Di Akhir Desember Harus Semakin Khawatir Bencana, Kenapa?Kamis, 26 Dec 2024 12:03 |
|
Feminisme dan Delusi Kesetaraan GenderRabu, 25 Dec 2024 20:55 |
SURABAYA (voa-islam.com) - Sekretaris MUI Jawa Timur, Ustadz H Ainul Yaqin Ssi, Apt, MS mempertanyakan hasil Munas NU yang menyatakan bahwa non Muslim bukan kafir tapi mereka warga negara. Menurut hasil Munas NU tersebut term kafir dianggap menyakiti kelompok Non Muslim.
"Apa hubungan kata kafir dengan warga negara? Ini berbahaya! Jika umat Islam sudah tidak percaya dengan term Alquran, maka, lama-lama akan risih menyebut sebagai muslim, karena khawatir dianggap tidak toleran dan menyakiti kelompok lain,” jelas Ustadz H Ainul Yaqin Ssi, Apt, MSi.
“Kalau ini yang terjadi, maka, sama persis dengan dunia barat, orang malu menyebut agamanya, tabu bertanya soal agama,” jelas beliau, lansir Duta.co.
Ya! ‘Pengadilan’ kata kafir ini dikaitkan dengan status warga negara. Padahal, Indonesia bukan negara agama. Artinya, apa pun agama seseorang, tidak membedakan statusnya sebagai warga negara. Ini sudah diatur dan dijamin Undang-undang. Adalah keliru besar, kalau menganggap non-muslim (atau kafir dalam istilah umat Islam), tidak memiliki kesetaraan dalam kewarganegaraan.
“Kafir itu artinya menutup diri dari kebenaran Alquran. Kafir bukan WNA (warga negara asing). Ketika Nabi Muhammad saw membuat Kesepakatan Madinah, juga menggunakan kata kafir. Kita juga sering menyebut kufur nikmat, kufur berasal dari kata yang sama, kafara. Kufur nikmat berarti menutup pengakuan dari nikmat Allah swt. Jadi, jangan didramatisir, apalagi dikesankan menyakiti,” tegas Ustadz Ainul Yaqin.
Sebelumnya, Komisi Maudluiyah di Munas dan Konbes NU 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, NU memutuskan tidak menggunakan kata kafir bagi non-muslim di Indonesia.
Alasannya, menarik. “Kata kafir menyakiti sebagian kelompok non-Muslim,” kata KH Abdul Muqsith Ghozali, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU di Komisi Maudluiyah pada Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis kemarin (28/2/2019).
Masih menurut Abdul Muqsith, para kiai menyepakati tidak menggunakan kata kafir, akan tetapi menggunakan istilah muwathinun, yaitu warga negara.
Menurutnya, hal demikian menunjukkan kesetaraan status Muslim dan non-Muslim di dalam sebuah negara. “Dengan begitu, maka status mereka setara dengan warga negara yang lain,” terang Dosen Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.[fq/voa-islam.com]
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com
Di Akhir Desember Harus Semakin Khawatir Bencana, Kenapa?Kamis, 26 Dec 2024 12:03 |
|
Feminisme dan Delusi Kesetaraan GenderRabu, 25 Dec 2024 20:55 |