Rabu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 13 April 2016 17:30 wib
14.530 views
Kasus Irma Bule, Menegaskan Sisi Gelap Wanita Dalam Cengkraman Kapitalis
Oleh: Ririn Umi Hanif (Pemerhati Ibu dan Anak)
Akhir akhir ini, dunia infotainment dipenuhi dengan berita mengenai meninggalnya salah satu artis dangdut akibat dipatuk seekor ular cobra, Minggu 3 April 2016 lalu.
Dialah Irma Bule, penyanyi dangdut asal Karawang yang berusia 29 tahun dengan nama asli Irmawati. Irma Bule memang dikenal sebagai penyanyi dangdut dengan atraksi menari dengan ular. Tapi nahas bagi ibu tiga anak balita itu. Saat berjoget ia tidak sengaja menginjak ekor ular cobra yang diajak manggung. Ular yang sangat berbisa itu mematuk pahanya. Dia sempat terjatuh dan terkulai. Sang pawang ular sempat meminta Irma bule tidak melanjutkan pertunjukkannya. Namun istri seorang buruh pabrik itu menolak diobati dan tetap bernyanyi dan bergoyang selama 45 menit. Setelah rehat, barulah Irma Bule tersungkur pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Namun takdirnya mengharuskan nyawanya tidak tertolong.
Banyak pihak mempertanyakan, mengapa Irma Bule nekad meneruskan aksi manggungnya padahal jelas-jelas dia dipatuk ular. Belum ada yang bisa menjawab dengan pasti. Namun berkaca pada latar belakang keluarganya yang miskin, daya juang Irmalah yang mungkin membuat dia bisa bertahan selama itu. Dia tetap bertahan berjoget dan bernyanyi karena mungkin khawatir bayarannya yang cuma 500 ribu sekali manggung itu hilang. Dia mendapat bayaran lebih dari pendangdut yang cuma nyanyi saja. Dialah yang menciptakan tarian dangdut ular agar laris dipanggil. Itulah yang hanya dia bisa lakukan sejak SMP, melakukan apa yang dia bisa untuk bertahan dan keluar dari kemiskinan yang terus mencengkeram.
Kemiskinan di Pantura, memaksa penduduknya berjuang apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk kaum wanitanya. Banyak yang menjadi PRT atau TKW. Mempertaruhkan keberuntungan di negeri orang. Tidak sedikit wanita pantura yang tidak beruntung dan terperangkap di dunia hitam, menjadi korban sindikat perdagangan manusia.
Sementara yang mengais rejeki di seni, seperti Irma Bule dan ratusan penyanyi dangdut amatiran lain harus rela berkeliling dari kampung ke kampung sampai dini hari hanya untuk beberapa ratus ribu saja. Mereka merelakan tubuhnya dijamah sambil mengundang dengan kata-kata sensual para lelaki berkantong tebal untuk naik kepanggung agar mau bermurah hati menyelipkan lembaran seribuan dan lima ribuan lecek di dada, lipatan celana atau di rok seksinya.
Dan yang lebih tragis dari kematian nya, tidak ada satu pejabatpun yang peduli akan nasibnya. Tidak ada bela sungkawa. Tidak Bupati Cecilia, tidak pula Ketua DPR Ade Komarudin. Padahal dia adalah wakil rakyat yang maju ke Senayan karena perolehan suara dari daerah pemilihan Karawang. Sangat mungkin Irma Bule memberikan suaranya untuk Ade Komarudin. Ya, mungkin karena Irma bule bukan siapa siapa di hadapan para pejabat negara. dia hanya warga negara biasa.
Kasus Irma Bule, menegaskan bahwa wanita yang berada dalam cengkraman sistem kapitalis dipenuhi dengan sisi buram kehidupan. Kapitalis adalah sebuah sistem kehidupan yang menjadikan materi sebagai tolok ukur bagi kesuksesan dan kebahagiaan seseorang
Kasus Irma Bule, menegaskan bahwa wanita yang berada dalam cengkraman sistem kapitalis dipenuhi dengan sisi buram kehidupan. Kapitalis adalah sebuah sistem kehidupan yang menjadikan materi sebagai tolok ukur bagi kesuksesan dan kebahagiaan seseorang. Seseorang akan dihargai dan diakui eksistensinya jika mampu menghasilkan materi. Dengan prinsip ini perempuan di dorong keluar dari rumahnya untuk ikut bekerja. Bahkan kita lihat saat ini, bekerja bagi wanita bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Sekalipun pekerjaan itu membuat penderitaan dan melahirkan ketimpangan dalam rumah tangga, namun wanita tetap menjalaninya.
Ketimpangan adalah sifat alami yang mengiringi kapitalis. hal ini dikarenakan ada individu yang mampu mengakses modal dan sumber daya, serta ada individu yang tidak mampu mengaksesnya. akibatnya, golongan yang kedua ini kesulitan mendapatkan harta meskipun hanya sekedar untuk makan saja. Ketimpangan yang tajam ini, mampu menciptakan kecemburuan sosial. Paradoksnya, di tengah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat, tontonan mengenai kemewahan menjadi komoditas media massa yang ditonton masyarakat miskin. Kondisi ini memunculkan keinginan keinginan yang terkadang berada di luar jangkauan. Kesulitan hidup, mode yang sedang berkembang, pergaulan, menjadi kombinasi apik untuk menyeret para wanita berpikir dan bertindak tidak rasional. Ketika akses ekonomi tidak bisa mereka jangkau, maka tidak sedikit yang kemudian mengambil jalan pintas. tanpa berpikir panjang dari aspek pahala dan dosa.
Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan sistem islam ketika diterapkan. Islam sangat memuliakan perempuan dengan tugas pokok menjadi ibu serta pengatur dan penjaga bahtera rumah tangga. Mereka pun mulia karena peran utama tersebut juga ditunjang dengan beberapa peran dalam kehidupan melalui ketentuan syariah yang berlaku bagi laki-laki dan perempuan.
Pertama: jaminan terhadap kehormatan. Melalui hukum-hukum yang menyangkut pergaulan antarlawan jenis, Islam telah menjaga perempuan agar kehormatannya terlindungi. Islam mewajibkan perempuan untuk menutup aurat, mengenakan jilbab dan kerudung ketika keluar rumah, menundukkan pandangan, tidak ber-tabarruj (berdandan berlebihan), tidak berkhalwat, bersafar lebih dari sehari-semalam harus disertai mahram, dan lain-lain. Semua hukum-hukum tersebut sejatinya bukanlah untuk mengekang kebebasan perempuan. Bahkan sebaliknya, dengan aturan tersebut perempuan dimuliakan karena dapat beraktivitas tanpa ada ancaman.Dalam hukum-hukum tentang pernikahan, pelanggaran kehormatan, kekerasan domestik dan penganiayaan terhadap istri adalah perkara-perkara yang dilarang oleh Islam. Bahkan untuk menjaga kehormatan perempuan, Islam juga mengharamkan beberapa jenis pekerjaan yang mengeksploitasi keperempuanan, misalnya bintang film, model iklan, penari, penyanyi dan lain-lain.
Kedua: jaminan kesejahteraan. Ketika perempuan mendapatkan tugas utama sebagai ibu serta pengatur dan penyelamat bahtera rumah tangga, maka perempuan tidak dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri. Tugas tersebut dibebankan kepada lelakiÂsuaminya, ayahnya ataupun saudaranya. Namun demikian, perempuan tetap boleh bekerja dan memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat, selain peran dalam keluarga seperti yang telah disebut di atas. Islam juga telah memberikan hak kepada perempuan untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi. Perempuan berhak ikut serta dalam perdagangan, pertanian, industri dan melangsungkan akad-akad, bermuamalah serta berhak untuk memiliki dan mengembangkan segala jenis kepemilikan.
Ketiga: jaminan untuk memperoleh pendidikan. Dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan. Bahkan sangat penting bagi perempuan Muslimah untuk memiliki pendidikan islami setinggi mungkin. Merekalah yang nantinya akan menjadi sumber pengetahuan pertama bagi anak-anaknya. Negara Khilafah berkewajiban menjalankan sistem pendidikan agar seluruh warga negara (termasuk perempuan) mendapatkan pendidikan yang diperlukan bagi kelangsungan kehidupannya.
Keempat: jaminan untuk berpolitik. Islam memerintahkan perempuan untuk beraktivitas politik dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa . Perempuan dalam Islam memiliki hak untuk memilih khalifah, memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat, atau menjadi bagian dari partai politik Islam. Hanya saja, urusan yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintahan tidak boleh dijabat oleh perempuan.
Kelima: jaminan untuk kelangsungan keturunan. Melalui hukum-hukum tentang nasab (juga hukum-hukum pernikahan), Islam telah memuliakan perempuan untuk memperoleh keturunan yang sah, bahkan kehidupan rumah tangga yang menenteramkan. Melalui pernikahan syarÂi, perempuan mendapatkan hak-haknya sebagaimana laki-laki (suami) mendapatkan hak-haknya dari istrinya.
Keenam: jaminan ketika perempuan berada di ruang publik. Islam memuliakan perempuan dengan jaminan di bidang peradilan. Islam juga membolehkan perempuan untuk berjihad. Islam juga memuliakan perempuan dengan membolehkan perempuan berkiprah di berbagai lapangan kehidupan, baik dalam struktur pemerintahan (yaitu selain penguasa dan qadhi mazhalim) maupun aktivitas umum lainnya. Semua itu tentu dilaksanakan dengan tetap menjaga pelaksanaan hukum syariah lainnya.
Meski mendapatkan banyak kesempatan berkiprah di ruang publik, Islam dengan hukum-hukum syariahnya tetap menjamin keamanan perempuan; baik harta, jiwa, akal maupun agamanya. Di antara hukum-hukum itu antara lain kewajiban ber-mahram bagi perempuan bila keluar rumah lebih dari sehari semalam, meminta ijin suami bagi istri yang hendak keluar rumah, tidak ber-khalwat, menjaga penampilan, dan lain-lain.
Demikianlah jaminan Islam yang diberikan khusus bagi perempuan. Semua itu tidak lain agar perempuan menjadi makhluk mulia, terhormat di hadapan Allah SWT dan manusia lain. Intinya, sesungguhnya hanya Islamlah yang mampu untuk melindungi dan memuliakan perempuan. Wallahu AÂlam bis Shawab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!