Kamis, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 8 September 2022 10:47 wib
20.323 views
Trending Tagar Munafik, Islam Mengharuskan Pemimpin yang Amanah
Oleh: Rochma Ummu Arifah
Pada Senin (5/9), salah satu tagar yang trending di Twitter tertulis "Munafik". Ketika tagar ini di-klik, muncullah aneka ragam postingan pengguna sosial media ini dengan menampilkan gambar-gambar seorang pria dan gambar lambang satu partai di negeri ini. Di samping gambar ini diperlihatkan headline tulisan yang mengutip perkataan si bapak dalam semacam janji yang mengatakan tidak akan ada kenaikan harga BBM sampai akhir tahun. Atau gambar lambang satu partai besar bersama beberapa orang yang nampaknya menjadi punggawa partai tersebut yang terlihat seakan menangis. Gambar ini adalah fakta yang ada beberapa tahun yang lalu di saat kepala negara sebelumnya membuat keputusan menaikan harga BBM.
Tagar ini hanya terlihat di pagi hari saja. Menjelang siang, tagar ini sudah tergeser oleh beberapa tagar lainnya. Dalam Islam, munafik merupakan satu sifat buruk. Islam menjelaskan bahwa munafik ini merupakan sifat yang melekat pada orang dengan ciri jika ia berkata ia berbohong, jika berjanji, ia mengingkari, dan jika diberikan kepercayaan, ia pun mengkhianati.
Pemimpin di Era Demokrasi-Sekuler
Sungguh sangat sulit menemukan pemimpin rakyat saat ini yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingannya pribadi atau golongan. Atau pemimpin yang mati-matian memperjuangkan kesejahteraan masyarakat dalam menjalankan amanah kepemimpinannya. Atau menemukan pemimpin yang tulus dan amanah memikirkan nasib rakyat yang notabene sudah memilihnya untuk menjadi wakil mereka di dalam pemerintahan.
Sejatinya, inilah tabiat asli dari penerapan sistem demokrasi. Sistem ini menuntut biaya yang mahal dalam pelaksanaannya. Seseorang menanggap bahwa jabatan yang diperoleh adalah jalan untuk mendapatkan kekuasaan dan kekuasaan ini adalah alat paling mudah untuk bisa mencapai manfaat materi. Terlebih, dari proses demokrasi yang dijalankan amat membutuhkan biaya yang besar. Sehingga saat menjabat, inilah kesempatan untuk mengembalikan modal di kala kampanye beserta dengan bunga-bunganya yang amat besar.
Tidaklah mengherankan, jika para pemimpin saat ini ketika membuat kebijakan, tak banyak mereka mempertimbangkan mengenai kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Mereka cenderung mendengar suara dan memperturutkan kepentingan para kapitalis di belakang mereka yang kebanyakan telah mendukung mereka di masa kampanye. Kemudian lahirlah undang-undang yang lebih memihak pada para pemilik modal dibandingkan denga masyarakat itu sendiri.
Termasuk salah satunya adalah mengenai kebijakan kenaikan harga BBM yang baru saja diterapkan. Tentu saja pemerintah sangat memahami bahwa BBM ini menjadi komoditas utama masyarakat dan kenaikan harganya akan sangat mempengaruhi nilai barang atau komoditas lain serta daya beli masyarakat. Namun, tetap saja harga dinaikan. Bahkan, pemerintah seakan berusaha membenarkan tindakannya dengan membuat kebijakan beriringan dengan ini yaitu pemberian BLT (bantuan langsung tunai) sebagai kompensasi dari kenaikan harga BBM ini.
Sudah tidak amanah, malah menambah ketidakamanahan ini dengan bumbu-bumbu kebohongan. Seakan berbuat kebaikan walaupun sebenarnya malah menjerumuskan rakyat pada kenestapaan. Dana BLT ini pun disinyalir didapat dari hasil utang negara dimana sejatinya rakyatlah yang terbebani untuk membayar utang negara ini.
Islam Menggariskan Pemimpin yang Amanah
Islam sebagai aturan yang sempurna dari Allah SWT menggariskan para pemimpin rakyat menjalankan amanah dan tanggung jawabnya sesuai dengan aturan tersebut. Penguasa bukanlah dilenakan dalam kekuasaan dan jabatan namun penguasa adalah pelaksana urusan rakyat demi menggapai kesejahteraan dan kemaslahatan mereka.
Sejarah panjang dalam tinta emas Islam telah memperlihatkan bagaimana karakter para pemimpin Islam yang amanah dan selalu mengutamakan rakyatnya. Misalnya, kisah masyhur Khalifah Umar bin Khattab yang menemukan seorang wanita yang memasak batu untuk anak-anak. Seketika Khalifah Umar mengambil bahan makanan di Baitul Mal untuk diberikan kepada si wanita.
Atau satu perkataan beliau yang juga banyak diingat. "Seandainya seekor keledai terperosok karena jalanan yang rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, “Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?”
Tak hanya Khalifah Umar, sejarah pemerintahan Islam juga menampilkan karakter pemimpin yang amanah dan jauh dari sikap munafik. Jabatan yang dimiliki bukan untuk kepentingan pribadi atau pun menumpuk kekayaan. Jabatan ini adalah amanah ilahi untuk menghadirkan kemudahan urusan masyarakat sampai pada taraf kesejahteraan. Para pemimpin ini sangat takut jika ada kedhaliman dalam penerapan jabatan mereka.
Inilah kriteria pemimpin dalam Islam yang sangat jauh berbeda dengan fakta pemimpin saat ini. Jika diberikan pilihan, siapa saja tentu akan memilih pimpinan yang ada di dalam Islam karena memperhatikan kepentingan rakyat banyak. Hanya saja saat ini pemerintah Islam tidak kita temukan di bumi ini. Butuh kesatuan umat muslim untuk mengembalikan Islam pada kehidupan Islam dalam konstitusi negara. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!