Sabtu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Desember 2018 20:25 wib
3.702 views
Divestasi dari Utang, tak Perlu Overdosis dan Politis
JAKARTA (voa-islam.com)- Mantan Stafsus ESDM, Said Didu menjelaskan bahwa pengalihan blok migas dan perubahan kontrak pertambangan yang terjadi saat ini adalah pelaksanaan UU Migas dan UU Minerba. Sehingga, siapa pun presidennya saat ini akan terjadi hal tersebut karena presiden harus melaksanakan Undang-undang.
“Sebagian besar Kontrak jangka panjang yang dibuat sekitar tahun 90-an habis saat ini dan berdasarkan UU Migas dan UU Minerba harus dilakukan divestasi atau diserahkan ke pemerintah, sehingga siapa pun Presiden saat ini pengalihan Blok migas dan tambang akan terjadi. Normal saja,” demikian cuitannya.
Sebagai orang yang banyak melintang terkait bidang tersebut, Said mengatakan bahwa pembelian Freeport oleh Inalum adalah langkah tepat.
Saya katakan bahwa pembelian itu tidak perlu overdosis secara politik karena memang sudah waktunya dan juga pernah terjadi saat ambil Inalum.”
Yakni atas negara Jepang. “Pembelian Freeport bukan yang pertama karena sebelumnya juga kita beli Inalum dari Jepang.”
Yaitu terjadi saat beli Inalum tahun 2013. Freeport kembali karena, pertama menurut dia kontrak habis. Kedua, pelaksanaan UU Minerba. Ketiga, Freeport mau jual saham. Keempat, Inalum mau beli dan dapat utang dari LN. Tapi ia mengaku tetap mengapresiasi secara proporsional untuk yang saat ini.
Bedanya, lanjut dia, pembelian Inalum (sebelumnya) menggunakan dana APBN sehingga pemilik sahamnya adalah negara. Sementara (saat ini) pembelian Freeport dari utang PT Inalum sehingga pemilik mayoritas adalah PT Inalum.
“Kita berikan apresiasi proporsional saja. Kalau mau jujur, yang ambil 100 persen itu saat ambil Inalum 2013 dana dari APBN dan tidak utang lari LN. Ini yang beli adalah utang Inalum dari LN, bukan pemerintah.”
Penjelasan Said hanya meluruskan agar pihak-pihak tertentu tidak overdosis secara politik. Menurut dia ini adalah aksi dari korporasi.
“Saya menjelaskan secara obyektif apa yang terjadi tentang pembelian Freeport tapi karena tidak menjilat dituduh nyinyir pihak pemerintah. Tapi karena prinsip saya setuju langkah tersebut juga diserang oleh yang pihak oposisi.” Ternyata, kata dia, menjadi orang obyektif di Indonesia harus siap jadi orang bonyok.
(Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!