Kamis, 6 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Oktober 2021 08:09 wib
3.204 views
HNW: Kemenag Tak untuk Diklaim atau Dibubarkan
JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, prihatin dengan wacana mengklaim atau malah membubarkan Kementerian Agama, akibat dari pernyataan yang katanya internal, tapi menyebar, dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Pria yang akrab disapa HNW ini mengingatkan agar para Pejabat dan Umat termasuk kalangan Santri mengkaji lebih dalam sejarah dan peran serta Para Ulama Pejuang dan Bapak-bapak Bangsa, termasuk yang terkait dengan latar belakang diadakannya Departemen Agama, yang kemudian menjadi Kementerian Agama.
“Fakta sejarahnya Kementerian Agama (Kemenag) diperjuangkan oleh Tokoh-Tokoh Bangsa dari beragam latar belakang, untuk mengurusi Agama secara spesifik, dan untuk menjadi milik bangsa Indonesia secara umum, dan merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan para Pendiri Bangsa bahwa finalnya Pancasila adalah dengan menerima kompromi sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa,” jelas HNW mengkritisi pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Seperti diketahui, Menag Yaqut mengatakan bahwa keberadaan Kemenag adalah hadiah khusus untuk Nahdlatul Ulama (NU), bukan untuk umumnya Umat Islam, sebagai konsekuensi dari penghapusan tujuh kata dalam piagam Jakarta melalui juru damai dari NU yang menurut Menag adalah KH Wahab Hasbullah.
HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa pernyataan Menag tersebut sekalipun katanya dilakukan dalam forum internal (tapi dipublikasikan) tidak sejalan dengan spirit inklusifitas dan moderasi Islam yang selalu disuarakan oleh Menag.
“Apalagi dengan pernyataan bahwa dirinya bukan Menteri Agama Islam, tapi Menteri untuk semua Agama. Karena klarifikasi dari pernyataan tersebut tidak cukup memadai untuk mengkoreksi dampak potensi terjadinya ekslusifitas yang bisa mengarah kepada laku yang tidak moderat, dan berpotensi memecah belah Ormas-Ormas Islam di Indonesia yang tokoh-tokohnya dahulu juga terlibat dalam persidangan BPUPK dan PPKI terkait piagam Jakarta, juga persidangan di BK KNIP sehingga usulan KH Soleh Suaidy(alIrsyad / Masyumi), KH Abu Dardiri (Muhammadiyah/Masyumi) dari KNI Banyumas didukung olh M Natsir (Persis/Masyumi), Dr Mawardi, M Karto Soedarmono (KNIP), bisa mengalahkan argumentasi para penolak adanya Kementerian yang khusus mengurusi Agama seperti J Latuharhari, Ki Hajar Dewantara dan lain-lain,” urai HNW.
Mestinya, lanjut HNW, sikap gigih memperjuangkan hadirnya Kementerian Agama, serta kenegarawanan dan sikap inklusif dari tokoh-tokoh Ormas Islam NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, maupun dari Partai Islam Masyumi, yang bisa berjuang bersama sehingga Presiden Soekarno, akhirnya menyetujui diadakannya Departemen (Kementerian) Agama.
Sikap kenegarawan, inklusifitas dan ukhuwah, toleransi, serta kemampuan untuk sukses bekerjasama seperti ini, yang mestinya diajarkan dan disampaikan kepada para Santri, baik yang bacaannya Kitab Kuning maupun Kitab Putih, baik dalam forum internal maupun eksternal. Karenanya wajar kalau pernyataan kontroversial Menag tersebut dikoreksi oleh Pimpinan NU dll.
“Sekjend PBNU (KH Helmi Faishal Zaini) dan Ketua MUI berlatar belakang NU, yakni KH Chalil Nafis PhD secara terbuka sudah mengkoreksi statement bahwa Kemenag sebagai hadiah khusus untuk NU tersebut. Reaksi kritis juga disampaikan oleh tokoh-tokoh dari Ormas-Ormas Islam lainnya, juga dari kampus dan dari Partai-Partai, seperti PPP, Gerindra dan PKS,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (26/10).
Lebih lanjut, HNW menjelaskan apabila merujuk ke beberapa literatur sejarah, Presiden Soekarno memang pernah menunjuk KH Wahid Hasyim dari NU sebagai Menteri Negara urusan Agama pada 19 Agustus 1945 hingga 14 November 1945.
“Dalam periode itu, Departemen yang khusus mengurusi Agama belum ada, karena ditolak oleh beberapa pihak seperti J Latuharhari maupun Ki Hajar Dewantara. Tapi kemudian Presiden Soekarno menyetujuinya, setelah diperjuangkan oleh beberapa anggota KNIP dari Partai Masyumi dan dari ormas Al Irsyad, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain,” ujarnya.
“Akhirnya Pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 1/S.D. pada 3 Januari 1946 yang memutuskan mengadakan Departemen (nanti menjadi menjadi Kementerian) Agama dan mengangkat HM Rasyidi (yang dikenal sebagai tokoh dari Muhammadiyah) sebagai Menteri Agama yang pertama sesudah diresmikannya Departemen Agama. Hari itulah, 3/1/1946, yang ditetapkan menjadi hari lahir Departemen (Kementerian) Agama, yang setiap tahunnya diperingati di Kemenag,” ujarnya.
HNW mengatakan bahwa Presiden Soekarno yang membuat Ketetapan adanya Depag, maupun para pengusulnya di KNIP, serta HM Rasyidi tokoh Muhammadiyah yang diangkat Presiden Soekarno sebagai Menag, bahkan KH Wahid Hasyim yang sebelumnya diangkat oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Negara urusan Agama, tidak pernah mengklaim baik dalam forum tertutup maupun terbuka, bahwa Depag adalah hadiah khusus untuk ormas tertentu, dan bukan untuk umumnya Umat Islam.
Namun, mereka memperjuangkan dan menyepakati adanya Departemen Agama, agar Agama dan Umat beragama di Indonesia dapat diurusi oleh Departemen/ Kementerian secara tersendiri.
“Jadi yang paling utama adalah merelasasikan tujuan dihadirkannya Depag, bukan klaim hadiah khusus untuk Ormas tertentu yang memantik tuntutan agar bila demikian, Kemenag dibubarkan saja. Kenegarawanan para Bapak Bangsa dan Menteri-Menteri Agama pada zaman perjuangan itulah yang menghadirkan sikap negarawan inklusif, toleran, moderat dan berukhuwah. Terbukti bahwa para Ulama dan Santri dari beragam Ormas dan Orpol Islam bisa menerima latar belakang Menag yang juga beragam, tidak khas dari Ormas tertentu saja; ada dari Muhammadiyah, NU, Syarikat Islam, bahkan dari Partai Politik spt Masyumi, belakangan bahkan juga ada dari intelektual kampus, juga yang dari TNI. Mereka bisa saling menghormati, bukan saling mengklaim atau menegasikan,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan bahwa sangat jelas dan diakui peran tokoh-tokoh NU memang sangat besar dalam pembentukan Indonesia Merdeka, dengan Pancasila, UUD NRI 1945, maupun NKRI-nya.
Namun, HNW mengatakan tokoh NU yang aktif dalam rapat-rapat di BPUPK, Panitia 9 yg hadirkan Piagam Jakarta, maupun PPKI yag sepakati rumusan final Pancasila (18/8/1945) adalah KH Wahid Hasyim putra Hadhratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari, bukan KH Wahab Hasbullah sebagaimana disebutkan oleh Menag Yaqut.
“Saya seringkali menyampaikan ini dalam kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, bahwa peran ulama dari NU sangat diakui; termasuk KH Wahid Hasyim, dan KH Hasyim Asyari serta KH Wahab Hasbullah, beserta tokoh Islam dari Ormas lainnya seperti, KH Kahar Mudzakkir, Ki Bagus Hadikusumo atau Kasman Singodimedjo (Muhammadiyah), H Agus Salim, H Abikusno Cokrosuyoso, M Natsir(Partai Masyumi) dan Tokoh Nasional/Bapak-Bapak Bangsa lainnya. Mereka sekalipun berlatar belakang Ormas Islam dan Parpol Islam berbeda, bisa bahu membahu memperjuangkan diadakannya Departemen Agama. Itu juga pelaksanaan terhadap penerimaan Umat bahwa sila pertama dari Pancasila yang merupakan dasar Negara yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” jelasnya.
HNW menambahkan para tokoh nasional itu sudah berhasil, dan mestinya para Santri dicerahkan dengan sejarah ini. Dan para Pejabat termasuk Menag, menjadi teladan untuk melaksanakannya, baik dalam ungkapan maupun dalam kebijakan. Agar kehadiran Kementerian Agama betul-betul bisa merealisasikan tujuan kehadirannya.
“Sehingga membawa manfaat yang luas dan mendasar untuk semua Agama dan Umat beragama, agar berkontribusi maksimal realisasikan cita-cita Proklamasi dan Reformasi.
Agar tidak malah menjadi sumber kegaduhan dengan klaim dan polemik yang tidak diperlukan oleh Santri, Umat Beragama maupun NKRI, apalagi yang kini terdampak akibat pandemi covid-19,” pungkasnya.*[Ril/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!