Selasa, 27 Jumadil Awwal 1447 H / 18 November 2025 12:40 wib
202 views
RKUHAP Disahkan Jadi Undang-Undang, DPR Tegaskan Proses Terbuka dan dapat Dipertanggungjawabkan
JAKARTA (voa-islam.com) - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026 yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang duduk di meja pimpinan bersama seluruh wakil ketua, yaitu Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Saan Mustopa.
Sebelum ketuk palu pengesahan, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyampaikan laporan lengkap terkait pembahasan RKUHAP. Ia menegaskan bahwa Komisi III memberikan perhatian besar terhadap meaningfull participation agar penyusunan undang-undang berlangsung secara terbuka, melibatkan publik, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam laporannya, Habiburokhman menyatakan, "Sejak Februari 2025, Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah RUU KUHAP ke laman www.dpr.go.id dan melakukan pembahasan secara terbuka (Panja)." Ia juga menambahkan bahwa Komisi III menggelar RDPU bersama 130 pihak dari masyarakat, akademisi, advokat, serta unsur penegak hukum.
Tak hanya itu, Komisi III juga melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah, mulai dari Jawa Barat, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Jawa Timur, Gorontalo, Sumatera Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Aceh, hingga Nusa Tenggara Barat. Selain dialog dan diskusi terbuka, Komisi III juga, menurut Habiburokhman, "Menerima masukan tertulis dari masyarakat dalam kurun waktu 4 bulan terhitung sejak 8 Juli 2025."
Di sela penyampaiannya, Habiburokhman bahkan sempat melontarkan kalimat bernada gurauan, "Ubur ubur ikan lele, KUHAP baru kita sahkan le," yang langsung menyita perhatian peserta rapat.
Usai laporan tersebut, Puan meminta persetujuan dari seluruh fraksi untuk menentukan keputusan akhir RKUHAP. "Tiba lah kita meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP, apakah dapat disetujui untuk menjadi Undang-Undang?" ucapnya. Pertanyaan itu kemudian dijawab serempak oleh seluruh peserta sidang, "Setuju."
Habiburokhman juga menegaskan bahwa proses pembahasan sudah berlangsung sejak 18 Februari 2025, tepat saat DPR menetapkannya sebagai usul inisiatif. Ia menuturkan bahwa terdapat 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang kemudian dibawa ke rapat paripurna, yaitu:
-
Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
-
Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
-
Penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan.
-
Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
-
Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, peradilan yang adil, dan perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan.
-
Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, termasuk kewajiban pendampingan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh negara.
-
Pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan.
-
Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, disertai kewajiban aparat untuk melakukan asesmen dan menyediakan sarana pemeriksaan yang ramah.
-
Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.
-
Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa dengan memperkuat perlindungan HAM dan asas due process of law, termasuk pembatasan waktu dan kontrol yudisial oleh pengadilan.
-
Pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku korporasi.
-
Pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.
-
Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai hak korban dan pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur penegakan hukum.
-
Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel. (TRB)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!