Ahad, 16 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Januari 2018 13:39 wib
2.808 views
Pemerintah Respon Tren Rokok Elektrik dengan Tarif Cukai Tinggi
JAKARTA (voa-islam.com), Rokok elektrik, atau yang lazim disebut vape, mulai digemari di masyarakat. Masyarakat pengkonsumsi rokok elektrik menjadikan vape sebagai tren bridging (jembatan peralihan) dari rokok konvensional untuk berhenti merokok.
Pemerintahpun merespon perkembangan bisnis vape dengan mengeluarkan regulasi terkait cukai rokok.
Cukai sendiri pada dasarnya memiliki filosofi salah satunya sebagai pengendalian atau perlindungan. "Cukai itu ada dua filosofi yaitu pengendalian dan penerimaan pajak," kata Ekonom Indef Bhima Yudhistira dalam diskusi polemik bertema "Asap vs Uap" Kebutuhan Konsumen vs Regulasi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (27/1/2018).
Asosiasi vape meradang dengan rencana regulasi pemerintah menarik cukai rokok elektrik bertarif tinggi yang akan diberlakukan pada Juli mendatang,Per 1 Juli nanti. Melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan akan memberlakukan cukai rokok elektrik sebesar 57 persen dari harga jual.
Ketua Bidang Legal dan Business Development Asosiasi Personal Vaperizer Indonesia (APVI), Dendy Dwiputra, menolak tarif cukai 57 persen yang lebih tinggi daripada yang ditetapkan untuk rokok konvensional.
Padahal, klaimnya, vape atau rokok elektrik memiliki risiko bahaya untuk kesehatan yang jauh lebih rendah ketimbang rokok konvensional.
“Konsumen sudah memilih untuk menggunakan rokok elektrik yang risiko bahayanya lebih rendah. Mengapa dipersulit?" tegas Dendy.
Dendy juga membantah data pemerintah yang menyebut bahwa konsumen rokok elektrik kebanyakan datang dari golongan ekonomi menengah ke atas.
Semakin banyaknya konsumen rokok elektrik yang datang dari golongan menengah ke bawah membuat tarif cukai yang tinggi untuk rokok elektrik dinilai tidak adil.
Pada kesempatan itu, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan keputusan pemerintah untuk memungut cukai sebesar 57% terlalu dini dan perlu dikaji ulang. Dia menilai, pemerintah terlalu agresif dalam memutuskan pungutan cukai. Industri vape diklaimnya belum besar layaknya industri rokok tembakau.
"Pemerintah nanti bisa mendapatkan Rp 57 miliar dari pungutan cukai ini. Kenapa yang dikejar yang kecil-kecil? Sedangkan barang yang lebih berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan itu ada yang lebih parah dari vape," ungkap Bima.
Diklaim Bahaya Lebih Ringan
Vape diklaim dampaknya tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok yang dibakar. Pemerhati kesehatan dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik, drg. Amaliya, menjelaskan terdapat perbedaan hasil akhir dari rokok konvensional yang dibakar dengan rokok elektrik yang berbahan cairan sangatlah jelas.
Rokok yang dibakar menghasilkan 4.000 zat berbahaya yang dapat memicu kanker karena secara langsung masuk ke tubuh perokok.
"Salah satu zat yang dihasilkan dari pembakaran rokok adalah tar, yang juga dapat ditemui pada asap pembakaran kayu, sampah, batu bara atau asap dari knalpot kendaraan bermotor," kata Amalia saat diskusi berlangsung.
Sementara itu, klaimnya rokok elektrik atau vape, tidak menghasilkan asap seperti rokok biasa, melainkan uap, sehingga tidak menghasilkan tar yang berbahaya bagi tubuh. Bila rokok biasanya berbahaya 100 persen dan bila rokok elektrik hanya 5 persen bahayanya bagi tubuh.
"Karena itu alangkah baiknya pemerintah ikut melakukan penelitian terkait rokok vape. Kami mohon pemerintah lakukan penelitian," tuturnya.
Ia berharap pemerintah terus mendorong industri rokok elektrik yang kini terdapat lebih dari 1 juta pengguna rokok vape. "Sebagai tolak awal dan ini yayasan pemerhati kesehatan publik. Kita berikan edukasi kepada masyarakat terkait kesehatan." (bilal/voa-islam)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!