Senin, 26 Jumadil Akhir 1446 H / 22 Agutus 2016 08:38 wib
7.124 views
Berbesar Hati Saat Dikritik Anak Kecil
Satu hari, Abu Hanifah rahimahullah melihat seorang anak kecil bermain dengan lumpur. Beliau katakan, “Hati-hati, jangan sampai terjatuh ke dalam lumpur.”
“Berhati-hatilah anda dari terjatuh (salah dalam memberi fatwa), karena jatuhnya seorang ulama adalah jatuhnya seluruh dunia,” anak kecil itu balik berkata kepada imam agung ini.
Mendengar perkataan ini, tubuh Abu Hanifah gemetar. Setelah mendengar nasihat dari anak kecil tersebut, beliau tidak lagi mengeluarkan fatwa kecuali setelah melakukan penelitian mendalam bersama murid-muridnya selama satu bulan penuh (Dikutip dari buku Prophetic Parenting, Cara Nabi mendidik Anak).
Kisah di atas jelas sekali menunjukkan bahwa selevel Imam Abu Hanifah pun mau menerima masukan dari seorang anak kecil. Dari sini terlihat bahwa dalam mendidik anak, orang tua seyogyanya juga menanamkan sikap ‘berani’ bersuara kepada putra-putrinya. Bersuara di sini berani memberikan nasihat dan kritik dengan cara yang baik kepada orang tua maupun lingkungannya.
...dalam mendidik anak, orang tua seyogyanya juga menanamkan sikap ‘berani’ bersuara kepada putra-putrinya. Bersuara di sini berani memberikan nasihat dan kritik dengan cara yang baik kepada orang tua maupun lingkungannya...
Sering sekali terjadi kekritisan anak dimatikan oleh orang tuanya sendiri. Jangankan menasehati atau mengkritik, bertanya yang agak detil pun orang tua sudah tak sabar menanggapi. Lalu bagaimana bila si kecil berani menasehati orang tuanya, di depan umum lagi? Tentu ‘hadiah’ pelototan bahkan cubitan akan menghampiri tubuh mungil itu. Duh semoga jangan sampai ya, Bunda.
Janganlah kita sebagai orang tua menjadi pihak pertama yang mematikan kreativitas para buah hati. Sikap blak-blakan dan terus terang si kecil yang alami, mungkin membuat kita malu hati apalagi bila yang dikritik adalah orang yang sangat kita segani. Jadi, daripada melotot atau mencubit si kecil saat dianggap kurang sopan di depan umum, lebih baik kita ajari mereka kapan dan bagaimana cara menyampaikan nasihat dan kritik yang baik.
Salah seorang putri teman usia balita saat itu, selalu mengkritik perempuan yang tidak berhijab. Bahasa yang dipakai pun khas balita, apa adanya tanpa tedeng aling-aling.
“Tante agamanya Islam bukan? Kalau Islam, kenapa Tante gak pake kerudung? Gak takut apa kalau nanti masuk neraka?”
Kalau yang ditanya ternyata bukan orang Islam, si balita cerdas ini menanyakan kesahihan akidahnya.
“Tante kenapa gak pake kerudung? Oh, Tante bukan orang Islam? Tante tahu gak, kalau bukan orang Islam kata ummiku Tante itu gak mungkin bisa masuk surga.”
Jadi apa yang pernah dikatakan oleh ibunya, anak akan mengutip mentah-mentah kemudian disampaikan apa adanya kepada orang lain. Oleh karena itu Bunda, berhati-hatilah dalam menyampaikan apa pun kepada mereka, jiwa-jiwa polos yang akan menyerap semua yang kita ajarkan. Dan ketika satu saat mereka menegur kita, semoga kisah Imam Abu Hanifah di atas bisa mengingatkan kita untuk menjaga sikap dan emosi terhadap sang buah hati. Karena nasihat paling jujur itu biasanya berasal dari bersih bernama anak kecil. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!