Senin, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 1 Desember 2014 10:07 wib
12.405 views
Tambang Freeport Ditutup (2): Akhirnya Moffet Bersedia Cabut New Era Agreement dengan SPSI Sudiro
PAPUA (voa-islam.com) - Penutupan Kawasan Tambang Freeport yang ditutup oleh 7 kepala suku Hak ulayat sejak Sabtu malam menemui hasil.
Laporan PRIBUMINEWS.COM yang sangat eksklusif ini berhasil menghimpun bahwa penutupan akses ke area tambang PT Freeport Indonesia itu sejak Sabtu (22/11) sampai Rabu kemarin akhirnya menemui titik temu.
Sumber kami dilokasi menyampaikan bahwa semua warga yang sudah turun dan menutup akses ke kawasan tambang kini akan upacara membuka jalan karena Moffet secara lisan sudah bersedia menarik perjanjian yang disebut sebagai New Era Agreement yang ditandatangani dengan SPSI Sudiro pada 20 November 2014 di Jakarta itu gagal.
“Rekaman lisannya teleconference Moffet dengan kami ada dan intinya Moffet akan mencabut New Era Agreement yang ditandatangani dengan SPSI Sudiro pada 20 November 2014 di batalkan,” jelas Panglima warga pemilik hak ulayat, Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika Heribert kepada Pribuminews.com
Seperti diketahui akibat dari penandatangani ini maka penutupan (Pemalangan) akses ke area tambang ditutup warga pemilik hak ulayat, Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika. Otomatis menghentikan seluruh aktivitas PT Freeport Indonesia di Tembagapura.
Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika menolak hasil New-Era Agreement yang ditandatangani James Bob Moffet sebagai wakil Freeport dengan PUK SPKEP SPSI PT Freeport Indonesia yang diketuai Sudiro serta sejumlah jajaran terkait.
“Kami tersinggung karena New-Era Agreement yang ditandatangani James Bob Moffet (Freeport) dan PUK SPKEP SPSI Sudiro jelas melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB),” ujar Panglima Perang Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika Heribert Emeyauta melalui telepon (24/11/2014) semalam.
Panglima Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika itu juga mengatakan bahwa Kami tersingung karena SPSI dan Moffet melakukan New-Era Agreement tanpa melibatkan Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika
Kami juga heran kenapa Moffet tidak datang ke Timika, kan lahan tambang ada Timika.
Heribert Emeyauta/ist
Kenapa persetujuan New-Era Agreement itu dilakukan di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta pada 20 November 2014.
Kalau setahu saya Moffet ini juga datang ke Jakarta kan sedang dalam rangka mengurus Kontrak Karya yang ingin dilakukan Freeport dengan pemrintah RI sampai 2041, dan ini dimanfaatkan oleh Sudiro, kami maklum kalau Moffet tak datang ke Timika karena pada sudah tua, tapi kami tak terima Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika tidak dilibatkan,”ujar Panglima Heribert Emeyauta ini yang rela menanggalkan atribut dirunya sebagai Manager di Freeport demi membela Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika dan perjuangan haknya.
Heribert Emeyauta yang juga lulusan Master Degree in Human Resource Management & Industrial Relations ( M HRMang) dari The University of Newcastle in New South Wales Australia adalah asli suku Kamoro Timika, selain dia dipercaya menjadi panglima Masyarakat Pemilik Hak Ulayat 7 Suku Timika ia juga mengancam bahwa jika tuntutan atas pencabutan New-Era Agreement tidak dikabulkan maka pokoknya besok harus komit dengan aturan BPHI yang ada.
Karena apa artinya perundingan PKB apabila aturan yang sudah disepakati sampai 2015 itu tidak dijalankan.
Saat kami menguhubi Sudiro telponnya tidak diangkat, puluhan kami menelponya. Bahkan sekjen SPSI Juli pun sama.
Pihak Freeport Indonesia (PTFI) lewat juru bicaranya Daisy Primayanti, malah pada Senin (24/11) awalnya dewan arbitrase terbentuk setelah mengadakan beberapa kali pertemuan antara pengurus serikat pekerja dan manajemen Freeport Indonesia di Jakarta. “Inti dari kesepakatan bersejarah tersebut adalah terbentuknya dewan arbitrase yang berfungsi menyelesaikan segala perselisihan secara adil di kemudian hari. Baik manajemen maupun serikat pekerja menyepakati bahwa setiap keputusan yang dihasilkan dewan arbitrase adalah final dan mengikat kedua pihak,” ungkap Daisy dalam siaran pers, Senin (24/11).
Namun, jelas-jelas pekerja PT Freeport Indonesia yang berasal dari 7 suku menolak pembentukan dewan arbitrase itu. Sejak Sabtu malam lalu sampai Rabu (25/11), sebanyak 1000-an dari mereka masih melanjutkan aksi unjuk rasa dan menutup akses ke Tambang. Mereka menolak karena tidak dilibatkan pertemuan antara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di bawah pimpinan Sudiro dengan James R Moffet selaku Chairman of The Board Freeport McMoran, Inc.
“Ini tanah kami, sehingga kami yang seharusnya dilibatkan dengan Moffet, bukan Sudiro dan manajemen yang tidak memiliki hak bicara untuk orang Papua,” kata Koordinator aksi, Yonpis Tabuni, di Mimika, Rabu (26/11).
Terkait aksi itu, Daisy Primayanti menegaskan, dalam menerbitkan Kesepakatan New Era, semua elemen sudah diajak berbicara, berdiskusi dalam prosesnya. Ia mengatakan, masih adanya aksi ini diduga belum ada pemahaman komplet terkait maksud dan tujuan kesepakatan itu. Padahal, menurut dia, pembentukan dewan arbitrase untuk memberikan solusi jika terjadi perselisihan antara pekerja di bawah SPSI dengan memberikan rekomendasi dan keputusan.
“Kami juga prihatin dengan situasinya. Tidak mudah menjalankan operasi tambang yang luas dan persoalan yang kompleks. Kami berharap ini segera berakhir,” ujarnya.
Sementara itu, di Jakarta, Rabu siang, anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, PT Freeport sudah banyak melakukan kerusakan lingkungan di Papua. Biota laut rusak dan laut mengalami pendangkalan akibat limbah produksi tambang dibuang ke lautan. Karena itu, Komisi IV ingin mengeluarkan rekomendasi agar izin Freeport tak perlu diperpanjang.
Selama ini, kata Firman, pemerintah Amerika Serikat kerap mengkritik Indonesia atas kerusakan lingkungan di Kalimantan. Saat ditanya tentang kerusakan lingkungan di Papua oleh Freeport yang merupakan perusahaan asal Amerika Serikat itu, mereka tak mau bertanggung jawab dengan alasan tidak ada kaitan dengan pemerintah Amerika Serikat.
“Saya pernah ke Kementerian Luar Negeri di Amerika, menemui seorang direktur wilayah Asia. Saya tanyakan bagaimana sikap Amerika Serikat tentang Freeport. Dia mengatakan, perusahaan Freeport tidak ada kaitannya dengan pemerintah Amerika Serikat,” ungkap Firman di Gedung DPR, Jakarta.
Mengutip pernyataan pejabat di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat itu, Firman mengatakan, semua perusahaan swasta nasional di Amerika Serikat harus tunduk pada hukum negara tempat berinvestasi. Karena itu, kata pejabat itu lagi, Freeport hendaknya mengikuti aturan pemerintah Indonesia.
“Dari situ Komisi IV DPR mengeluarkan sikap politik. Kami sudah merekomendasikan izin Freeport harus ditinjau kembali. Tidak boleh dikasih perpanjangan izin, karena sudah merusak lingkungan,” ujar Firman.
Namun, pemerintah saat ini belum bersikap kritis terhadap persoalan Freeport. Padahal, pemerintah daerah sudah bersikap kritis terhadap Freeport. “Kebijakan pencabutan izin kan ada di pusat. DPR telah memberikan rekomendasi agar tidak memberikan izin lagi kepada Freeport. Ini juga merupakan pekerjaan pemerintahan baru.”
Sementara itu ketua komisi VII DPR Kardaya menilai saat kami undang pada 20 November untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP), pihak Freeport belum bisa hadir. “Nanti kami akan panggil kembali dan akan ditanyakan soal semua ini,”kata Kardaya di ruang Komisi VII Rabu (26/11).
Dilaporkan dilapangan juga bahwa pada hari ini (27/11) menyusul Moffet sudah secara lisan pada (26/11) mengatakan akan mengagalkan New-Era Agreement dengan SPSI Sudiro maka masayarakat 7 Suku Ulayat melakukan pembukaan pemalangan akses ke area tambang. Berikut Foto-fotonya:
Ppacara pembukaan pemalangan dimana mereka menyambut atas digagalkannya New-Era Agreement (FOTO DOK PRIBUMINEWS.COM)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!