Rabu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 13 September 2017 21:45 wib
6.837 views
Di masa Baru Merdeka, Indonesia ternyata Memiliki Tiga Presiden sebelum Soeharto
JAKARTA (voa-islam.com)- Penyerahan jabatan sebagai Kepala Negara dengan upacara militer. Jika saja Syafruddin Prawinegara tetap mempertahankan ketersinggungannya dan marahnya terhadap Sukarno, maka Indonesia bisa saja tidak memiliki pemimpin di masa itu.
Namun berkat kenegarawanannya, akhirnya Syafruddin “mengalah”. Dia akhirnya ke Yogya untuk bertemu Sukarno dan Hatta, yang telah menunggunya menyerahkan jabatan sebagai Kepala Negara.
“Namun saat Bung Karno dan Bung Hatta keluar dari penjara, keduanya ke Yogya. Kemudian diawali dengan Roem Royen, yang kemudian membuat Syafruddin tersinggung karena Roem sudah bernegosiasi atas perintah Sukarno dengan Belanda.
Dia kesal dan marah. Tersinggung juga saat itu. Sudah berminggu-minggu dia akhirnya menerima dan dia ke Yogya. Dan saat di Yogya penyerahan jabatan Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) kepada presiden itu menggunakan upacara militer. Resmi.
Sejak saat itu kembalilah Sukarno jadi presiden dan bung Hatta jadi wakil. Tanpa serah terima, ya, tidak bisa. Sebab bisa akan menjadi dua presiden kita saat itu. PDR itu sah secara kontitusional,” mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie bercerita, Rabu (13/09/2017), di kantor ICMI, Jakarta.
Malah menurut Jimly, jika tidak ada penyerahan jabatan saat itu, presiden di negara saat itu ada tiga. ”Malah bahkan dia presiden ketiga. Ada satu lagi yang bernama Mr. Teuku Muhammad Hasan. Yaitu presiden di bawah RIS. Kedudukannya di Yogya juga. Dia presiden RI sebagai negara bagian RIS. Tidak sempat kerja. Tidak sampai satu tahun,” sambungnya.
Jadi menurutnya, kalau bicara negara Indonesia secara keseluruhan yang pertama itu bung Karno, dan yang kedua Syafruddin. “Tapi ini hanya gara-gara istilah tadi,” tambahnya singkat.
Nama Syafruddin pun sebelum masa kepemimpinan SBY diakui Jimly sulit diakui sebagai tokoh pahlawan. Penyebabnya karena Syafruddin yang kerap kritis dengan penguasa.
“Tapi Pak Syahfruddin suka mbalelo, buat petisi 50, anti pemerintah, dia suka ngelawan bung Karno dan juga melawan Soeharto. Nah, proses untuk menetapkan dia sebagai pahlawan nasional itu jadi lama.
Terlunta-lunta. Lama sekali. Baru di zaman saya, di zaman SBY akhirnya dia disetujui sebagai pahlawan nasional. Bahkan dia itu pendiri BI. Gubernur BI perdana dia,” ia menutupnya. (Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!