Kamis, 18 Jumadil Awwal 1446 H / 31 Mei 2018 23:20 wib
4.896 views
The Twin Heart 11: Menyusuri Masa Lalu
Assalamu'alaikum sobat muda voa-islam yang dirahmati Allah,
Apa kabar? Kangen dengan Dave dan Sharon?
Maaf, penulis moody lagi kumat jadi munculnya cerbung The Twin Heart ikutan kumat juga :D
Lagipula, biar kamu makin penasaran dengan kelanjutan kisah ini. Makanya sengaja ditarik ulur datangnya cerbung ini (backsound: alesaaannnn).
Okay, yang penting sekarang Dave sudah hadir lagi, masih sepaket dengan Sharon. Kisah pun semakin seru. Gak usah lama-lama, langsung cuss pantengin yaa...
Selamat membaca :)
Salam
-------------------------
The Twin Heart - Bagian 11
Menyusuri Masa Lalu
Oleh: Ria Fariana
“Aku tahu karena aku bukan hanya seorang wartawan kampus, remember?”
Dave ingat bahwa Sharon pernah magang menjadi wartawan di surat kabar harian lokal. Bahkan ia pernah menjadi reporter sukarela untuk badan amal dunia yang dibiayai gereja. Semua posisi sudah pernah dicobanya, mulai turun lapangan menjadi wartawan yang meliput kasus kriminal hingga menjadi sukarelawan yang turun di arena konflik perbatasan Israel-Palestina untuk melaporkan ‘live’ dari sana.
“Baiklah,” akhirnya Dave tak punya pilihan lain.
Dave benar-benar tak tahu harus mulai dari mana pencariannya. Andai boleh memilih, ia lebih suka melakukannya sendirian. Dengan Sharon menyertai, konsentrasinya jadi pecah. Semandiri apa pun sosok Sharon, ia tetaplah seorang gadis yang harus mendapat perlindungan ekstra. Kalau sendirian ia bisa tidur dan makan seadanya. Dengan adanya Sharon, apa mungkin ia tega tidur di halte bis misalnya. Tapi sungguh, ia tak mampu menahan gadis itu untuk tidak ikut. Ah…biarlah, ia bisa menjadi teman ngobrol.
“Bicaralah Dave, jangan diam saja,” Sharon memecahkan kebisuan ketika mereka berdua duduk di bis. Dave terlihat gundah. Ditariknya nafas dalam-dalam.
“Aku tak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri bila sampai terjadi apa-apa pada Umar.”
Sharon terdiam.
Bis melewati distrik padat penduduk daerah selatan. Di salah satu haltenya, Dave diikuti Sharon turun. Seakan sudah mengenal jalan-jalan kumuh itu sebelumnya, Dave berjalan cepat sekali. Sharon berlari-lari kecil di belakangnya. Mereka berdua masuk hingga ke dalam, ke arah pemukiman yang semakin terlihat kusam. Berbeda dengan arah masuk tadi yang padat penduduk, semakin ke dalam semakin sepi orang. Meski siang hari, suasana terlihat remang-remang. Apartemen murah yang menjulang tinggi tanpa penduduk, seperti menghalangi sinar matahari yang berusaha masuk.
Dave menoleh ke arah Sharon. Ia hanya ingin memastikan gadis itu tak ketakutan. Tough girl, batin Dave ketika melihat semangat Sharon. Sampai di depan sebuah pintu apartemen kumuh pinggiran kota, Dave mengetuk pintu.
“Siapa?” jawab suara dari dalam
“Si anak hilang,” jawab Dave.
Pintu pun terbuka. Suasana di dalam yang jauh lebih remang daripada di luar tadi membuat Sharon ragu mau melangkah. Tapi mengingat ada Dave yang dikenalnya, maka ia mengikutinya masuk.
Dave langsung berjalan menuju lantai dua. Ketika ia berusaha membuka pintu salah satu ruang di lantai itu, ada seseorang menahannya.
“Bilang George, Dave datang butuh bantuan.”
Akhirnya, Dave dipersilahkan masuk.
“Kumohon, aku benar-benar butuh bantuanmu. Sahabat kecilku bernama Umar diculik.”
“Punya dugaan siapa yang menculik?”
“Tidak. Penculik belum menghubungi orang tuanya hingga saat ini. Polisi pun tak segera tanggap dengan laporan yang diberikan orang tuanya. Cuma aku curiga ini bukan murni penculikan.”
“Maksudmu?”
Dave menarik nafas panjang sebelum menceritakan detil awal mula keterlibatan semua hal ini dengan hasil wawancara tentang kebangkitan Islam di Asia Tenggara terlebih dengan ide Khilafah yang diprediksi badan inteligen NIC.
“Cukup rumit. Siapa pun bisa mendalangi penculikan ini terutama yang mempercayai prediksi itu dan bersinggungan langsung dengan pernyataan-pernyataan yang dibuat Abas, si kandidat doktor itu.”
“Karena itu, bantu aku.”
“Apa imbalannya?”
Dave mengeluarkan segepok uang. Dan gepokan itu cuma dilirik oleh George, pimpinan mafia itu.
“Okay, apa maumu?”
George melirik Sharon. Dengan marah, Dave mencengkeram kerah leher George.
“Jangan kamu berani coba-coba kurang ajar terhadapnya!”
Beberapa anak buah George datang dan berusaha meringkus Dave.
“Lepaskan ia!” George memberi perintah pada anak buahnya sambil membetulkan kemejanya yang kusut karena tarikan Dave tadi.
“Aku memaafkanmu kali ini. Kalau tak ingat siapa kamu dan siapa aku, kamu tak bakal bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup. Pergilah!”
Dua orang laki-laki kekar segera menyeret Dave dan Sharon keluar ruangan itu. Uang yang tadi sempat ditaruhnya di atas meja, dihamburkan tepat di mukanya oleh anak buah George. Sharon membantu Dave memungutinya.
“Dave, thank you.”
“Untuk apa?”
“Membelaku sedemikian rupa.”
Dave diam. Antara tak tahu harus menjawab apa dan sibuk berpikir bagaimana menemukan Umar kembali. Mereka keluar bangunan itu dan mencari kemungkinan lain untuk kasus ini.
#Yess, sampai di sini dulu. Stay tune di saluran yang sama ya, sampai jumpa di episode berikutnya ^_^
Link sebelumnya: http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2018/05/14/57916/the-twin-heart-10-sahabat-cilik-pembuka-pandora/#sthash.mXAeV9fA.dpbs
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!