Selasa, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 12 April 2016 11:41 wib
7.417 views
Pondasi Akidah untuk Ujian Nasional yang Bersih dan Jujur
“Nyediakan kunci jawaban nggak, Kak?”
Kalimat tersebut sering muncul diam-diam ataupun terang-terangan saat musim ujian nasional di depan mata. Berbondong-bondong mereka mendaftar ke lembaga bimbingan berusaha sebagai salah satu upaya mendongkrak kemampuan, syukur-syukur dapat kunci jawaban.
Ya...tes kecil bernama kejujuran itu ada di momen ini. Momen saat pelajar SMP ingin dapat nilai bagus untuk bisa masuk SMA favorit, dan pelajar SMA ingin bisa masuk PTN idaman. Alih-alih belajar dan berdoa yang rajin, beberapa pertanyaan malah menunjukkan kualitas sebagian generasi negeri ini. Seolah kunci jawaban merupakan solusi bagi malasnya belajar dan berdoa di hari-hari sebelumnya.
Padahal di tiap mata pelajaran, baik guru sekolah maupun bimbingan belajar sudah mati-matian mengajar dan membuat mereka paham untuk tiap materi yang akan diujikan. Tapi tetap saja, pertanyaan nggak mutu di atas muncul di tengah para pelajar tersebut. Dari sini saja terlihat ada yang timpang dalam sistem pendidikan negeri ini terkait dengan kejujuran generasi.
Belum lagi di pihak para guru. Tak jarang guru bahkan kepala sekolah mendukung adanya praktik ketidakjujuran ini. Mereka berusaha sedemikian rupa agar anak didiknya mendapat kunci jawaban sehingga kelulusan sekolah tersebut mencapai 100%. Klop, guru kencing berdiri, murid kencing berlari adalah peribahasa yang pas untuk kondisi ini. Guru dan murid sama saja, saling bangga dengan ketidakjujuran yang makin membudaya di pelosok negeri.
...Ketika keimanan akan sifat Allah utamanya yang Mahamelihat dan mengetahui terhunjam tajam ke dalam diri, maka lambaian kunci jawaban tak akan mempengaruhi...
Lalu bagaimana bila arus mayoritas sudah sedemikian parahnya memuja kecurangan? Di tengah balutan lumpur, saya yakin masih ada berlian yang tersimpan. Hal penting yang harus dijaga adalah keyakinan bahwa akan ada pribadi tangguh yang berusaha berdiri di atas prinsip. Karena itu menyampaikan bahwa ngerpek, mencari kunci jawaban dan mencontek itu salah harus terus digaungkan. Tidak sendiri, tapi ada pondasi akidah yang harus selalu menyertai di tiap penjelasan.
Keyakinan akan adanya Allah Yang Mahamelihat bisa menjadi benteng yang harus terus ditanamkan pada semua khususnya pelajar. Saya yakin jiwa para remaja itu masih jauh lebih bersih daripada pihak mana pun yang menghalalkan segala cara demi nilai. Ketika keimanan akan sifat Allah utamanya yang Mahamelihat dan mengetahui terhunjam tajam ke dalam diri, maka lambaian kunci jawaban tak akan mempengaruhi. Percaya kepada diri sendiri dan bantuan keimanan akan membuat sosok seperti ini menjadi secercah cahaya harapan di tengah terpuruknya makna kejujuran.
Masalahnya, seberapa banyak sekolah dan guru yang peduli terhadap hal sepenting ini? Gembar-gembor kejujuran akan sia-sia tanpa ada pondasi akidah kuat yang menyertai. Pertanyaannya, sudahkah langkah ini menjadi solusi demi memberantas ketidakjujuran yang nantinya bertransformasi menjadi korupsi saat mereka dewasa nanti? Inilah yang seharusnya menjadi PR bagi semua lapisan masyarakat yang masih peduli terhadap nasib generasi negeri ini. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!