Ahad, 23 Jumadil Akhir 1447 H / 14 Desember 2025 00:40 wib
175 views
Akmal Sjafril: Tidak Ada Definisi yang Jelas tentang Pluralisme
BANDUNG (voa-islam.com) - “Masalah paling pertama dan utama kalau kita bahas pluralisme agama adalah tidak ada definisinya, tidak ada definisi yang jelas, bahkan hampir tidak ada yang mencoba mendefinisikan.” ujar Dr. Akmal Sjafril, M.Pd.I pada Kamis (11/12/2025) malam ketika mengisi perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) di Masjid Istiqomah Bandung. Pada perkuliahan bertema “Pluralisme Agama” tersebut, ia menjelaskan bahwa orang-orang yang mengusung paham pluralisme itu hanya berbicara saja seolah-olah pluralisme ada definisinya, padahal sebetulnya tidak.
Namun meski begitu, Akmal menyampaikan definisi pluralisme meurut fatwa MUI tahun 2025 yang mengkategorikan pluralisme ini sebagai pemikiran yang menyimpang, dan definisi pluralisme menurut kamus. “Menurut definisi kamus pluralisme adalah sistem yang mengakui koeksistensi (bisa hidup bersama) beragam kelompok dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik di antara kelompok-kelompok tersebut.” ujar Akmal. Menurut Kepala SPI pusat tersebut, meski definisi kamus ini sangat ideal, tetapi kenyataanya tidak pernah begitu.
Selain itu, Akmal juga menyampaikan berbagai definisi dari para penganut paham pluralisme sendiri dan ternyata definisinya juga berbeda-beda. “Karena tidak ada definisi yang jelas, maka Dr. Anis Malik Thoha menyarankan kita mendekati masalah pluralisme ini dengan menggolongkannya dalam beberapa tren, ada empat trenn yang dibahas dalam bukunya yang berjudul Tren Pluralisme Agama.” ujarnya.
Akmal juga menceritakan pengalamannya ketika mengerjakan tesis bertema pluralisme agama. Ia sempat menanyakan tentang tokoh pluralisme di Indonesia yang teorinya bisa menjadi rujukan kepada Ust. Anis langsung. “Saya kan butuh konsep pluralisme itu apa sih menurut orang Indonesia gitu ya. Jawaban beliau ya ga ada, karena orang Indonesia itu tambal sulam. Jadi, buku-buku orang liberal, itu kebanyakankumpulan artikel, tulisan pendek, artinya tulisan pertama dan kedua bisa jadi ga berhubungan.” ujar Akmal. Menurutnya hal ini menjadikan pemikiran orang liberal itu kacau balau dan terkadang menganggap pluralisme ini hanya lucu-lucuan saja.
Salah satu peserta SPI, Harmoni Sofa, menyampaikan hal serupa dengan Akmal ketika beberapa waktu lalu ia sempat mencari-cari bahan tentang pluralisme. Ia mengaku cukup kesulitan menemukan referensi yang kredibilitasnya tinggi untuk dijadikan rujukan tentang pluralisme. “Ternyata jawabannya saya dapat dari kelas semalam kalau memang referensinya belum banyak. Tapi di samping itu juga jadi tahu dan ingin membaca fatwa MUI tentang pluralisme.” ujarnya.
Sofa juga menyampaikan bahwa ternyata setipis itu jarak kita dengan pluralisme yang “soft” sekali cara masuknya ke pemikiran umat. “Mungkin untuk orang-orang yang belajar agama akan sulit logikanya terpengaruh (pluralisme), tetapi tetap perlu dijaga, jangan sampai opininya (orang-orang pluralisme) menggiring pada manipulasi yang tidak sesungguhnya.” tambahnya.Ia pun mengakui bahwa kelas semalam membuatnya menjadi lebih semangat terus untuk belajar dan menimba ilmu. (Sholaita Sabila Rosa/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!