Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 19 Februari 2019 14:41 wib
3.825 views
Kritisi Greenpeace Indonesia ke Capres 2019
JAKARTA (voa-islam.com)- Berdasarkan kajian Cerulogy, kebijakan biofuel telah menciptakan permintaan minyak sawit sebesar 10,7 juta ton. Pada tahun 2030, permintaan biofuel diprediksi mencapai 67 juta ton, dan membuka peluang deforestasi baru sebesar 4,5 juta hektar serta hilangnya 2,9 juta lahan gambut. https://bit.ly/2TV8uZV
Tidak tepat jika @jokowi dan @prabowo menjawab pemenuhan kebutuhan energi hanya dengan pengembangan biofuel secara masif. Karena potensi energi terbarukan yang bersumber dari tenaga surya dan angin jauh lebih besar di Indonesia,” demikian cuitan Greenpeace Indonesia.
Potensi tenaga angin sebesar 60.647 MW dan tenaga surya sebesar 207.898 MW, atau jauh lebih besar dibandingkan potensi bioenergi 32.654 MW. Kapasitas terpasang energi surya dan angin pun masih jauh di bawah bioenergi.
“Kedua capres juga tidak memiliki sikap tegas terhadap lubang-lubang tambang yang dibiarkan tanpa penegakan hukum. Padahal, di Kalimantan Timur, lubang-lubang tambang batu bara telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran sungai yang berdampak pada masyarakat.”
Hingga akhir 2018, terdapat 31 korban meninggal akibat lubang-lubang tambang batu bara di Kalimantan Timur. Penegakan hukum sulit dilakukan karena adanya keterlibatan elit politik dan pengambil kebijakan dalam bisnis tersebut.
http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/695938/kita-batubara-dan-polusi-udara.pdf …
Batu bara melalui keberadaan PLTU dan kebakaran hutan telah merusak kualitas udara Indonesia. Polusi udara mengancam kesehatan dan produktivitas masyarakat. Sedikitnya 6.500 kematian dini diprediksi terjadi setiap tahun di Indonesia akibat penyakit pernapasan akibat polusi udara.
Percepatan infrastruktur pun seringkali mengabaikan hak-hak masyarakat lokal, seperti petani dan nelayan. Contohnya, perencanaan pembangunan PLTU Batang yang menggusur petani dan nelayan.
“Banyak juga kasis kriminalisasi aktivis penolak PLTU di Cirebon/Indramayu, tambang emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi, dan juga di Surokonto, Jawa Tengah dengan tuduhan yang sama sekali tidak masuk akal.”
Persoalan sampah plastik yang sudah menyentuh titik krisis juga luput dari perhatian kedua calon presiden. Pemerintah sudah menyatakan komitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada 2025, tapi detail aksi konkret belum terlihat.
“Pemerintah dalam hal ini @kementerianLHK kalah jauh dengan sejumlah pemerintah daerah yang sudah menerapkan kebijakan larangan kantong plastik. Perlu langkah nyata demi menyelamatkan daratan dan lautan dari invasi sampah plastik.”
Pengendalian jumlah plastik sekali pakai dengan fokus pada pengurangan belum menjadi langkah utama yang diambil. Produsen khususnya produsen kebutuhan sehari-hari harus mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, beralih ke model bisnis yang lebih berkelanjutan, serta bertanggung jawab atas sampah produk yang mereka hasilkan sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Secara keseluruhan, komitmen untuk mengatasi perubahan iklim di kedua kubu tidak terlihat. Padahal Indonesia meratifikasi Kesepakatan Paris, dan berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen.
Komitmen penurunan emisi tidak akan tercapai, jika arah pembangunan masih berbasis pada energi fosil dan rencana ekspansi biofuel yang berdampak pada pembukaan lahan besar-besaran. Kedua kandidat masih punya PR yang besar untuk memperbaiki janji-janji program kerja mereka jika ingin memenangkan bumi dan masa depan lingkungan Indonesia.
Greenpeace adalah suatu organisasi internasional yang berkampanye untuk kampaye lingkungan secara global. Amsterdam, Belanda adalah kantor pusat dari Greenpeace, telah mempunyai 2,8 Juta pendukung di seluruh dunia, Nasional dan kantor regional di 41 negara.
(Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!