Selasa, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 25 Juli 2023 13:55 wib
4.969 views
Standar Kecantikan Kian Menjadi Satu-satunya Tujuan, Benarkah?
Oleh: Ameena N
Setiap negara punya standar kecantikannya masing-masing. Seperti standar kecantikan di Jepang adalah taring yang mencuat keluar saat tersenyum alias gigi gingsul. Standar kecantikan di Korea Selatan adalah kulit putih mulus, hidung mancung, wajah kecil, dan mata besar. Di Iran, hidung yang mancung. Di Cina, kulit putih pucat. Myanmar, leher panjang. Irlandia, kulit putih. Arab Saudi, mata yang indah. Ethiopia, bibir lebar. Selandia baru, tato. Dan kalau di Indonesia, sih, putih, tinggi, langsing, hidung mancung, rambut lurus, dan entah apa lagi, haha.
Sah-sah saja, sih, jika ada beberapa orang yang benar-benar peduli dengan semua standar-standar itu. Tapi sayangnya, standar-standar tersebut membuat beberapa orang kena mental. Maksudnya, saking kena mentalnya sampai-sampai rela merubah dirinya, tubuhnya dengan cara apapun demi memenuhi standar-standari tersebut. Ada yang operasi plastik, suntik putih, minum peninggi badan, pelangsing badan—tapi tidak mau berolahraga—sulam alis, treatment ini, treatment itu, ya intinya apa-apa yang bisa membuat mereka sesuai dengan standar kecantikan tadi. Nah, masalahnya tidak hanya di rubah-merubah. Ada yang rela berkorban dengan seluruh harta bendanya demi treatment-treatment tersebut. Ada juga yang rela badannya sakit demi menahan operasi ini itu. Belum lagi jika ada resiko gagal dalam operasinya. Resikonya besar, tapi jabanin aja demi validasi masyarakat.
Di beberapa kasus memang ada yang penyebabnya adalah tekanan masyarakat. Seperti contoh di Korea Selatan, yang mana negara ini sangat terkenal dengan tekanan sosial tentang standar kecantikannya, banyak sekali orang yang dibuli karena penampilan mereka, atau wajah mereka yang tidak biasa. Seperti jika kulitnya kurang putih, cara berpakaiannya nyeleneh, kurang rapi dan sebagainya, mereka seringkali dibuli atau dikucilkan. Makanya, di Korea Selatan operasi plastik jadi salah satu—atau bahkan satu-satunya—solusi mereka agar keluar dari masalah itu. Tapi tau, nggak, yang lebih miris lagi apa? Society alias masyarakat nggak akan puas dengan semua itu. Setelah operasi plastik pun juga banyak yang buli juga. Namanya juga operasi plastik. Muka palsu. Ya, pasti orang nggak bakal puas. Malah seringnya, operasi plastik dianggap sebagai aib bagi mereka yang melakukannya. Serba salah, kan?
Belum lagi istilah beauty privilege yang sedang marak-maraknya. Iya, itu, loh, bagaimana orang-orang yang punya muka cantik dan menawan diperlakukan lebih baik dari yang mukanya kurang menawan. Dengan fakta-fakta ini, bisa jadi kedepannya akan lebih banyak orang yang merasa rendah diri karena tidak memiliki wajah yang menawan sehingga ia akan terlalu fokus dengan penampilan dan validasi, lantas menghalalkan saja semua cara demi meraih tujuan itu. Bukankah itu merupakan fenomena yang menyedihkan? Apakah Allah menciptakan manusia hanya untuk berlomba-lomba dalam kecantikan fisik?
Sebagai manusia, apalagi yang punya iman kepada Allah, menilai seseorang dari fisiknya bukanlah hal yang benar. Sama sekali salah. Entah hidungnya pesek atau mancung, kulitnya hitam atau putih, tinggi atau pendek, semua itu bukanlah ukuran nilai dari manusia. Allah sendiri yang menciptakan semua perbedaan itu bukan untuk dinilai. Tapi hati, iman, dan amal.
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah pernah bersabda: “ Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian, tetapi ia melihat hati dan amal kalian.” (HR. Bukhari).
Bilal bin Rabah adalah mantan budak berkulit hitam. Semulia apakah beliau? Abu Hurairah menuturkan, setelah shalat subuh, Rasulullah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam! Karena sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di hadapanku di surga.” Bilal kemudian menjawab, “Tidaklah ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan dalam keislamanku yang paling kuharapkan manfaatnya melainkan aku selalu melakukan shalat sunnah semampuku setiap selesai bersuci dengan sempurna di waktu siang ataupun malam.” (HR. Muslim).
Rasulullah bersabda, “Setiap ciptaan Allah Ta’ala itu baik.” (Shahihul Jami’: 522). Jadi, jangan kita hakimi semua ciptaan Allah dengan pendapat-pendapat kita yang tak patut itu. Siapa kita yang berani menilai baik buruknya rupa seseorang padahal semua itu adalah ciptaan Yang Maha Sempurna?
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa...” (Al-Hujuraat: 13).
Jadi, jangan sampai salah meletakkan standar kecantian seorang muslimah ya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!