengikuti reuni. Raga yang telah sepuh tak menghalangi langkah mereka untuk membela tauhid. Mereka yakin, perjuangan tak dibatasi usia. Kalimat tauhid harus terus ditinggikan hingga ruh terpisah dari raga.
Kaum perempuan juga tak ketinggalan menjadi bagian dari reuni 212. Kehadiran mereka menjadikan reuni kaya akan cerita. Ada ibu hamil yang mengajak dua balitanya. Banyak ibu-ibu dari luar kota membawa tas besar yang isinya didominasi perlengkapan bayi. Ada nenek sederhana yang membagikan nasi uduk gratis. Tak ketinggalan para remaja muslimah yang tampak manis dengan hijab syar'i-nya.
Tak hanya yang bertubuh lengkap, orang-orang istimewa yang Allah swt uji dengan raga tak sempurna pun ikut meninggikan bendera tauhid. Ada yang tak punya kaki, sehingga harus menggunakan kursi roda. Ada yang tak punya tangan tapi kukuh mengangkat ar rayah dengan lengan yang ada. Ada pula yang berjalan dengan kaki yang hanya sampai paha. MasyaAllah, bukan fisik mereka yang membuat trenyuh. Namun senyum mereka yang merekah membuat kita yang bertubuh sempurna merasa malu untuk mengeluh. Cahaya keikhlasan memancar dari senyum nan tulus, meski rasa lelah pasti mereka rasakan. Namun mereka tak ingin ketinggalan kafilah perjuangan.
Namun yang paling tak dinyana adalah hadirnya non muslim dalam acara monumental ini. Mereka datang karena hendak menjadi saksi peristiwa bersejarah 212. Meski awalnya rasa khawatir menyelusup di relung hati, namun senyum ramah peserta sungguh menyejukkan mereka. Mereka diberi topi dan slayer tauhid. Bahkan peserta juga berbagi makanan dengan mereka. Inilah kasih sayang yang nyata, antara insan yang berbeda agama. Namun sikap lemah lembut menautkan hati mereka.
Demikianlah peserta reuni 212 berasal dari berbagai latar belakang. Mulai artis hingga orang-orang yang istimewa fisiknya. Dari bayi hingga nenek renta. Secara ekonomi pun demikian. Ada yang mampu charter pesawat, booking hotel dan menjamu peserta dengan menu prasmanan. Ada juga yang tak mampu memberi apa-apa, hanya bisa menerima sampah. Mereka masing-masing ibarat butiran mutiara. Indah dan berkilau. Mereka awalnya terserak, tak beraturan. Namun dalam reuni akbar ini mereka dipersatukan. Ada satu tali yang mengikat erat mereka hingga menjadi kalung nan indah. Menjadi peristiwa monumental yang menampilkan kebaikan. Tali yang menyatukan umat itu adalah aqidah Islam.
Umat Islam datang dengan dorongan aqidah Islam. Tujuan mereka satu yaitu membela bendera tauhid. Berawal dari pembakaran bendera tauhid di Garut. Muncullah penjelasan dari para ulama tentang bendera tauhid. Bahwa Rasulullah saw memiliki dua bendera, yaitu al liwa' yang berwarna putih dan ar rayah yang berwarna hitam. Pada keduanya tertulis kalimat tauhid yaitu Laailaahaillallah Muhammadu Rasulullah. Inilah kalimat yang umat Islam lahir dengannya, hidup dengannya dan ingin mati dengannya. Kini bendera tauhid telah dipahami umat Islam. Muncul rasa memiliki dan ingin meninggikannya. Atas dorongan itulah jutaan kaum muslim hadir di Monas pada 2 Desember 2018. Mereka ingin bersatu meninggikan bendera tauhid.
Suksesnya reuni 212 tahun ini menjadi pemecah mitos bahwa umat Islam tak bisa bersatu. Selama ini kita terkungkung dalam mitos tanpa dasar, bahwa umat Islam memang tak bisa disatukan. Terlalu banyak perbedaan yang harus dieliminasi. Perbedaan madzhab, jamaah, ormas, ulama panutan, parpol, dan sebagainya. Terlalu banyak kepentingan kelompok yang harus dikorbankan. Kita dipaksa percaya bahwa persatuan umat itu mustahil. Namun reuni 212 tahun ini memecahkan mitos itu.
Terbukti, umat Islam bisa bersatu. Meski mereka berbeda latar belakang, namun satu aqidah dan satu tujuan. Umat Islam sudah lelah berpisah dan rindu ukhuwah. Kini persatuan itu nyata dan akan terus ada. Selanjutnya akan makin besar dan makin cerdas. Jika kini umat paham bendera tauhid, tahun depan bisa jadi umat sudah paham sistem Islam yang akan menjaga bendera tauhid. Itulah sistem khilafah Islamiyah. Semoga. []
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!