Jum'at, 18 Jumadil Awwal 1446 H / 16 Mei 2014 10:00 wib
41.635 views
Membaca Langkah SBY, dan Skenario Kudeta Konstitusional
JAKARTA (voa-islam.com) - Secara aturan konstitusi SBY sudah tidak mungkin lagi maju menjadi calon presiden. Karena dia sudah dua periode menjabat sebagai presiden. Tapi, bagaimana nasib SBY, sesudah tidak lagi menjadi presiden nanti? SBY butuh juru ‘selamat’ yang dapat menyelamatkan dirinya dan keluarganya dari kemungkinan dipenjara akibat korupsi.
Kepada siapa nasib SBY dan keluarganya akan dititipkan? Ini menjadi pertanyaan yang paling pokok. Karena, setiap pemimpin atau presiden yang sudah berhenti, selalu dibayangi oleh kekawatiran akan nasib dirinya dan keluarganya. Itu sangat lah wajar.
Karena sering terjadi yang dialami oleh para pemimpin dan presiden, sesudah dia berhenti dan meninggalkan jabatannya, kemudian dipenjarakan. Tidak sedikit yang dihukum mati atau meninggalkan negaranya meminta suaka politik.
Perlu diketahui, bahwa rezim SBY ini, sangat sempurna dalam keterlibatannya ‘memakan’ uang negara, berbentuk korupsi. Mengapa pemerintahan SBY yang lahir di era reformasi ini, berubah menjadi ‘rezim yang korup’, karena Partai Demokrat yang berkuasa sudah menjadi ‘main sistem’, dan didukung seluruh partai politik, minus PDIP. Sehingga, tidak ada lagi kontrol politik, melalui DPR yang sejatinya mempunyai fungsi kontrol.
Menteri-menteri yang diangkat oleh SBY sebagian besar dari mitra koalisi Partai Demokrat, dan Partai Demokrat. Jadi perangkat negara alias supra struktur itu, dikuasai oleh rezim ‘partai politik’ yang dipimpin oleh SBY. Disinilah letak persoalan yang paling mendasar. Sementara itu, parlemen alias DPR, semua diisi oleh partai-partai politik. Sehingga, terjadi kolaborasi antara partai politik dengan ekskutif, yang nobabene juga orang-orang partai.
Semua partai politik berkpentingan dengan APBN, termasuk proyek-proyek yang didanai negara, dan terjadilah ‘kongkalikong’ antara ekskutif dan legislatif, terutama dalam menentukan anggaran APBN, dan menentukan proyek-proyek yang dibiayai oleh negara terkait dengan besaran anggaran, dan partai politik mencari ‘rente’ dari proyek-proyek APBN.
Tidak aneh kalau sekarang Partai Demokrat yang mengatakan ‘Tidak Kepada Korupsi’, justru Partai Demokrat yang dipimpin oleh Presiden SBY, menjadi partai ‘korup’, karena berjalin-kelindannya antara partai dengan kekuasaan. Tidak mungkin seorang menteri yang berasal dari partai politik, menolak permintaan dana dari partai politik. Ini logikanya.
Partai Demokrat yang hampir ‘kulluhum ajma’in’ (semuanya) masuk dalam jebakan sebagai partai ‘korup’ itu, karena memang terjebak oleh perangkap sistem yang ada. Muali dari Ketua umumnya, Anas Urbaningrum, Bendahara umumnya, Nazaruddin, Wakil Sekjen Angelina Sondakh, Dewan Pembina Andy Mallarangeng, Hartati Murdaya Po, dan sejumlah tokoh Demokrat lainnya.
Anas Urbaningrum, meminta SBY dan Ibas menjadi saksi dalam kasusnya yang sekarang berjalan di pengadilan Tipikor. Ini menggambarkan betapa korupsi yang dijalankan oleh Partai Demokrat ini sudah sangat luas, dan sulit dapat menyelamatkan rezim SBY. Disinilah letak persoalannya.
Sekarang, SBY harus membuat langkah 'exit plan' (langkah jalan keluar) menyelamatkan dirinya dan keluarganya.
SBY yang secara konstitusioanl sudah tidak mungkin, tetapi bagaimana kalau situasi ‘chaos’ (kacau), dan situasi ‘chaos’ sangat berpeluang. Akibat proses pemilu legislatif, dan keputusan Mahkamah Konsitutisi beberapa waktu yang lalu, bisa dijadikan dasar hukum menggugat oleh siapapun terhadap hasil pemilu atau produk pemilu legislatif sekakrang.
Apalagi, pemilu legislatif 2014 ini, sangat kotor dan penuh kecurangan , baik oleh penyelenggara maupun peserta pemilu. Di mana politik uang ‘money politict’ berlangsung secara massive, dari Sabang sampai Merauke. Maka, bila dilihat secara jujur, sebenarnya sulit hasil produk pemilu legislatif 2014 ini, bisa menjadi dasar ligitimasi membentuk pemerintahan yang baik ‘good governance’.
Hari ini, Presiden SBY akan mengumumkan hasil konvensi Partai Demokrat, dan pasti hasilnya akan mencerminkan kepentingan dari Cikeas. Cikeas ingin tokoh-tokoh yang dipilih nantinya dapat menjaga keselamatan keluarga Cikeas. Hari ini pula, Jum’at, PDIP akan mengumumkan siapa bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi.
Skenario yang bakal mungkin terjadi, yaitu SBY mengumumkan tokoh-tokoh yang akan diusungkan oleh Partai Demokrat. Dengan suara Partai Demokrat yang hanya 10 persen, maka masih perlu dukungan suara dari partai-partai lainnya, agar bisa memenuhi persyaratan mencalonkan calon presiden yaitu 20 persen di parlemen, dan 25 persen suara nasional.
SBY, seorang militer dan ahli strategi, dan sebagai kepala negara dan pemerintahan, pasti tahu betul peta partai-partai politik, dan tokoh-tokohnya. Maka, bagi SBY masih memiliki kemungkinan, memajukan calonnya dan ikut dalam pemilihan presiden dengan dukungan partai-partai politik.
SBY bisa memecah koalisi partai-partai politik yang ada. Modusnya, memetreleli tokoh-tokoh partai politik, sebagai tersangka korupsi lewat KPK. PPP, PKB, PKS, Golkar, PAN, dan PDIP, semuanya bisa diobrak-abrik oleh SBY.
Misalnya, dengan menjadikan salah satu tokoh PPP, PKB, PKS, Golkar, PAN, dan PDIP, menjadi tersangka korupsi. Dengan cara ini sudah membuat partai-partai yang sudah membentuk koalisi, bisa berubah petanya. SBY bisa menawarkan dan secara persuasif membentuk poros koalisi baru. Sesudah tokoh-tokohnya menjadi tersangka korupsi.
SBY masih menggenggam kekuasaan, sampai bulan Oktober nanti. Sementara itu, pilpres masih akan berlangsung, bulan juli. Masih ada rentang waktu. Bahkan, kemungkinan Jokowi pun, kemungkinan masih bisa dijadikan tersangka, misalya terkait dengan kasus ‘Transjakarta’, atau apapun.
Semua kekuasaan masih ada di tangan SBY. TNI dan Polri, di tangan SBY, sebagai Pangti (panglima tertinggi). Jenderal Moeldoko dan Jenderal Sutarman, orang 'dekat' SBY. Tentu, jika terjadi kekacauan politik, atau memang skenarionya adalah ‘chaos’ kekacauan politik, maka SBY dengan dalih keamanan dan keselamatan negara, bisa mengeluarkan ‘DEKRIT’ memperpanjang jabatannya, sampai tahun 2017.
Belum ada yang pasti sampai Juli 2014 nanti. SBY memerlukan jaminan keamanan dan perlindungan bagi dirinya dan keluarganya. Siapa yang bakal menjamin? SBY bisa melakukan ‘deal’ politik dengan para ‘stake holder’ yaitu Amerika Serikat dan Cina. Dengan menjamin kepentingan nasional mereka di Indonesia. Pasti Amerika dan Cina akan mendukung SBY mengambil alih kekuasaan.
SBY butuh kepastian keselamatan dirinya dan keluargannya. Amerika dan Cina juga memerlukan tokoh-tokoh yang bisa menjamin kepentingan nasional mereka di Indonesia. Jika kedua ‘stake holder’ ini merasa tidak nyaman dengan tampilnya tokoh-tokoh yang akan muncul, pasti Amerika dan Cina akan tetap memilih SBY.
Ini seperti tersirat secara gamblang dari pernyataan SBY yang mengkritik keras terhadap ‘ Prabowo’ yang berjanji akan melakukan nasionalisasi terhadap asset asing di Indonesia, jika Prabowo menang.
SBY sedang menata langkah, guna menyelamatkan dirinya dan keluarganya, sesudah lengser. Siapa yang bisa menjamin dirinya dan keluarganya, atau SBY memperpanjang kekuasaannya lagi? Wallahu’alam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!