Selasa, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 21 Februari 2017 23:35 wib
20.497 views
Awas Dominasi Cina Merajalela!
Oleh: Taufik Setia Permana
Aspek kebijakan investasi yang dibuat pemerintah semakin membuktikan bahwa pengaruh dominasi China di negeri ini semakin menguat. Pada tahun 2016 China telah berhasil menggenjot investasi langsung di Indonesia sebesar US$ 1.01 miliar, naik dari tahun 2015 sebesar US$ 160,27 juta. Pada tahun 2017, diperkirakan China akan lebih menseriusi dalam hal investasi langsung di Indonesia dengan kucuran dana yang lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah Indonesia telah merestui negeri tirai bamboo tersebut untuk berinvestasi besar-besaran di negeri ini. Sesuai dengan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengungkapkan bahwa semua negara industri, khususnya China, butuh pasar yang lebih luas dan basis produksi lebih murah dibandingkan negara asalnya, serta pula memerlukan sumber daya besar. Kita, Indonesia, punya keduanya itu," kata Wapres Kalla usai melakukan pertemuan dengan investor China di Kota Sanya, Provinsi Hainan, China, Rabu (23/3/2016), seperti dikutip Antara.
Tentu ini hal yang menarik. Pasalnya dalam kurun 5 periode kepemimpinan, Indonesia selalu mengedepankan para investor AS. Industri-industri pertambangan sebagian besar dipegang oleh negeri Paman Sam. Namun, kini gejolak global semakin membumbung tinggi. AS sebagai pemegang tampuh kekuasaan negara super power semakin terusik dengan perkembangan China 5 tahun terakhir ini. China mampu menguasai pasar perindustrian global dengan berhasil menurunkan dolar dipersaingan internasional.
Setelah melakukan transformasi dari ekonomi sosialisme ke ekonomi kapitalisme, Cina mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Sejak tahun 1990-2013, negara tersebut tumbuh rata-rata 10%. Pendorong utama petumbuhan tersebut adalah investasi dan ekspor yang tumbuh sangat pesat. Daya tarik investasi yang tinggi dan keunggulan dalam perdagangan luar negeri membuat Cina meraup surplus devisa yang sangat besar tiap tahunnya. Hingga September 2015, cadangan devisa negara itu mencapai US$3,5 triliun. Bandingkan dengan cadangan Indonesia yang pada periode yang sama hanya sebesar US$101 miliar.
Total cadangan devisa tersebut menjadi modal yang cukup besar untuk membangun kekuatan politik dan ekonomi negara itu. Salah satu strategi yang dilakukan oleh negeri Panda itu adalah melakukan ekspansi investasi di berbagai negara. Tujuannya antara lain agar pasokan bahan baku dan energi negara itu tetap terjamin dalam jangka panjang dan pasar ekspornya terus berkembang.
Oleh karena itu, Cina secara aktif melakukan investasi dan memberikan pinjaman terutama di negara-negara berkembang yang kaya sumberdaya alam seperti di Afrika, Amerika Latin dan Asia. Salah satu strategi yang ditempuh Cina untuk memperluas sayap bisnisnya adalah mencontek strategi negara-negara maju seperti AS dan Jepang yang memberikan bantuan hibah dan utang secara bilateral dan melalui lembaga-lembaga multilateral yang mereka kuasai, seperti World Bank dan Asia Development Bank.
...Pepatah ‘tidak ada makan siang gratis’ tentu berlaku pada utang-utang yang diberikan Cina. Pinjaman yang diberikan diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset,...
Saat ini bentuk bantuan yang diberikan Cina kepada negara mitranya yaitu: hibah, pinjaman tanpa bunga dan pinjaman konsesi atau kredit ‘lunak’. Sebagian besar dari bantuan tersebut dalam bentuk bantuan proyek. Jika hibah dan utang tanpa bunga berasal dari budget pemerintah, maka utang dengan bunga dan konsesi berasal dari bank-bank BUMN seperti CDB, ICBC dan Export-Import Bank of China. Meskipun demikian, bank-bank tersebut sejatinya merupakan kendaraan pemerintah dalam hal ini Partai Komunis Cina dalam menjalankan strategi politik dan ekonominya. Adapun secara teknis proyek-proyek di negara pengutang ditopang oleh BUMN Cina lainnya. Dalam hal pertambangan di Afrika, misalnya, China’s National Overseas Oil Company (CNOOC), China National Petroleum Corporation (CNPC), and the China Petrochemical Company (SINOPEC) menjadi pemain utama.
Pepatah ‘tidak ada makan siang gratis’ tentu berlaku pada utang-utang yang diberikan Cina. Pinjaman yang diberikan diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke Cina hingga kewajiban negara pengutang agar pengadaan peralatan dan jasa teknis harus diimpor dari Cina. Mengutip riset yang diterbitkan oleh Rand Corporation, China’s Foreign Aid and Government-Sponsored Investment Activities, disebutkan bahwa utang yang diberikan oleh Cina mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari Cina.
Makin besarnya keterlibatan Cina dalam perekonomian Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah Indonesia yang ‘haus’ investasi asing. Ketika presiden Jokowi diundang ke Beijing awal tahun ini oleh Presiden Cina, Xi Jinping, keduanya menandatangani penguatan Kerja sama Strategis Menyeluruh (Comprehensive Strategic Partnership) antara kedua negara.
Dalam perjanjian tersebut, antara lain disebutkan bahwa kedua negara mendorong kerja sama antar BUMN dalam pembangunan infrastruktur. Lebih lanjut disebutkan, pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada Cina untuk terlibat dalam pembangunan proyek 35 ribu MW dari perencanaan, konstruksi, operasi hingga perawatan.
Selain itu, kedua negara akan bekerja sama membangun kawasan industri yang terintegrasi yang akan memberikan kebijakan prioritas agar lebih banyak investor Cina yang memanfaatkan kawasan tersebut.
Walhasil, setelah menjadi negara pengekspor terbesar ke Indonesia, kini Cina berusaha menyusul negara-negara kapitalisme lainnya seperti AS dan Jepang untuk mencengkeramkan pengaruhnya di Indonesia dengan jalan serupa yaitu memberikan utang yang menjerat. Tak ada jalan lain menyikapinya kecuali waspada dan menolak dengan tegas masuknya investor Cina dan para pekerjanya. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!