Jum'at, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 25 September 2020 20:51 wib
8.531 views
Dipaksa Teken Pakta Integritas, Mahasiswa di Persimpangan Jalan?
Oleh: Ummu Azka
Ada yang baru pada penerimaan mahasiswa UI tahun ajaran baru 2020/2021. Seluruh mahasiswa baru (maba) diharuskan menandatangani pakta integritas, sebuah klausul yang meminta mahasiswa untuk tidak terlibat agenda selain perkuliahan. Secara rinci klausul dalam pakta integritas melarang mahasiswa untuk terlibat politik praktis yang mengganggu kestabilan dalam negeri.
Menanggapi hal tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI melalui ketuanya, Fajar Adi Nugroho menentang pakta integritas untuk maba karena dianggap akan mengekang pendapat mahasiswa.
Menurutnya hal ini menjadi kontra produktif karena pada pakta tertulis mahasiswa menyetujui poin di dalamnya dan tanpa paksaan. Tak hanya itu, BEM UI juga menyoroti sejumlah poin dalam pakta integritas tersebut. Antara lain, aturan mahasiswa tidak boleh terlibat dalam politik praktis yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara, tidak boleh melakukan kegiatan kelompok yang tidak mendapat izin resmi pimpinan fakultas atau kampus, dan sebagainya.(cnnindonesia.com)
Sementara itu, pihak UI masih membantah bahwa pakta integritas yang diharuskan bagi maba adalah resmi dari kampus. Meski kemudian, pernyataan tersebut terbantahkan dengan fakta bahwa dokumen tersebut dilengkapi materai, dan dibawa oleh panitia ospek maba UI yang secara ideal merupakan perwakilan resmi dari kampus.
Dosen ilmu politik UI, Reni Suwarso Darmono menulis dalam situs beritasatu.com bahwa penandatanganan pakta integritas ini merupakan komitmen pimpinan UI yang mendukung arahan Presiden untuk mempersiapkan SDM unggul yang memiliki kepribadian Indonesia dan siap mengamalkan Pancasila. Membumikan konsep Kampus Merdeka-nya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebuah bantahan yang cukup meyakinkan dari pihak internal UI.
Pakta integritas yang harus ditandangani mahasiswa memiliki aroma kuat sekularisasi di kalangan mahasiwa. Terdapat beberapa pasal multi tafsir sehingga bisa dipelintir sesuai tekanan pihak tertentu. Contohnya adalah pasal 10 dan 11 yang mencantumkan larangan bagi mahasiswa mengikuti pengkaderan serta kegiatan kegiatan yang tidak tercatat secara resmi di kampus. Hal tersebut dikuatkan oleh Reni Suwarso Darmono yang mengatakan bahwa pakta integritas merupakan sebuah upaya untuk menjauhkan mahasiswa dari gerakan fundamentalis.
Diungkapnya, sebelumnya mahasiswa baru banyak diperebutkan untuk dikader oleh banyak kelompok/ organisasi yang memiliki afiliasi paham tertentu dan menjadi sayap organisasi/ partai tertentu (walaupun hal ini tidak permah diakui secara resmi). Bahkan dirinya memandang Pakta Integritas ini juga menjamin adanya demarkasi (batas pemisah), mengingat di masa lalu, kampus UI (dan juga kampus lain) menjadi persemaian jaringan fundamentalisme, gerakan tarbiyah kemudian mendominasi Badan Eksekutif Mahasiswa. Mereka banyak dibina oleh dosen-dosen lulusan Perguruan Tinggi di Timur Tengah dan sempalan binaan intelejen.
Ungkapan jujur Dosen ilmu Politik UI tersebut seolah menyibak tirai keraguan yang selama ini mengahalangi samarnya arah pendidikan negeri.
Sejak awal berkuasa, rezim dan perangkat kementrian sudah menunjukkan sentimen anti Islam. Di bidang pendidikan sendiri, beberapa kebijakan kontroversial yang lahir diantaranya : konsep merdeka belajar yang sarat aroma liberalisme. Selain itu, penghapusan beberapa ajaran Islam dalam muatan kurikulum madrasah. Yang tak kalah penting adalah sanksi ketat bagi para guru yang menyebarkan konten dakwah islam kaffah yang dianggap anti NKRI.
Kini, arogansi anti Islam kembali ditampakkan rezim melalui kebijakan pakta integritas bagi mahasiwa baru.
Mahasiswa dan Pemikiran Islam
Mahasiswa sering dijuluki agent of change. Keberadaannya diharapkan menjadi pion penggerak perubahan. Dari kondisi tidak baik kepada keadaan yang lebih baik. Fungsi penting mahasiwa ini meniscayakan dirinya memiliki skill aplikatif dalam melakukan perubahan di tengah tengah masyarakat. Selain unggul dalam kompetensi keilmuan, mahasiswa juga harus cakap dan peka terhadap problematika yang terjadi di masyarakat, memiliki rasa peduli yang tinggi, serta sanggup memberikan solusi yang dibutuhkan masyarakat. Bukan malah sebaliknya, mahasiswa hanya pintar secara akademik, namun tak memiliki kepekaan terhadap sekitar. Diperlukan pembinaan khusus agar mahasiswa memiliki kepribadian cemerlang dari sisi pemikirian dan juga perilaku.
Pemikiran Islam yang tumbuh subur di kampus sangat diperlukan sebagai pendampingan bagi para mahasiswa. Iklim sekulerisme yang kini mewarnai kehidupan, mempengaruhi banyak orang tak terkecuali para kaum terdidik dan intelektual. Beberapa kasus kriminalitas yang melibatkan mahasiswa berprestasi merupakan contoh bahwa prestasi akademik tak menjadi jaminan seseorang akan berguna dalam kehidupan. Harus ada semacam prinsip yang akan memagarinya agar tetap berjalan di atas kebenaran. Standar hakiki itu adalah Islam. Karenanya memelihara kondisi kampus dengan tetap menghadirkan kegiatan ekstra kampus bernuansa islam justru menjadi benefit tersendiri bagi dunia akademik. Akan ada semacam kontribusi positif dari organisasi tersebut dengan membina kepribadian serta pemikiran mahasiswa. Sehingga beban kampus untuk mengontrol pengasuhan mahasiswa selama menjadi anak didiknya bisa lebih ringan.
Sementara itu, dalam dokumen pakta integritas terdapat beberapa pasal yang multitafsir dan mengarah kepada upaya menjauhkan mahasiswa dari pembinaan Islam, merupakan sebuah konspirasi jahat yang telah merasuki dunia pendidikan. Kekhawatiran ini berasal dari para kapitalis sekuler yang memiliki kepentingan atas negeri muslim. Mereka sadar, islam akan membuat para mahsiswa bersuara saat mendapatkan ketidakadilan. Mereka pun tahu jika islam yang akan menggerakkan mahasiwa untuk selalu peduli terhadap pemerintah dengan cara mengoreksi setiap kebijakannya.
Karenanya kebijakan pakta integritas ini layak untuk ditolak. Penerapannya akan membuat iklim kampus menjadi beku dan otoriter. Membuat mahasiswa terbungkam dan pemikiran islam terpinggirkan.
Sebagai penggerak perubahan dan arsitek peradaban, mahasiswa sebagai perwakilan kaum muda diharapkan perannya dalam kehiduoan. Tak hanya sebagai pelaku akademis, namun juga mereka dinanti untuk perbaikan sistemis. Terlebih saat ini ketika kerusakan telah menyebar di semua lini kehidupan, mahasiswa menjadi salah satu harapan bagi sebuah negeri agar masa depan bisa cerah kembali.
Tergeraknya mahasiswa menjadi sosok harapan akan terwujud jika mereka memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Terwujud dalam sebuah kepribadian khas yang menuntun mereka kepada tindakan yang bermanfaat bagi umat.
Berkaca pada generasi terdahulu, betapa banyak peran kaum muda dalam lintasan sejarah dunia, dipelopori oleh para pemuda islam. Adalah Abdurrahman Annashir, pemuda berusia 22 tahun yang berhasil memimpin daulah Umayyah kala itu. Berhasil menghentikan pertikaian di Andalusia serta membangkitkan ilmu sains di kota tersebut, merupakan beberapa keberhasilan yang pernaih diraih.
Dunia juga mengenal sosok muda nan tangguh, Muhammad Al Fatih. Ditempa sejak dini oleh para ulama terkemuka pada masanya, Alfatih muda memiliki banyak keistimewaan. Hafal Alquran serta berbagai macam keilmuwan, mencakup ilmu islam dan kemiliteran. Keteguhannya kepada bisyarah Rasulullah telah menjadi kekuatan untuk menaklukan konstantinopel. Sebuah kota yang sulit ditaklukan sebelumnya.
Demikianlah islam mencetak pemuda menjadi sosok berilmu disertai keimanan yang kokoh. Kombinasi yang apik dari keduanya akan membuat pemuda memiliki kontribusi nyata dalam peradaban, bukan sekadar generasi di persimpangan jalan. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!